Siang itu langit sudah terlihat mendung lagi dan kemungkinan hujan akan segera turun, akhir -akhir ini cuaca buruk dan hujan lebat memang sering terjadi, sama halnya dengan cuaca saat ini suasana hati Amara juga tampaknya sedang buruk.
Dari sesudah istirahat sampai jam terakhir ia tak bisa fokus dengan pelajarannya hari ini, hati dan pikirannya sedikitpun tak bisa beralih dari wajah Panji yang terluka akibat perkelahian tadi.
"Gue duluan yah," Amara melambaikan tangan pada ketiga sahabatnya.
"Yuk bareng, kakak gue juga pasti udah nungguin dari tadi," Maya yang sudah berada di sampingnya langsung menggandeng tangan Amara, menariknya pergi menuju area parkir.
Begitu mereka tiba di sana, terlihat Hans sudah bersiap membukakan pintu mobil untuknya, dan di sebelahnya Panji tampak menyandarkan tubuhnya ke pintu depan mobil miliknya, sepertinya cowok itu juga sedang menunggu Maya, senyum tipis muncul dari sudut bibirnya ketika Amara menoleh ke arah dirinya.
Luka di pipinya kini semakin jelas terlihat dan meninggalkan jejak dengan warna biru keunguan, tanpa sadar Amara mengusap pipi kirinya, seolah ikut merasakan sakitnya luka yang ada di wajah Panji, seketika hatinya merasa begitu bersalah atas apa yang sudah terjadi pagi tadi.
Amara tertegun di depan pintu yang sudah terbuka, matanya masih mengikuti sosok Panji yang kini sudah masuk ke dalam mobil bersama Maya, bahkan teriakan dan lambaian Maya pun tak ia hiraukan.
"Ayo! nona Amara," tiba -tiba suara tegas Hans mengagetkannya, segera ia masuk ke dalam mobil.
Setelah itu Hans langsung melajukan mobilnya dan mengantarnya pulang, dan tak berapa lama titik -titik air hujan mulai turun, aroma tanah yang tersiram air hujan mulai menyeruak dan embusan angin dingin mulai merayap menciptakan hawa kesejukan setelahnya.
Amara menatap jendela yang tampak basah dan berembun, tatapannya terlihat hampa, tapi ada sedikit senyuman yang terlihat dari sudut bibirnya, ketika ingatannya kembali melayang pada saat jam terakhir tadi.
Waktu jam terakhir itu adalah jam pelajaran Pak Bayu, dan kebetulan sekali gurunya itu sedang ada kegiatan di luar sekolah jadi tidak bisa masuk ke kelas. Hati Amara yang saat itu terus saja memikirkan Panji seakan mendapat sedikit celah untuk bisa menemui cowok itu, hanya sekadar melihat dan memastikannya bahwa Panji tidak kenapa-napa setelah perseteruannya dengan Riki tadi.
Diam - diam Amara pergi mengintip ke kelas Panji, tapi cowok itu tidak terlihat di sana, sesaat ia bingung dan berpikir kemana harus mencari Panji jika cowok itu tidak ada di kelasnya, apa mungkin Panji sedang mendapat hukuman lainnya seperti kejadian dulu, sewaktu mereka berdua secara tak sengaja tertangkap basah oleh Pak Wisnu.
Sebenarnya ia malas juga untuk kembali lagi ke kelas karena tugas yang diberikan sudah selesai dikerjakannya, yang ada di kelas juga hanya diam saja, atau mungkin ngobrol dengan ketiga sahabatnya sambil menunggu bel terakhir bunyi.
Akhirnya dengan langkah lesu, Amara berjalan menuruti langkah kakinya, dan tanpa disadarinya ia sudah berdiri di dekat taman belakang tempat awal mula perseteruan pagi tadi dengan Riki.
Cukup lama ia berdiri di sana, mengingat kembali bagaimana sikap Riki pagi itu yang mengatakan kalau dia tidak ingin putus begitu saja, dan jika dilihat dari tatapan dinginnya itu, sepertinya cowok tersebut tidak main -main dengan ucapannya. Namun Amara sudah terlanjur muak melihat wajahnya, meskipun dulu Riki itu cukup keren di matanya, tapi setelah mendengar cerita dari Rayn bahwa Riki hanya mempermainkannya, semua perasaan kekagumannya selama ini hilang begitu saja. Apalagi saat melihatnya berantem dengan Panji membuat rasa benci dihatinya tidak tertahankan lagi, ia tak akan pernah mau melihat wajahnya atau berbicara dengannya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAHASIA AMARA [Tamat]
Teen FictionAmara, hanya cewek enam belas tahun dengan segudang permasalahan di sekitar kehidupannya, tapi ternyata selama ini ia punya beberapa rahasia yang mulai terkuak satu persatu, mulai dari kenyataan bahwa dirinya ternyata putri dari seorang aktris terke...