Bab 27. Mengetahui kebenaran

43 14 0
                                    

Hari ini Amara berangkat dari rumah Rianti, setelah semalam ia menginap di sana, karena kini  Arya sudah mengizinkannya untuk bisa tinggal dengan mamanya, walaupun hanya untuk beberapa hari saja.

Pagi itu ketika ia tiba di sekolah, terlihat Maya dan Panji juga baru datang. Setengah berlari Amara mendekati keduanya yang sepertinya tidak menyadari dengan keberadaan dirinya.

“Maya…” panggilnya setelah jarak di antara mereka sudah tidak terlalu jauh.

Mendengar ada yang memanggil namanya, dengan cepat Maya menoleh, seketika dari wajahnya langsung senyuman sumringah begitu dilihatnya adalah Amara yang memanggilnya tadi.

“Hai, Ra!” Maya balas menyapa sambil melambaikan tangannya. Seperti biasanya, pagi ini juga wajahnya terlihat begitu ceria.

“Pagi, Kak!” sapa Amara pada Panji yang berjalan di samping Maya, setelah mereka kini berjalan beriringan.

“Pagi !” balas Panji tanpa menoleh sedikitpun, cowok itu terus saja berjalan dengan pandangannya menatap lurus ke depan.

Sejenak Amara merasa dirinya diabaikan, apalagi saat membalas sapaannya Panji tak sedikitpun melihat ke arahnya.

“Lo nggak di anterin sama Hans?” Tanya Maya karena ia tidak melihat sosok pria yang mengawal Amara tersebut.

“Dia lagi libur dulu,” jawab Amara asal. “Gue nginep di rumah mama tadi malam, ini juga berangkat di anterin sama mama,” jelasnya pada sahabatnya itu dengan wajah penuh senyum.

“Oh, sekarang lo jadi anak mama yah,” ledek Maya sambil tersenyum mencibir.

Amara hanya tertawa mendengar ejekan dari Maya, sedangkan Panji tetap diam tanpa terganggu sedikitpun. Diam - diam Amara melirik lagi ke arah cowok itu, tetap saja sepertinya ia seperti sedang berjalan seorang diri.

Tak terasa mereka sudah sampai di depan kelas, sedangkan Panji sudah berbelok ke kelasnya sebelum mereka sampai.

Sesampainya di kelas, suasana masih terasa sepi, belum banyak murid yang berdatangan, atau mungkin biasanya mereka saling menunggu teman satu gengnya di depan gerbang.

“Ra…” panggil Maya.

“Ya,” balas Amara sambil memalingkan wajahnya ke arah Maya.

“Sebenarnya si pengagum rahasia lo itu Riki atau bukan yah? Gue jadi penasaran, soalnya lo belum tahu kan siapa orangnya,” ucap Maya tampak berpikir.

“kayaknya gue udah nggak mau nyari tahu lagi deh, May.”

“Kenapa?”

“Males ah.”

Tak berapa lama Luna datang berbarengan dengan Rayn, keduanya tampak menampakkan senyum cerah di wajahnya masing-masing.

“Kalian kok bisa barengan sih?” Tanya Maya agak pelan sambil menatap Luna dengan tajam, seolah tatapannya itu seperti seorang polisi yang akan menginterogasi tahanannya.

“Nggak, tadi gue ketemu Rayn di depan,” bantah Luna cepat sebelum Maya berpikiran macam-macam. ”Lagian kan kita sekelas, ya udah kita jalan bareng dari depan.”

Luna meletakkan tasnya di atas meja dan langsung duduk di bangkunya.

Tapi Maya sepertinya tidak percaya begitu saja, ia melirik ke arah Rayn yang duduk tepat di belakang Luna, kemudian menatap lagi ke arah Luna secara bergantian.

“Kamu kenapa sih, May. Aneh banget hari ini,” Luna tampak mengernyitkan keningnya melihat sikap aneh Maya pagi ini, yang terlihat berbeda dari biasanya.

RAHASIA AMARA [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang