Bab 50. Cerita masa lalu

43 4 0
                                    

Hari ini adalah jadwal Amara menginap di rumah mamanya, sepulang sekolah Hans mengantarkannya seperti biasa.

Ketika ia tiba di rumah Rianti, ternyata mamanya itu sedang ada di rumah, sepertinya hari ini tidak ada pekerjaan yang membuatnya harus keluar rumah, atau memang Rianti sudah mencoba mengurangi semua pekerjaannya untuk bisa menemani Amara, saat putrinya itu ada di rumahnya.

"Mama nggak ada pekerjaan yah hari ini?" tanyanya sangat gembira.

"Nggak sayang," Rianti menoleh serta menampakkan senyum hangatnya dan menarik Amara ke sisinya.

Amara langsung duduk di samping Rianti dan memeluknya dengan manja, yang dibalas oleh Rianti dengan sebuah kecupan penuh cinta di keningnya.

"Oh iya, mama ingin tanya sesuatu boleh kan?"

"Boleh, ma."

"Putri cantiknya mama ini udah punya pacar atau belum?"

Mendapat pertanyaan tak terduga tersebut, wajah Amara langsung memerah dan menunduk menahan malu. Ia tak tahu harus jawab apa, untuk berbohong pada mamanya itu, rasanya ia tak berani, haruskah ia jujur sekarang di hadapan mamanya itu?

"Mama kok nanyanya kayak gitu?"

"Lho, kenapa sama pertanyaan mama tadi? wajar kok kalau seorang ibu ingin tahu tentang kehidupan putrinya sendiri," Rianti tersenyum melihat ekspresi wajah putrinya itu yang sudah bisa ditebaknya.

"Kamu sekarang udah enam belas malah mau tujuh belas tahun, berarti sudah usia remaja, mama kira wajar kan kalau anak seusia kamu udah ada yang punya pacar."

Amara masih membisu, tanpa melihat wajah Rianti. Hatinya jadi bimbang, terus menyembunyikan hubungannya dengan Panji atau jujur saja pada mamanya? Dalam hatinya ia terus saja menimbang-nimbang antara jujur atau sengaja berbohong.

"Sayang, kamu mikirin apa? Kok jadi bengong gitu?" suara Rianti menghentakkannya kembali dari alam bawah sadarnya.

"I-iya, ma," Amara tergagap sendiri dan terlihat kacau di depan Rianti.

"Mama nanya kayak tadi itu, karena mama pikir sekarang ini kamu udah mulai dewasa, sudah waktunya mama cerita sama kamu..."

"Cerita apa, ma?" Amara tak sabar mendengarnya dan langsung menyela ucapan mamanya.

"Mama akan ceritakan tentang kisah seorang gadis yang harus berpisah dengan cinta pertamanya," Rianti terlihat menarik napas dalam -dalam sebelum melanjutkannya.

"Gimana, ma ceritanya? Ara pengen dengerin," Amara sepertinya tertarik sekali dengan apa yang akan diceritakan mamanya itu.

Ia langsung memasang wajah seriusnya dan menatap Rianti dengan penuh perhatian. Pertanyaan Rianti yang tadi sempat menyinggung soal apakah ia punya pacar atau tidak saat ini, sepertinya sudah hilang begitu saja dari kepalanya saking antusiasnya.

"Dulu sekali, gadis itu bertemu dengan seorang pemuda yang merupakan cinta pertamanya, waktu itu usianya baru sekitar tujuh belas tahunan, ya seusia kamu sayang, dan pemuda itu sekitar delapan belas, tidak jauh beda. Mereka merajut kisah romantisnya dengan sangat indah, mereka berdua juga punya impian dan harapan yang sangat manis sekali, awalnya nggak ada yang salah dari kisah mereka, sampai suatu hari si gadis tersebut dijodohkan oleh orangtuanya dengan seorang pria yang tak dikenalnya." Rianti tampak menghela napas sebentar.

"Kasihan banget yah, ma." Tanpa sadar Amara bergumam sangat pelan, wajahnya terlihat sedih.

"Ya, kasihan memang, takdir seseorang memang tidak ada yang tahu pasti. Karena gadis tersebut nggak mau mengecewakan orangtuanya, dengan terpaksa ia menerima perjodohan itu, dan dengan perasaan yang teramat sedih dia akhirnya memutuskan hubungannya dengan cinta pertamanya itu, walau pemuda tadi menolak berpisah, tapi ia harus melakukannya demi orangtuanya. Mereka harus berpisah selamanya, meskipun keduanya masih saling mencintai, sebelum berpisah pemuda itu berjanji kalau dia akan selalu mencintai dan menunggunya sampai kapanpun." Sampai di sini Rianti terlihat mengerjap -ngerjapkan matanya yang sudah mengembun, mencoba menahan airmatanya agar tidak mengalir.

Sementara Amara yang terus fokus memperhatikan, ketika melihat mata Rianti yang tampak akan menangis, seolah tersugesti, ia pun jadi ikut terhanyut sedih oleh cerita mamanya itu.

"Kemudian gadis itu benar -benar menikah dengan pria yang dijodohkan oleh orangtuanya. Ketika hari pernikahan tiba, gadis itu melihat si pemuda cinta pertamanya, dan ternyata pemuda itu adalah adik dari pria yang menikahinya. Saat itu tak ada yang tahu bagaimana hancurnya perasaan gadis itu, cinta pertamanya akan jadi adik iparnya sendiri, bagaimana bisa dia harus terus menjalani hidup seperti itu, ia mencintai adiknya tapi menikah dengan kakaknya."

"Akhirnya karena tak kuat lagi dan tak bisa terus berpura -pura, karena hati dan perasaan tidak akan pernah bisa bohong, gadis itu pun memutuskan untuk berpisah juga dan mengakhiri pernikahannya." Rianti menyeka airmatanya pada akhir ceritanya.

"Sayang, kamu tahu gadis yang mama ceritakan tadi, sekarang ini sudah memiliki seorang anak dari hasil pernikannya itu, dan sampai sekarang dia masih belum bisa melupakan cinta pertamanya yang terdahulu."

Dalam perasaan sedihnya, Amara terdiam mencoba mencerna semua cerita Rianti tadi, seketika ia terkejut setelah cukup lama terbawa alur cerita yang menyedihkan, akhirnya ia sadar juga tentang siapa gadis yang ada dalam cerita mamanya tadi.

Amara mendongakkan kepalanya menatap wajah mamanya, seakan ada yang meremas hatinya setelah mendengar kisah cinta segitiga yang mengharu biru antara mamanya, Om Arga, dan Papanya.

Hatinya tiba -tiba menjadi lemas, tak berdaya dan meronta untuk semua yang sudah terjadi. Entah siapa yang harus disalahkan dalam kisah mamanya ini, yang pasti hidup mamanya sudah menderita cukup lama, bukan hanya mamanya saja, tapi juga Om Arga. Tak ada yang bisa memahami penderitaan seseorang kecuali orang yang dicintainya, mungkin seperti itulah yang dirasakan dulu oleh mamanya.

Akhirnya ia teringat akan cerita Om Arga waktu itu yang pernah bercerita juga tentang kisah cintanya yang begitu menyedihkan. Kala itu ia dapat melihat rasa sedih dan pilu yang begitu mendalam dari sorot mata Omnya itu. Berarti mereka berdua memang sudah saling mencintai sebelum mamanya menikah dengan papanya.

"Ma..." panggilnya pelan dan hati-hati.

"Ya, sayang." Rianti mengusap kepalanya dengan lembut.

"Harusnya gadis itu menikah dan hidup bahagia dengan cinta pertamanya itu."

"Jadi itu menurut pendapatmu, dan itu pilihan yang seharusnya diambil gadis tersebut."

"Iya, Ma. Karena menurut Ara, mereka berdua sudah menderita cukup lama, sudah waktunya mereka harus dapetin kebahagiaan kan."

"Jadi seperti itukah seharusnya mereka sekarang ini menurut kamu,"

"Iya, Ma," mengangguk dengan lemah dan merasakan getaran aneh setelah mamanya menceritakan kisah pilu dalam hidupnya.

"Ara... sayang, apa kamu ingin tahu siapa gadis tersebut?"

Amara dengan cepat mengangguk dan berpura- pura seolah ia diburu rasa penasaran ingin mengetahuinya.

"Gadis itu ada di sini, di depanmu, sayang. Gadis itu adalah mama sendiri," menatap Amara begitu dalam, matanya sudah tak bisa lagi menahan rasa sedih yang sudah terpendam cukup lama, kini airmatanya sudah tak terbendung lagi, mengalir begitu saja melewati pipi halusnya.

"Itu adalah cerita masalalu antara mama dan Om Arga, sayang."

"Ara ngerti, Ma. Ngerti banget sekarang, karena hidup mama sudah sangat menderita, sekarang mama pasti bisa bahagia sama Om Arga. Ara yakin banget, Ma."

Amara mengatakannya tanpa ragu sedikitpun, ia seakan bisa memahami perasaan mamanya. Buliran airmata terasa menghangat di kedua pipinya, seiring makin kuat dirinya memeluk Rianti.

Rasa sayang bercampur sedih telah mengaduk-aduk relung hatinya, ia yakin sudah saatnya mamanya harus mendapatkan kebahagiaan setelah semua yang telah dideritanya selama ini, dan kebahagiaannya itu ada bersama Om Arga nya.

Keduanya berpelukan dengan erat, ada dua hati yang merasakan kelegaan atas beban yang sudah terangkat dari dalamnya jurang ketidakberdayaan, dimana hati yang satunya merasakan suka cita setelah berhasil melepaskan semua beban yang selalu mendera hatinya selama ini, dan yang lainnya merasakan kegembiraan sudah terlepas dari prasangka yang membingungkan hatinya.

.

.

RAHASIA AMARA [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang