"Eh... tunggu dulu, jangan sekarang deh kayaknya, gimana kalau kita taruh pas lagi jam pelajaran olahraga aja, biar kelihatan surprise gitu," usul Maya tiba-tiba menahan tangan Luna yang sudah membuka bungkusannya.
"Emang kalau sekarang apa bedanya? Sama aja deh, May." Luna terlihat bingung dengan saran dari Maya.
Amara juga sepertinya jadi ikut heran, ia terlihat mengernyitkan alisnya.
"Iya, emangnya kenapa, May?"
"Gini deh, kalau kita narohnya pas lagi jam olahraga, si Audra itu kan habis lari-lari tuh otomatis habis panas-panasan dia jadi keringetan, capek, terus dia merasakan haus apalagi kalau belum sarapan dia pasti kelaparan juga kan, nah pas dia balik ke kelas dan nemuin ada box macaron di atas mejanya dia, pasti dia bakalan langsung makan tuh," dengan penuh antusias Maya menjelaskan secara rinci rencana mereka untuk mengerjai Audra dengan memberinya sekotak macaron yang sudah Luna siapkan sejak kemarin.
Box macaron merupakan idenya Luna, tapi bukan macaron biasa seperti yang ada di toko kue, karena Luna sudah mengubah krim dalam kue kering yang terbuat dari tepung almond dan putih telur itu dengan pasta gigi yang dicampur dengan balsem super hot. Luna tahu bahwa Audra sangat menyukai kue imut warna warni itu dari teman satu grup cheerleadernya. Jadilah ia menemukan ide seperti itu untuk menjahilinya, dengan menuliskan beberapa kalimat pada secarik kertas yang diselipkan di sisi box hampernya mengatasnamakan Riki, yang menjelaskan seakan-akan macaron itu dikirim oleh cowok itu untuk dirinya.
Sangat jahat memang, tapi biarlah, mereka sudah sepakat untuk membalas atas semua yang diakukan Audra, karena jika dibandingkan dengan semua bulliyan ke setiap korbannya, apa yang direncanakan saat ini tidaklah separah atau sejahat apa yang sudah pernah cewek itu lakukan dulu.
Kemungkinan Audra hanya akan merasakan sensasi mulutnya yang kepedasan dan terasa panas akibat mengunyah macaron berisi campuran pasta gigi dan balsem. Tidak ada yang akan mengalam keracunan, hanya saja dia pasti akan berteriak kaget karena macaronnya tidaklah semanis seperti biasanya.
"Gimana? Ide gue briliant kan?" Maya terlihat cukup bangga sambil memuji dirinya sendiri.
"Boleh juga tuh, May. Iya deh nanti gue taroh pas kalian udah ngumpul di lapangan oke,"
"Oke."
"Deal."
Ketiganya saling membenturkan punggung tangan masing, menyepakati rencana mereka pagi ini. Dari wajah ketiganya terlintas senyuman licik yang hanya bisa difahami oleh mereka masing-masing.
Waktu berjalan tanpa terasa, Imel sudah tiba ketika bel pelajaran hampir bunyi, seperti kebiasaannya dari dulu kali ini ia hampir terlambat lagi. Beruntungnya dia masuk tepat beberapa detik sebelum Pak Zein tiba, napasnya yang terengah-engah akibat berlari dari gerbang sampai ke dalam kelas membuat keningnya sedikit basah oleh keringat di pagi yang masih terasa dingin dan sejuk.
Ketiga sahabatnya yang menyaksikan aksinya, hanya bisa menahan senyum, belum juga disuruh lari beberapa putaran di jam olahraga, ternyata Imel sudah berlari duluan.
"Lo telat lagi ih, Mel." Amara mencibir dengan usil.
"He... he... dikit kok," kilahnya sambil terkekeh pelan.
Selanjutnya kelas terasa hening seperti biasanya ketika Pak Zein sudah berdiri, bersiap memeriksa tugas ataupun PR yang diberikan sebelumnya, sesaat sebelum ia menjelaskan pelajaran hari ini.
Selama pelajaran berlangsung, konsentrasi Amara selalu saja berpencaran tak tentu arah, kadang ia tak bisa berhenti membayangkan kembali wajah marah Panji pagi tadi, terkadang juga pikirannya melayang ke Audra yang sebentar lagi pasti cewek itu akan menjerit kepedasan karena memakan macaron dari Luna. Semuanya terus saja berseliweran di dalam kepalanya tanpa bisa dibendung atau disingkirkan. Terkadang muncul, terkadang hilang tanpa disadarinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAHASIA AMARA [Tamat]
Fiksi RemajaAmara, hanya cewek enam belas tahun dengan segudang permasalahan di sekitar kehidupannya, tapi ternyata selama ini ia punya beberapa rahasia yang mulai terkuak satu persatu, mulai dari kenyataan bahwa dirinya ternyata putri dari seorang aktris terke...