Bab 13. Pernyataan mama

66 31 6
                                    

Hampir seminggu sudah, semenjak papanya menjelaskan tentang hubunganya dengan Bu Nindi kepada Amara, yang semakin hari semakin banyak perkembangan. Dan tampaknya mendekati ke jenjang yang lebih serius, begitu juga hubungan Bu Nindi dan Amara makin akrab saja baik di sekolah maupun saat Bu Nindi datang ke rumahnya.

Kini keduanya sudah tidak terlihat canggung lagi seperti di awal-awal, saat di rumah Amara sudah terbiasa memanggil Bu Nindi dengan sebutan tante dan mungkin ke depannya akan berubah menjadi mama.
Terkadang Amara selalu merasa geli sendiri saat sedang membayangkan semua yang sudah terjadi dalam hidupnya ini.

Minggu pagi ini, matahari sudah membiaskan cahayanya ke seluruh permukaan bumi. Membuat embun yang terlihat masih menempel di dedaunan harus rela meluruh bersama udara yang menguap, dan terhempaskan oleh hangatnya pancaran sinar sang penyemangat pagi.

Amara masih meringkuk dibawah selimut cream tebalnya, rasanya ia begitu malas untuk beranjak dari tempat tidurnya.
Namun ia teringat bahwa hari ini Om Arga-nya akan mengajaknya ke acara fashion show yang akan menampilkan rancangan terbarunya di awal bulan ini, yang katanya akan bertemakan 'Beautiful in the Rain', tema yang sangat cocok untuk awal musim hujan yang sudah mulai mengguyur setiap harinya. Ketika Arga mengatakan temanya saja, membuat Amara tertarik apalagi melihat langsung jadinya ia setuju untuk ikut dengan Arga.

Dengan perasaan malas, akhirnya ia menuju ke kamar mandi untuk membasuh mukanya supaya segar, walaupun awalnya terasa dingin saat ujung jarinya mulai menyentuh air yang mengalir dari kran, tapi setelah air menyentuh kulit wajahnya terasa sensasi segar menyeruak menggantikan hawa dingin yang dirasakannya sejak tadi.

Saat ponselnya tiba-tiba berdering dengan kencang, Amara segera keluar dari kamar mandi dan tangannya dengan cepat meraih ponsel yang tergeletak di atas meja belajarnya, lalu diusapnya layar ponselnya, tampak dengan jelas tertera nama Luna disana, di gesernya tanda panggilan yang berwarna hijau itu.

“Hallo!” terdengar suara Luna di seberang sana.

“Ya Lun, ada-apa nih? tumben banget pagi gini udah nelpon.”

“Lo kok jahat banget sih, Ra?”

“Gue? Jahat? Maksud lo apa?” Amara tertegun mendengar kalimat terakhir yng diucapkan Luna.

“Lo kok nggak pernah bilang ke kita sih kalau lo itu anaknya seorang Rianti Darwis?”

Mendengar nama yang disebut Luna tadi sontak tubuh Amara mendadak lemas tak berdaya, tangannya menjadi gemetaran dan hampir saja ia menjatuhkan ponsel yang menempel di telinga kirinya.

Ketiga sahabatnya memang tak pernah ada yang tahu siapa dan dimana mamanya, Amara hanya mengatakan kalau mama dan papanya sudah bercerai, lagipula mereka tak pernah sekalipun bertanya secara detail tentang sosok mamanya tersebut.

“Luna… lo… lo tahu…dari mana?” Terbata-bata suara Amara terasa berat di kerongkongannya.

“Aduh lo nggak nonton infotainment pagi yah? atau jangan bilang lo juga nggak nonton mama lo tadi malam di sebuah acara talkshow,Ra?”

“Hah talkshow? Mama?”Amara mendadak bingung sendiri dengan serentetan pertanyaan dari Luna.

Belum pulih kagetnya saat Luna menyebut nama mamanya juga, Luna sudah memberondongnya lagi dengan beberapa pertanyaan yang tak mungkin bisa dijawabnya lewat ponselnya. Duh! kenapa sekarang Luna berasa seperti Maya sih? mendadak cerewet, dia udah tahu tentang gue sama mama?? Harus gimana yah jelasinnya?? Apa mama menceritakan dirinya di dalam sebuah acara talkshow?? Amara jadi pusing sendiri.

Apalagi saat Luna mengatakan, kalau siang nanti ia dan Imel serta Maya akan datang ke rumahnya-Kacau deh!!! Mereka pasti sudah tahu tentang mama. Amara tampak berpikir keras dan setelah menaruh kembali ponselnya, dengan secepat kilat ia berlari menuju ruang tengah, langsung menyalakan tv dan mencari-cari chanel yang ada infotainment pagi seperti yang di katakan Luna tadi saat menelponnya.

RAHASIA AMARA [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang