Dia

1.7K 261 37
                                    

Aku kembali dengan cerita ini💕

Adakah yang menunggu?


Happy reading!^^



~°~°~



“Kau mau ke mana? Rapi sekali.” Jeonghan yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan kaus abu-abu dan celana pendek hitam mengerutkan dahi ketika melihat istrinya sudah berkutat pagi-pagi di depan meja rias—di hari libur. Ia mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk kecil lalu mendekatinya.

Sang istri, Jung (y/n), tersenyum lebar lewat cermin. Ia menyelesaikan dandanannya—sedang memakai maskara—lalu menoleh ke arah suaminya. “Bukankah semalam aku sudah bilang akan bertemu dengan Eunji? Suaminya kebetulan ada tugas di Seoul, kami akan memanfaatkan waktu untuk bertemu. Dia, kan, belum tentu setahun sekali pulang. Apa kau keberatan? Atau mau ikut saja? Eunji takkan keberatan.”

“Ahh, tidak ... aku tahu apa yang akan kalian lakukan. Aku mau istirahat saja di rumah,” sahut Jeonghan. Ia sebetulnya ingin ikut, mau bagaimanapun juga akhir pekan harusnya diisi dengan keluarga. Tapi, kalau Jeonghan ikut ia tahu dirinya hanya akan terjebak dengan mengikuti dua wanita berkeliling di mall dan belanja bersama.

Tidak hanya itu, Jeonghan juga tahu bahwa istrinya perlu menghabiskan waktu dengan teman dan perlu privasi. Mungkin saja ia dan sang sahabat saling bertukar cerita, berbagi masalah keluarga, dan lain-lain meski ia yakin yang kedua itu tidak akan diungkapkan oleh sang istri. Pertama, mereka tidak pernah punya masalah berat. Kedua, mereka tidak pernah bertengkar. Ketiga, hubungan mereka kelewat harmonis. Jadi, apa yang akan dibicarakan? Kalau kebiasaan buruknya sih mungkin saja. Tapi Jeonghan tak terlalu ambil pusing.

“Hati-hati di jalan ya, pastikan kalian makan yang benar. Jangan asyik bicara sampai lupa waktu. Sehat itu nomor satu, mengerti?”

“Iya, iya, aku mengerti.” Wanita itu merapikan peralatan bersoleknya, membenarkan kemeja navy tiga per empat yang membuatnya tampak lebih berisi, lalu meraih tas putih gading di dekatnya. Ia berdiri, menghadap sang suami dan mengecup pipinya. “Aku pergi dulu. Aku sudah membuatkanmu sarapan. Nanti akan kubawakan lagi makanan ketika aku pulang.”

“Hati-hati,” sahut Jeonghan lalu mengecup bibir wanitanya dan mengusap pipinya pelan.

Wanita itu menghela napas. “Kau sudah mengatakannya tadi.”

“Supaya hati-hatinya juga dua kali,” Jeonghan beralasan. Wanita itu terkekeh pelan. Ia mengecup bibir Jeonghan lalu melesat begitu saja keluar dari kamar, tak lupa dengan lambaian tangan.

Jeonghan tersenyum tipis dan melambaikan tangan. Ia melangkah menuju ranjang yang baru saja dirapikan istrinya beberapa waktu lalu dan menjatuhkan diri di sana. Ia menghela napas lega, memosisikan bantal untuk menjadi sandarannya dan duduk di sana. Ia meraih remote lalu menyalakan televisi.

Akhir pekan malas-malasan sambil menonton televisi adalah hal yang paling menyenangkan. Apalagi, kalau camilan ikut menemani. Sayangnya Jeonghan terlalu malas untuk beranjak dan mencari camilan di dapur. Jadi, menonton televisi dan bermalas-malasan saja sudah cukup.


Atensi pria itu teralihkan ketika ponselnya yang diletakkan di atas nakas berdering. Ia menaruh remote dan mau tak mau sedikit beranjak untuk meraih ponsel. Begitu menemukan nama Seungchol sang rekan kerja di layar ia agak menyesal. Ia pikir pria itu hanya akan mengajaknya minum atau hal tak penting lainnya. Tapi, karena sudah terlanjur mengambil ponsel maka mau tak mau ia mengangkat teleponnya.

Khianat [Seventeen Imagine Series]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang