Berjarak

690 168 42
                                    

I'm back!


Happy reading!^^



~°~°~



“Aku? Orang pertama yang akan menghajarmu jika kau berani-berani melukainya lagi.



Jeonghan tak habis pikir dengan apa yang baru saja didengarnya beberapa waktu lalu. Entah sudah berapa lama kejadian itu berlalu.

Satu jam? Dua jam?

Jeonghan tidak tahu. Sejak teleponnya ditutup secara sepihak, ia hanya bisa memandangi langit gelap melalui jendela kamarnya sambil berpikir—meskipun ia tidak tahu apa yang dipikirkannya. Ia semata-mata sadar ketika langit sudah terang. Matahari sudah terbit mungkin berjam-jam lalu karena cuaca sudah cukup panas.

Jeonghan ingin marah. Mau menghajar katanya. Memang siapa yang punya hak lebih tinggi darinya untuk melindungi Jung (Y/n)? Tapi ia tak bisa benar-benar marah karena terlepas dari siapa pria itu, dia ada benarnya juga.

Justru karena Jeonghan memiliki hak tertinggi untuk melindungi sang istri, ia tak seharusnya menyakiti wanita itu. Wajar saja kalau dia meminta perlindungan karena Jeonghan tak sanggup melindunginya, kan?

Lagi pula, barangkali mereka hanya teman. Barangkali istrinya itu punya sahabat baru yang tidak Jeonghan ketahui. Ahh ... kapan terakhir kali Jeonghan tahu mengenai kehidupan wanitanya di luar rumah?

Sekarang Jeonghan sadar betapa banyak jarak yang telah ia buat di antara mereka. Ia bahkan tidak ingat kapan terakhir kali mereka bersantai berdua saja, membicarakan hal-hal yang dialami selama terpisah oleh pekerjaan.

Sesibuk itukah dia?

Jeonghan mendesah frustasi. Ditatapnya ponsel retak yang tergeletak di lantai. “Bodoh,” umpatnya. Sekarang dirinya mempersulit keadaan dengan merusak ponsel yang ia butuhkan untuk pekerjaan, juga menghubungi wanita itu.

Dengan enggan ia memungut benda pipih itu dan memeriksanya. Ternyata ia masih beruntung karena benda itu masih bisa berfungsi. Hanya retak di layar luarnya saja. Ya, setidaknya dia tidak sial-sial amat pagi ini.

"Ohh tidak!" serunya sesaat setelah memeriksa isi pesan. Seharusnya ia tak semudah itu menyimpulkan.




Seungchol

Jangan lupa hari ini kita harus ke Itaewon untuk peninjauan ulang cabang.

Kenapa kau belum datang?

Heh! Kau di mana?!

Jangan bilang kau lupa karena semalam terlalu banyak minum!

Tolol ....

Datang sebelum jam sepuluh atau kutinggal kau!




Jeonghan langsung melirik jam di ponselnya. Tiga puluh menit lagi. Buru-buru ia berlari menuju kamar mandi. Bisa gawat kalau Choi Seungchol sampai marah. Pekerjaannya akan semakin rumit.


***


“Dari mana saja kau?!”

Jeonghan meringis ketika teriakan itu menyambut setelah mobilnya berhenti di depan kantor. Pria berkemeja maroon dengan balutan jas hitam—Choi Seungchol—memasuki mobilnya sambil memasang wajah sebal. Rusak sudah mood-nya hari itu karena segala pekerjaannya tertunda berkat keterlambatan Yoon Jeonghan.

Mau tak mau Jeonghan merasa bersalah. Ia menyalakan mesin mobilnya dan melaju sambil menjelaskan, “Ada sedikit masalah. Aku tidak bermaksud terlambat, sungguh .... Aku bahkan tidak tidur semalaman.”

Khianat [Seventeen Imagine Series]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang