15. Minggu Pagi

155 130 113
                                    

Aira menyeret kakinya, cewek itu cemberut dan tidak ada senyum sedikit pun di Minggu pagi yang cerah ini. Ia menarik-narik lengan hoodie abu-abu yang dikenakan Terry. Ngomong-ngomong, hoodie mereka couplean, kebetulan mungkin, hanya bedanya, Aira memakai legging selutut, sedangkan Terry memakai boxer.

Terry menurunkan jemari Aira yang menarik lengan hoodienya, cowok itu berdecak, dan menggenggam tangan Aira. "Jalan, kamu tuh kenapa sih?"

Aira menghentikan jalannya. "Yang kenapa tuh Abang? Ngapain ajak aku lari pagi?! Aku nggak mauuu."

Terry menghadap Aira dengan tangan terlipat di depan dada. "Heh! Kamu tuh harus olahraga. Lembek, lemak di mana-mana, yuk, cus olahraga." Ia menyeret Aira sehingga ikut lari kecil bersamanya.

Aira sendiri ingin menangis, malas sekali. Sumpah. Aira lebih suka nonton kartun atau rebahan di hari Minggu, bukannya kegiatan menghasilkan keringat.

"Abaaang. Aku udah mandi lho, aku malas mandi lagi."

"Ya ngapain kamu mandi sebelum salat subuh. Sok rajin banget." Terry masih berlari sambil menarik Aira, tanpa peduli adiknya itu merengek-rengek dari setibanya mereka di sana.

Aira mendengus, ia ingin menarik tangannya. Namun, lumayan, hitung-hitung hemat tenaga karena ditarik Terry.

"Tau gini, aku nggak bakalan ngeiyain ajakan Abang."

"Makanya, yang teliti kalo buat perjanjian."

Aira mendengus. "Abang bilang rahasia! Ya aku penasaran!"

"Yakan biar bikin kamu penasaran!"

Aira memutar bola matanya, mulai pasrah akan tindakan Terry yang memaksanya lari pagi. Ia mulai menikmati pemandangan di sekitar lapangan komplek dengan mengedarkan pandangannya ke sana kemari.

"Bang?"

"Hm?"

"Rame juga ya, aku baru tah—"

"Ini emang lari pagi pertama kamu selama 17 taun hidup, ke mana aja sih kamu selama 17 taun? Nggak pernah pacaran, temen cuma dikit, rebahan terooos."

"Nggak denger! Kuping aku ketinggalan di rumah!" Aira mendelik, untung Terry tidak melihatnya, jika cowok itu melihat, pasti akan mengomel seperti halnya rumus luas persegi panjang alias panjang kali lebar.

Terry diam, mulai kembali fokus pada larinya sambil menggenggam tangan Aira. Jika ditanya sesayang apa Terry pada Aira, maka jawabannya tak terhingga.

Terry berbeda dengan Abang-Abang yang lain, jika Abang yang lain tsundere pada adik perempuannya, maka Terry sangat amat menunjukkan kasih sayangnya.

"Mau sarapan?"

"MAU!" Aira menyengir lebar.

"Oke kit—"

"Teri?!"

Keduanya berhenti, menatap seseorang berpipi bolong yang tersenyum pada Terry.

"Jepri?"

Jeffrey melotot. "Bukan nama gue!"

"Teri juga bukan nama gue!"

Aira hanya mengerutkan alisnya, matanya mengerjap menatap si oknum berpipi bolong. 'Ya Allah, ganteng banget. Tapi gue masih suka Haris, kok.'

"Jogging, Bro?"

Terry mengangguk. "Ho-oh, lo lagi ngapain? Ini bukan komplek lo."

Jeffrey berkacak pinggang, lalu mengusapkan handuk ke lehernya. "Ini juga bukan komplek punya lu!" Ia menarik Terry tanpa melirik Aira. "Kuy, basket. Gue kurang pemain. Si Esa juga mau basket tapi dia masih di kamar mandi."

Antitesis (X) | Hwang HyunjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang