Hancur

594 146 84
                                    

I'M BACK❤️

Apa kabarnya kalian? Semoga baik-baik aja ya, stay healthy and happy! Berhubung aku lama menghilang, ini panjang banget ya. Terus nih mumpung ada cukup waktu luang kalau komen tembus 60+ aku langsung gas nulis lagi~ Kalau engga ke yang lain dulu hehe 😬

ARE YOU READY 🔥🔥🔥


Happy reading!^^



~°~°~



Mood-mu berubah drastis. Tadi pagi semangat sekali, sekarang lemas.”

Jun mendecak ketika mendengar manajernya bicara. Pria itu memfokuskan diri pada jalanan yang dilalui. Rasanya agak sepi, bosan, dan membingungkan. Begitukah rasanya duduk di bangku penumpang? Apakah karena ia terbiasa menyupir selama beberapa bulan ke belakang? Ataukah karena ia duduk di samping orang yang berbeda?

Jun menghela napas. Pria itu menyalakan ponsel hanya untuk melihat layar kunci. Senyum di bibirnya otomatis terukir ketika melihat fotonya bersama dengan Jung (Y/n) di bibir pantai. Keduanya mengenakan pakaian putih serasi. Jun menggendongnya, mengundang tawa di antara mereka. Angin meniup rambut wanita itu, membuatnya semakin menawan. Namun seketika senyumnya luntur.

Jun mengunci kembali ponselnya dan memejamkan mata. Ia masih ingat perkataan Minghao tadi pagi.


“Iya, (Y/n) ada di sini, tapi tidak memotretmu. Dia akan ada di set lain.”


Jantungnya berdebar-debar sampai Jun khawatir akan lepas dari tempatnya. Pria itu memegangi dada, berusaha menenangkan diri. Tetapi, otaknya tak mau bekerjasama. Ia terus berpikir:

Apa yang harus dilakukan jika ia bertemu dengan wanita itu?

Mampukah ia menahan diri untuk tidak memeluknya?

Apakah cukup dengan tersenyum ataukah ia harus berpura-pura tidak melihat?

Bagaimana jika wanita itu mengabaikannya?

Apakah urusannya selama ini lancar? Apa wanita itu baik-baik saja?

Jun teramat senang mendapati dirinya akan bertemu dengan wanita itu setelah satu bulan penuh tidak bertemu dan tidak memberi kabar. Namun ia juga khawatir pertemuan itu tak berjalan seperti yang diinginkannya.

“Kita sampai.”

Dua kata itu berhasil membuatnya berubah pucat. Jun menarik napas panjang sebelum turun dari mobil. Tangannya berkeringat. Ia tak bisa berhenti mengusapkan telapak tangannya ke bagian depan celana. Berusaha menyingkirkan kegugupan.

Ohh, ayolah ... Jun bahkan tak segugup itu saat pertama kali mengikuti pemotretan sebagai model.

Hadapi saja.

Jun menarik napas panjang untuk yang terakhir kalinya, kemudian memasuki studio pemotretan. Hiruk-pikuk sudah terasa di tempat itu. Ada banyak orang berlalu-lalang; sebagian tangan kosong dan sisanya membawa berbagai macam peralatan—pakaian, alat make up, lensa, kamera, lampu, tiang, dan lain-lain.

Studio itu memiliki satu ruangan luas yang mampu menampung empat setting pemotretan. Jarak antara satu tempat dengan yang lainnya cukup jauh sehingga masih kondusif digunakan bersamaan. Namun hari ini hanya ada dua saja yang dipakai; ujung kiri depan dan ujung kanan atas. Jun langsung melangkah ke sudut kanan, tempatnya akan bekerja.

“Hai, Jun! Sudah sampai?” sapa Minghao yang baru keluar dari ruang ganti. Kedua tangannya memegang kamera, baru saja mengganti lensa di ruangan tersebut.

Jun mengangguk. “Hmm ... masih satu jam lagi, kan?”

“Ya, cepatlah ganti pakaian. Penata rias sudah menunggu di dalam. Good luck,” balas Minghao sebelum akhirnya pergi.

Khianat [Seventeen Imagine Series]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang