"Ra, hari ini pulang ke rumah mama lo lagi nggak?" tanya Imel saat bel pulang sudah berbunyi dan secara otomatis mengakhiri kelas mereka hari ini.
"Nggak, hari ini gue ke rumah papa, soalnya gue udah tiga hari di rumah mama."
"Oh, gitu yah," sela Maya dari arah belakang. "Terus yang jemput lo siapa, Ra?"
"Kayaknya Mang ujang, soalnya gue bilang sama Hans, kalau dia nggak usah jemput gue satu minggu, pasti dia masih libur karena disangkanya gue masih pulang ke rumah mama he... he..." jelas Amara sambil tertawa dengan wajah usilnya yang langsung dibarengi tawa ketiga sahabatnya.
"Ughh... kok jadi kangen ngumpul bareng nih! Kapan dong kita ketemuan sama-sama lagi?" celoteh Luna tiba-tiba yang diangguki Maya yang sudah berdiri dari kursinya.
Memang sudah beberapa minggu belakangan ini mereka jarang kumpul bersama, baik itu untuk sekadar bermain maupun saat ada tugas kelompok. Apalagi semenjak Amara selalu dikawal oleh Hans. Cewek itu jadi semakin merasa dibatasi untuk bisa main bareng ketiga sahabatnya.
"Iyah nih, gue juga kangen kita main bareng lagi, tapi papa gue belum ngijinin gue kemana-mana, jadinya rada susah mau main bareng kalian juga," sahut Amara menoleh ke arah ketiganya secara bergantian dengan tatapan tak berdaya.
"Ya sudah lain kali saja deh, masih banyak waktu kan kita sebelum ujian akhir semester, sama sebelum naik kelas dua belas juga," timpal Maya dan terdengar begitu senangnya saat mengucapkan kalimat terakhirnya, wajah ekspresifnya itu dipenuhi dengan senyuman lebar.
"Iya juga yah, kita bakal naik kelas dua belas kan sebentar lagi, nggak kerasa yah," tandas Luna terlihat antusias.
Ahkirnya mereka berempat meninggalkan kelas yang sudah mulai lengang dan sepi. Mereka berjalan melewati koridor menuju arah depan gerbang sekolah.
"Dahh!!!..semuanya gue duluan," pamit Luna yang yang terlihat sumringah saat mobil yang menjemputnya sudah menunggu di depan gerbang.
"Gue juga duluan yah!" Imel melambaikan tangannya dan berlalu meninggalkan dua sahabatnya yang masih berdiri diam di tempatnya.
Kini tinggal Amara berdua dengan Maya yang terlihat celingukan dan matanya selalu melihat ke sembarang arah seolah mencari seseorang, dan yang pasti orang yang sedang dicarinya itu adalah sosok Panji. Amara sudah tahu tanpa bertanyapun.
Dan adegan selanjutnya pasti akan diwarnai dengan gerutuan dan juga umpatan sebagai pelampiasan kekesalan Maya terhadap kakaknya itu, yang selalu dianggapnya nyebelin dan suka bikin kesal setiap menunggunya saat pulang sekolah seperti sekarang ini.
Tak berselang lama Panji muncul di hadapan kedua cewek yang tengah menunggunya itu, dan seperti biasanya dia langsung mendapat serangan kata-kata dari Maya.
Namun dengan santainya ia tak sedikitpun menggubris semua omelan adiknya itu, malah dengan sengaja ia menarik tangan Amara menjauh dari tempatnya Maya berdiri, mengedipkan sebelah matanya dengan nakal pada Amara."Kakak...awas yah!" Maya yang tak menduga dengan tingkah kakaknya itu dengan refleks meneriaki Panji dengan suara cemprengnya dan tampang cemberutnya terlihat begitu menggemaskan.
Amara yang merasa tangannya ditarik terlonjak kaget dan langsung menepiskan tangannya, sementara Panji langsung menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang.
"Eh, aku salah pegang, kirain tangan adikku yang bawel ternyata..." Panji tak sempat melanjutkan kalimatnya karena Maya sudah menghampirinya serta memukul lengannya dengan tas ransel.
"Dasar jahat," umpatnya puas setelah melihat ringisan Panji yang terlihat kesakitan akibat pukulannya tadi.
"Rasain, makanya jangan suka nyebelin," omelannya masih berlanjut sampai mereka berada di depan sebuah mobil berwarna silver.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAHASIA AMARA [Tamat]
Teen FictionAmara, hanya cewek enam belas tahun dengan segudang permasalahan di sekitar kehidupannya, tapi ternyata selama ini ia punya beberapa rahasia yang mulai terkuak satu persatu, mulai dari kenyataan bahwa dirinya ternyata putri dari seorang aktris terke...