Gelisah

1.2K 213 62
                                    

Aku kembali~

Ada yang nungguin cerita ini gak sih? Wkwkwk


Happy reading!^^



~°~°~



Mwoya?” Jeonghan mengerjap pelan usai sambungan telepon diputus oleh sebelah pihak.

Ia menatap layar ponselnya bingung. Ia benar-benar tidak tahu kenapa Jung (y/n) bisa semarah itu padanya. Pasalnya, sejak tadi ia hanya berdiam diri di kantor. Rasa-rasanya ia juga tak membuat kesalahan.

Jika wanita itu marah karena Jeonghan membicarakan majalah yang baru dibelinya, ia pikir sang istri takkan semarah itu.

“Padahal aku baru meninta maaf tadi pagi,” gumam Jeonghan. “Sudah salah lagi ya?”

Ia menaruh ponselnya di dasbor mobil kemudian menyalakan mesin mobilnya. Ia melirik ke arah jok di sampingnya, tempat di mana dua paper bag tersimpan rapi.

Sebenarnya Jeonghan tidak lupa kalau wanitanya menjanjikan makan siang bersama di kantor. Tapi, karena ia tak kunjung datang Jeonghan pikir wanita itu tertidur atau lupa—kebiasaan berpikir positif.

Beruntung, sepupunya dari jauh datang dan membawakan makan siang. Belum lagi, wanita yang tinggal di Amerika itu membawakan hadiah.

“Padahal Yerin Noona menitipkan oleh-oleh,” gumam Jeonghan. Tapi, wanita itu pasti tidak di rumah.

Jeonghan menghela napas. Ia mengangkat rem tangan kemudian mulai melajukan mobilnya membelah jalanan Kota Seoul yang cukup ramai meski hari sudah gelap.

Sesekali Jeonghan melirik ponselnya. Menerka-nerka apakah benda itu akan menyala. Namun tak ada panggilan masuk yang muncul. Ia akhirnya pasrah. Mungkin wanitanya perlu waktu—atau PMS.

Meski kepalanya mulai pusing, ia tetap takkan mengganggu wanita itu sampai dia sendiri yang menghubungi Jeonghan.

“Ohh ...” Jeonghan melambatkan laju mobilnya begitu melihat sebuah halte bus yang cukup padat. Salah satu calon penumpang bus ia kenali. Maka dari itu, ia memutuskan untuk berhenti dan menurunkan kaca mobilnya.

“Minri-ssi ...,” panggilnya.

Wanita dengan topi baret merah yang senada dengan mantel panjangnya tampak terkejut. Namun, senyuman segera terlukis di wajahnya ketika melihat Jeonghan. “Ohh ... annyeong, Jeonghan-ssi.”

“Menunggu bus?” tanya Jeonghan yang langsung dibalasnya dengan anggukan. Jeonghan tersenyum. “Naiklah, aku akan memberi tumpangan.”

“Ehh, tidak perlu repot-repot. Mungkin busnya sebentar lagi tiba,” sahut Minri. Pasalnya hari sudah malam dan menurutnya tidak etis diantar pulang oleh seorang pria malam-malam begitu. Belum lagi, dirinya belum lama mengenal Jeonghan—meski ia tahu Jeonghan tak bermaksud lain.

“Sudah berapa lama kau berdiri di situ?” tanya Jeonghan kemudian.

Minri menjawab, “Satu setengah jam.”

“Lihat antrian busnya,” ucap Jeonghan, membuat Minri berbalik. “Sekalipun busnya datang, kau mungkin tidak kebagian tempat duduk. Ayo naik! Aku akan mengantarmu dengan selamat.”

Khianat [Seventeen Imagine Series]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang