Malaikat Pelindung

1.2K 191 66
                                    

Kangen gak? Yuhu~


Happy reading!^^



~°~°~



“Aku keluar sebentar, beli kopi. Mau tidak?”

Pertanyaan itu membuat Minri yang tengah menonton televisi ditemani camilan tersedak. Gerakan itu membuat ikatan rambutnya yang longgar terlepas. Wanita itu buru-buru minum kemudian membenarkan ikatan rambutnya.

“Yang benar saja, Gege,” ucapnya tak percaya. “Kau sungguhan mau beli kopi jam tiga pagi?”

“Memangnya kenapa?” tanya Jun sambil memasang sepatunya. “Toh, kita tidak akan tidur juga, kan? Kau bilang mau begadang semalaman untuk mencari inspirasi.”

Wanita itu mengerjap pelan. Baginya cukup aneh seseorang pergi keluar pukul tiga pagi hanya untuk segelas kopi, padahal bisa membuatnya sendiri di rumah. Bukankah sepupunya itu memang menyukai kopi? Pria itu memiliki mesin dan biji-biji kopi pilihan sendiri.

“Pokoknya kirim pesan saja mau menitip apa,” ucap Jun kemudian pergi. Meninggalkan Minri sendirian di apartemennya.

Jantung pria itu meletup-letup. Ia khawatir tanpa sebab. Hatinya merasa tak nyaman, seperti sesuatu yang tak menyenangkan bakal terjadi dalam waktu dekat. Maka dari itu ia memutuskan untuk keluar. Mungkin melihat-lihat jalan dan minum kopi akan menenangkan pikirannya.

Semilir angin menyambutnya ketika Jun menginjakkan kaki di luar gedung. Udara dingin berhasil menembus jaket dan menusuk tulangnya. Ia sedikit menyesali keputusan untuk pergi dengan berjalan kaki.

Bukankah akan lebih cepat dan sedikit menyiksa jika naik mobil?

“Wahai hati, bisakah kau tenang sedikit?” gerutu pria itu ketika menjejakkan kakinya menyusuri trotoar. Jantungnya semakin berdegup. Semakin banyak langkah yang diambil, semakin tak enak rasanya.

Apakah harusnya dia di rumah saja?

Apakah ia akan mengalami kecelakaan atau semacamnya?

Duh, hentikan, pikirnya. Pikirkan yang baik-baik saja.

Citra seorang wanita lantas terbentik di benaknya. Bagaimana paras cantik itu selalu menarik untuk dipandangi, betapa senyuman manisnya membuat Jun lantas terpikat, juga betapa dewasanya jalan pikiran wanita itu.

Ahh ... sangat mengagumkan. Dan tentu saja lebih baik dipikirkan daripada kemungkinan buruk yang semula melintas di kepalanya.

Namun, ada yang aneh. Citra Jung (Y/n) di kepalanya mendadak murung. Alih-alih menggunakan pakaian pemberian Jun, wanita itu mengenakan piama dan sepatu kets putih. Rambutnya berantakan usai tertiup angin. Matanya sembab dan langkahnya terseok-seok.

Apa-apaan itu? rutuk Jun dalam hati. Ia tak habis pikir mengapa otaknya malah menggambarkan citra yang buruk padahal Jun tidak pernah melihat wanita itu tampak merana.

Kemudian, seketika tubuhnya mematung ketika sadar ada yang tidak beres. Citra memilukan itu bukan berasal dari pikirannya, melainkan ia lihat dengan mata kepalanya sendiri. Di seberang sana ia melihat Jung (Y/n) berjalan tanpa arah dalam kondisi menyedihkan.

Khianat [Seventeen Imagine Series]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang