🚨 agak nyerempet, tapi gak nyerempet banget 🚨
/Loh gimana/
Happy reading!^^
~°~°~
Jung (Y/n) tengah mengeringkan rambut ketika Jeonghan masuk ke dalam kamarnya dan mengunci pintu. Melihat sosoknya melalui kaca, wanita itu buru-buru bangkit dan berbalik.
“Oppa!” serunya sepelan mungkin. “Apa kau sudah gila?!”
“Kita sama-sama sudah gila, jadi berhentilah saling menuduh,” ucap Jeonghan sambil melangkah mendekat. “Kita perlu bicara.”
“Apa lagi yang—” Wanita itu terdiam. Ia menarik napas panjang kemudian melipat kedua tangannya di depan dada. “Benar, kita perlu bicara.”
“Ayo baikan.” “Ayo bercerai.”
Kedua manusia itu terpaku setelah menyadari perbedaan ungkapan di antara keduanya. Jeonghan lebih dahulu merespon. Pria itu langsung mengernyitkan dahi, menatap wanita itu tak percaya.
“Apa? Kau ingin bercerai?” tanyanya tak percaya.
Wanita itu menghela napas. “Apa lagi yang Oppa harapkan? Memangnya Oppa tidak lihat apa yang terjadi hari ini?”
Ia melangkah lebih dekat dan menekan-nekan dada Jeonghan. “Kau menggandeng wanita lain di hadapanku. Aku memeluk pria lain di hadapanmu. Apa yang kau harapkan dari pasangan yang berselingkuh? Kembali? Kau ingin kita kembali setelah saling melukai seperti ini?! Apa kau pikir kita masih bisa bahagia setelah apa yang terjadi? Kau pikir kau bisa memperbaiki segalanya, begitu?!”
“Kenapa kau bicara seolah aku adalah biang masalahnya?!” balas Jeonghan tak terima.
Wanita itu memutar bola mata. “Lagi, lagi, dan lagi kau tidak mengintropeksi diri. Oppa, kau pikir karena siapa kita berada di situasi ini?”
Jeonghan terdiam. Pria itu tahu betul apa yang dimaksud. Namun ia masih tak habis pikir, bagaimana hal sepele seperti itu memberikan dampak yang begitu luar biasa?
Pria itu selalu memberikan segalanya dengan sebaik mungkin. Ia memberi perhatian dan materi, memperlakukan wanita itu sebaik mungkin. Jeonghan selalu menghindari pertengkaran agar tak melukainya. Bagaimana mungkin hal-hal baik itu kalah hanya karena satu permintaan tak bisa ia kabulkan?
Ya, mungkin hal itu sepele bagi Jeonghan. Tetapi bagi (Y/n), itu adalah hal yang paling diinginkannya. Ia tak ingin hanya merasa dicintai. Ia ingin merasa dimiliki, dimengerti, dan dihargai. Selama enam tahun hanya itu satu-satunya permintaan yang ia suarakan. Tapi, apa Jeonghan mempertimbangkan? Apa ia bahkan pernah memikirkannya sekali saja?
“Aku tak percaya kau masih punya wajah untuk memintaku kembali,” ucap wanita itu dengan suara bergetar, berusaha menahan air mata. Ia mendorong tubuh Jeonghan dan melangkah menuju pintu.
Tidak ... ia tidak ingin lebih hancur lagi.
“(Y/n).” Jeonghan meraih tangan wanita itu dan menariknya hingga terjatuh di atas ranjang. Ia tak sempat memroses apa yang terjadi sampai Jeonghan menguncinya.
“Oppa! Apa kau sudah gila?!” pekiknya sekuat tenaga.
Jeonghan melepas kausnya. “Ini, kan, yang kau inginkan? Aku akan memberikannya. Aku akan meninggalkan segala idealismeku asalkan kau kembali.”
Jeonghan mendekatkan wajahnya. Namun, wanita itu berpaling. Membuat Jeonghan seketika terpaku.
“Kau sudah kehilanganku malam itu.” Setetes air mata melintasi pipinya. “Tidak ada yang bisa diubah. Jadi, kumohon ... jangan ganggu aku lagi.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Khianat [Seventeen Imagine Series]
Short StoryHighest rank - #114 on short story 211109 Dikhianati pasangan mungkin menjadi hal yang biasa. Tapi, bagaimana jadinya jika kedua belah pihak saling mengkhianati satu sama lain ketika mereka terikat dengan sebuah ikatan sakral yang mereka pilih sendi...