Bab 36. Panji sakit

46 9 0
                                    

Sesampainya di rumah hari belum begitu gelap, Amara yang masih dalam keadaan kacau, wajahnya terlihat begitu lesu dan berantakan.

"Wah, putri papa sudah pulang lagi, kayaknya lemas banget, capek yah?" tanya Arya begitu melihat Amara berjalan dengan langkah yang gontai.

"Kan kata papa sendiri pulangnya jangan terlalu malam, jadi Ara pasti akan tepat waktu dong," sahutnya sambil coba tersenyum.

Arya jadi ikut tersenyum setelah mendengar jawaban putrinya itu kemudian ia berkata. "Ya sudah, kalau kamu capek, cepetan mandi terus istirahat dulu saja, nanti papa tunggu di meja makan, kita makan bareng oke."

"Ya, pa!" Mengangguk pada Arya dan berjalan ke arah kamarnya.

Sebenarnya bukan hanya badannya saja yang lelah, tapi hatinya lebih lelah lagi karena dari tadi ia sudah berkata  tidak jujur pada Luna. Otomatis ia jadi merasa bersalah juga pada sahabatnya itu.

Dengan cepat diambilnya charger ponsel dan menyambungkannya ke ponsel, supaya bisa dengan cepat pula ponselnya itu terisi daya, dengan begitu ia bisa menghubungi Panji kembali dan meminta maaf padanya.

Duh! Kenapa sih semuanya kok berantakan banget hari ini, kira - kira kak Panji masih disana atau nggak yah??  harusnya tadi gue itu nolak ajakannya Luna, bukannya ikutan pulang bareng dia, Memikirkan cowok itu Amara jadi benar - benar dihinggapi rasa bersalah.

Seandainya tadi ia tidak bertemu Luna, seandainya ia tidak pergi ke toilet dan seandainya.... penyesalannya tidak hanya sampai di situ saja.

Ini semua kesalahfahaman. Tidak, ini bukan kesalahfahaman tetapi kesalahan besar. Jika dua orang pergi bersama, kemudian salah satunya meninggalkan yang lainnya tanpa menghubunginya terlebih dulu, jelas itu merupakan sebuah kesalahan besar. Kalau misalkan ia ada di posisi Panji, pastilah saat ini ia kebingungan sendirian. Tidak tahu harus bagaimana menghubunginya.

Segera ia meraih ponselnya dan coba menghubungi Panji, tapi yang ada malah ponsel cowok itu tidak aktif dan tidak terhubung sama sekali. Dimana dia sekarang ini masih menunggukah atau sudah pulang ke rumahya? Apa dia akan marah?

Hati Amara semakin bertambah kacau, rasa bersalah dalam hatinya sudah begitu mendalam. Ia harus secepatnya menjelaskan tentang semua yang telah terjadi sore tadi.

Seketika ia ingin menghubungi Maya untuk menanyakan keberadaan Panji, tapi hatinya menolak. Bagaimana kalau Maya jadi curiga ketika ia bertanya tentang Panji pada saat ini.

Dengan perasaan campuraduk dihempaskannya tubuhnya ke atas tempat tidur seolah melemparkan semua beban di dadanya, berusaha memejamkan matanya walau tidak merasakan kantuk.

   -------

Keesokan harinya Amara masih tidak bisa menghubungi Panji, untuk meminta maaf sekaligus menjelaskan semua kejadian kemarin sore.

Sebenarnya apa yang sudah terjadi pada Panji sampai ponselnya tidak bisa dihubungi hingga pagi ini? Sebegitu marahkah dia sampai tak mau dihubungi?
Ketika tiba di sekolah Amara melihat Maya baru saja turun dari mobil papanya dan terlihat hanya sendirian.

"Pagi, May!" Sapa Amara melambaikan tangannya ke arah Maya.

"Pagi juga, Ra!" balas Maya agak lesu setelah jarak mereka sudah cukup dekat, tidak ada wajah full senyumnya yang sudah biasa terlihat.

"May, lo dianterin sama papa kamu, kok nggak bareng sama kak Panji?" tanyanya ketika sosok Panji tak terlihat.

"Kakak gue nggak bisa masuk hari ini, Ra. Dia sakit." jawabnya pelan, tetapi dari nada suaranya terdengar tanpa semangat.

Jawaban Maya barusan sukses membuat Amara terkejut, kedua telapak tangannya tampak berusaha menutupi mulutnya yang tanpa sengaja melebar, yang mana merupakan efek dari rasa kagetnya.

RAHASIA AMARA [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang