Anting-anting

1.2K 217 49
                                    

Yuhu I'm back~

Ada yang nungguin? /krik krik/


Happy reading!^^



~°~°~



Wanita itu memasuki rumah dengan tergesa. Segala barang bawaan yang ia miliki ditinggalkannya begitu saja di dalam mobil. Alangkah terkejutnya ia ketika melihat seluruh lampu rumah menyala. Gorden masih tertutup rapat sehingga lampu menjadi satu-satunya pencahayaan di dalam rumah. Padahal hari sudah siang.

Dengan gerakan cepat wanita itu melepas sepatunya. Ia segera mematikan semua lampu dan membuka gorden sehingga cahaya matahari bisa masuk. Memberikan kehangatan yang alami.

“Ke mana dia? Apa mematikan lampu dan membuka gorden saja tidak sempat?” ocehnya cukup kesal.

Wanita itu hendak melangkahkan kaki menuju kamar. Berniat berganti dengan pakaian yang lebih santai dan merebahkan tubuhnya. Duduk selama berjam-jam di pesawat dan mobil membuat tubuhnya pegal.

Baru beberapa langkah yang ia ambil, wanita itu dibuat menghentikan langkah. Matanya menangkap sosok seorang pria meringkuk di atas sofa ruang tamu. Tubuhnya hanya dibalut dengan hoodie putih dan training pendek hitam.

Terkejut, wanita itu segera mendekat guna memeriksa pria yang duduk bersandar di sudut sofa seraya memeluk kakinya. Pria itu terpejam. Tampak tidur sangat lelap di sana.

Oppa ... bangun," panggilnya. Namun, pria itu masih betah terpejam. Wanita itu segera duduk di sampingnya. Ia sedikit mengguncang tubuh pria itu untuk membangunkannya.

Oppa ... ini sudah siang, kau tidak berangkat kerja?”

Setelah beberapa usaha yang dilakukannya, pria itu akhirnya bangun. Ia mengerjap, perlahan mendongakkan kepala dan menatap wanita itu dengan tatapan kosong. Masih bingung layaknya orang yang baru bangun dari tidur.

“Ohh! (Y/n)?!” seru pria itu ketika jiwanya yang berpencar ketika tidur telah terkumpul. Matanya membulat. Pria itu segera mencondongkan tubuh dan menyentuh bahu wanita di depannya. “Kau sudah pulang?!”

“Kenapa Oppa tidur di sini? Kenapa juga baru bangun? Aku terkejut karena lampu masih menyala, gorden juga tertutup. Kukira kau buru-buru pergi ke kantor,” oceh wanita itu kesal.

Namun senyuman tipis pria itu membuat amarahnya luntur. Lelah sebenarnya karena ia tak pernah bisa marah pada pria itu lama-lama berapa pun besarnya amarah yang ia rasakan.

“Aku menunggumu pulang,” ucap Jeonghan. “Kemarin aku tidur di kamar karena tahu kau takkan mungkin pulang. Tapi malam tadi aku menunggumu. Aku tahu kau takkan pergi terlalu lama.”

“Sampai jam berapa kau menungguku?” tanyanya.

Jeonghan menjawab, “Terakhir kulihat ponsel jam empat lebih lima belas. Mungkin aku tertidur setelah itu.”

“Kenapa kau menungguku begitu? Aku pasti pulang, harusnya kau istirahat,” balasnya serius.

Namun, Jeonghan lagi-lagi membuatnya tak bisa marah. “Bagaimana bisa aku beristirahat sementara aku tidak tahu istriku istirahat atau tidak? Bagaimana kalau aku tidur di ranjang dengan nyaman sementara kau kedinginan dan pegal dalam perjalanan? Aku khawatir.”

Khianat [Seventeen Imagine Series]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang