Hal Yang Berharga

547 147 27
                                    

Ya ampun cepet banget baru sehari udah 60+ 😭😭😭

Terima kasih banyak atas kerja keras kalian spam komen ya sayang-sayangku sekalian. Sumpah terharu banget. Aku kaget ternyata lapak ini juga menerima cinta yang banyak dari kalian padahal aku sempet mikir cerita ini kurang karena jarang dapet komen banyak, beda sama cerita fantasiku. I'M SPEECHLESS THANK YOU LOVE YOU ❤️❤️❤️❤️❤️


Happy reading!^^



~°~°~



Jung (Y/n)

Aku akan pulang terlambat, pemotretannya mulai lebih lambat.
Jika sudah ada perkembangan dari pengadilan tolong kabari aku.




Jeonghan menatap datar layar ponselnya. Pria itu tak tahu mesti bereaksi seperti apa atau merasa seperti apa. Ia bahkan masih merasa asing akan nama kontak yang telah berganti dari nama kesayangan menjadi nama asli.

Kesannya kaku. Seolah-olah mereka baru saling mengenal atau tidak terlalu dekat.

Padahal sudah sepuluh tahun mereka bersama. Baik Jeonghan maupun wanita itu telah menghadapi berbagai macam masalah bersama, bahagia dan sedih bersama.

Ohh ... tidak juga.

Jeonghan benar-benar tidak ingat kapan ia membagi kekhawatiran dan kesedihan dengan wanita itu. Pun ia tidak ingat apa wanita itu pernah mengutarakan hal-hal seperti itu padanya.

Seolah-olah mereka memang tidak pernah ditakdirkan bersama.

Bukankah pasangan harusnya membagi seluruh perasaan? Senang, sedih, marah, kecewa. Jeonghan bertanya-tanya mengapa ia hanya memikirkan kebahagiaan padahal manusia tidak bisa bahagia setiap saat.

"Siapa yang ke pengadilan?"

Jeonghan berjengit ketika sebuah suara terdengar dari arah belakang. Buru-buru ia menaruh ponselnya secara terbalik di atas meja. "Di mana sopan santunmu, Choi Seungchol?"

"Tidak sengaja," sanggah Seungchol sambil mendudukkan diri di hadapan Jeonghan. Ia menaruh nampan di atas meja dan mengambil sumpit. "Lagi pula aku sudah memanggilmu berkali-kali tapi tidak menyahut. Kukira kau sedang diteror calon klien."

Jeonghan menghela napas. Ia mengambil sumpit dan melanjutkan makan siangnya di kantin. Dimsumnya sudah dingin. Ia terkejut rupanya telah lama melamun.

"Jadi siapa yang ke pengadilan?" tanya Seungchol dengan wajah polos. Ia menyendokkan sup ke mulut kemudian menggoyangkan tangan di udara, terkesan akan rasanya yang luar biasa. "Aku tidak lihat pengirimnya."

"Bukan apa-apa," balas Jeonghan cepat. Mengabaikan pertanyaan itu.

Sampai saat ini ia tak bisa menerima keputusan itu. Ia tak ingin memberitahu siapa pun. Ia bahkan sangat enggan membicarakannya dengan (Y/n).

Andai saja Jeonghan seberuntung Aladin. Ia akan menemukan lampu ajaib apa pun konsekuensinya. Ia tidak akan meminta tiga hal. Satu saja cukup. Ia ingin waktu berhenti sekarang juga.

Dengan begitu ia bisa mempertahankan statusnya sebagai suami. Ia bisa menahan wanita itu selamanya sekalipun ia tahu hatinya tak lagi sama.

Khianat [Seventeen Imagine Series]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang