22. Nonton

125 99 160
                                    

Aira
|Haris
|Milnanya
|Udah abis?

Haris tersedak sampai batuk-batuk. Ia memegang dadanya dan menepuk-nepuk pundak Yasa lalu menunjuk segelas air.

"Aelah, ngerepotin aja." Meskipun begitu, Yasa tetap menyodorkan segelas air pada Haris. "Padahal sukurin kalo meninggal karna keselek."

"Yasa."

"Maaf, Bund. Hehe." Yasa menyengir.

"Nggak ada akhlak!" Haris mencubit Yasa.

"Bundaaa! Aku dicubit."

Bunda hanya mendengus. Melanjutkan menonton siaran televisi. "Lihat, Yah. Mereka nggak pernah akur."

"Nggak papa, namanya juga masih kecil."

"Aku udah gede!" Yasa melotot, ia masih saja sibuk menggeserkan jemarinya di layar ponsel.

Haris menirukan gerak bibir Yasa. Cowok itu kembali melihat ponselnya. Ia melotot. "Duh."

Haris
Bukan punya gue|

Aira
|Kemarin

Haris
Hm?|

Aira
|Tetangga gue
|Ada yang meninggal

Haris
Kenapa?|

Aira
|Karna Bohong

Haris
Jangan gitu dong|
Masa aku meninggal|

Aira
|Nggak papa
|Ntar gue

Haris
Nangis, kan? |
Wkwk|

Aira
|Mau tahlilan
|Di rumah lo
|Wkwk

Haris
▶———
(Mau gitu? Aku tinggal)

Read.

"Bundaaa! Liat! Abang lagi pacaran!"

"Emang ada yang mau sama Haris?"

"Ayah!"

"Buat apa sih, udah tau jomblo, kenapa bisa dapat beginian?"

"Terima aja." Mahesa memberikan dua kertas pada Haris, cowok itu mengangkat alisnya. "Gebetan lo banyak?"

"Nggak anjir! Jangan fitnah gue dong, Bang. Di mata lo tuh, gue mirip playboy ya?"

"Iya. Cap tokek."

Haris melotot, Mahesa hanya tertawa. Ia menepuk-nepuk kepala Haris. "Belajar yang bener, Abang berangkat. Sana masuk."

Haris mengangguk, menatap Mahesa yang melajukan motornya membelah jalan di depan sekolahnya. Abangnya itu, akan berangkat ke kampus. Namun, dengan repot-repot malah menyusul Haris dulu ke sekolahnya. Memang, luar biasa.

Haris berbalik, ia memasukkan apa yang didapatkannya dari Mahesa ke saku celananya. Matanya menjelajah menatap lapangan parkir. Masih sepi. Apa Haris kepagian? Yasa sih, katanya akan mabar dulu bersama Bayu. Menyebalkan, kenapa tidak naik angkot saja? Haris yang masih mengancingkan seragam malah jadi korbannya—alias ditarik untuk berangkat sekolah.

Antitesis (X) | Hwang HyunjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang