Amara melihat ke sekeliling kelas. Ya ampun! seperti biasa kalau tidak ada guru yang masuk pasti suasana kelas jadi tidak karuan. Tak ada yang perduli dengan tugas yang diberikan sebelumnya, bahkan tak ada yang perduli dengan keberadaan dirinya. Mereka asyik sendiri dengan kebiasaannya masing-masing, ada yang lumayanlah--masih terkesan baik--membaca buku walau tak tahu apa benar-benar membaca buku pelajaran, atau entah buku apa yang sedang dibaca tersebut. Seperti inilah keadaan kelasnya, kelas sebelas di SMA PERSADA, salah satu sekolah terfavorit tempatnya belajar saat ini.
Amara melirik ke arah Audra cs yang duduk di bangku pojok kanan kelas. Mereka terlihat tertawa cekikikan saat melihat ke arah dirinya. Entahlah, mereka sedang menggosip tentang siapa lagi, yang pasti Amara sangat tidak suka melihat sikap mereka yang selalu saja mengejeknya dan tak pernah bosan mengatainya cewek aneh, cupu, kuper, dan entah julukan apalagi yang yang akan mereka sematkan untuk dirinya.
Meskipun Amara sendiri juga merasa dirinya hanya cewek enam belas tahun, dengan postur tinggi badan yang semeter lebih enam puluh senti. Wajah bulatnya memang manis sih, apalagi dengan gaya rambut kuncir ekor kudanya, apa tak bisakah Audra tak menatapnya dengan tatapan sinis setiap ia melewati bangkunya seperti tatapan seorang musuh pada lawannya.
Pintu kelas terbuka secara perlahan, seorang cewek berambut pendek muncul dengan tas ransel besar di punggungnya kembali menutup pintu pelan-pelan. Senyum lebar tersungging dari bibirnya pertanda ia merasa lega, karena di kelas tidak ada seorang gurupun, jadi ia tak akan mendapatkan hukuman atas keterlambatannya kali ini. Cewek itu Imel--sahabat Amara-- langsung duduk di sebelahnya.
"Selamet deh! untung Pak Danu nggak masuk," Imel menghembuskan nafas lega sembari mengusap dada.
"Lo telat lagi?" tanya Amara penuh selidik yang hanya dibalas anggukan pelan oleh Imel.
Memang sudah kebiasaan dari dulu, sejak pertama kenal dengan Imel ketika orientasi sekolah, ia selalu datang terlambat dan sampai sekarang kebiasaan telatnya itu tak pernah hilang. Setiap kali ditanya kenapa sering terlambat melulu jawabannya pasti bangun kesiangan, memangnya jam berapa sih dia tidur?
Lama kelamaan Amara sudah terbiasa dengan kebiasaan sahabatnya itu. Meskipun suka merasa kasihan juga dengan keterlambatannya itu, apalagi jika jam pertama pelajaran gurunya suka tepat waktu, sudah bisa dipastikan ia akan kena hukuman mulai dari berdiri di depan kelas sampai dikeluarin dan tidak boleh ikut pelajaran.
Bahkan sekarangpun, seandainya Pak Danu masuk kelas Imel pasti akan kena hukuman, apalagi ia terlambat hampir setengah jam pelaran."Lo sudah ngerjain PR belum?" Imel mengeluarkan buku catatan IPAnya dan membuka halaman demi halaman yang masih terlihat kosong karena belum ditulisi.
"Belum semuanya sih," Amara memberikan bukunya walau Imel tidak bilang mau lihat PR nya--maksudnya sih nyontek-- ia sudah bisa memastikan kalau sahabatnya itu akan menyalin dari bukunya untuk PR yang kemarin karena dia pasti belum mengerjakannya, ah!! Imel selain tukang terlambat ternyata dia tukang nyontek juga. Imel tersenyum sambil membuka buku Amara dan langsung menyalin di buku miliknya.
"Ra, lo udah tahu belum gosipnya si Audra?" bisik Imel di telinga Amara sembari melirik sekilas ke arah Audra cs yang masih asyik ngerumpi di pojok kelas.
Amara menggelengkan kepalanya. "Emang kenapa sama Audra?" tanyanya mulai penasaran.
"Sekarang dia tuh lagi deketin Riki."
"Riki anak IPA 2? yang bener nih? Riki calon ketua OSIS kan?"
"Ya siapa lagi."
"Lo tahu dari mana?" Amara benar-benar kaget setengah mati, kedua matanya tampak membulat.
Masa sih Riki mau jadian sama Audra? kalau itu beneran terjadi gue jadi orang pertama yang nggak rela banget, soalnya Audra sama Riki itu nggak cocok. Riki kan beda sama cowok lainnya dia itu pinter, keren, ganteng dan yang pasti gayanya itu cool abis, dari sejak pertama masuk sekolah gue tuh udah suka sama dia sampai sekarang gue masih naksir berat sama dia. Meskipun lucu kayaknya gue kenal dia, tapi dia nggak tahu kenal gue apa nggak yah? yang pasti hati gue cemburu saat ini, saat tahu cowok yang gue suka dari dulu direbut Audra. Oh!! kenapa harus Audra sih? Kenapa hati ini jadi terasa panas, mungkin rasa cemburu ini terlalu besar, hati kecil Amara menjerit tak rela.
"Lo mau tahu ceritanya nggak?" Imel benar-benar membuat Amara begitu penasaran sekaligus membuat rasa cemburu dalam dadanya makin meledak-ledak.
"Kemarin waktu gue jalan bareng adik gue ke mall, gue lihat dia bareng Riki gandengan tangan gitu deh. Ih!! sebel gue lihat gayanya tuh!! sok kecentilan banget."
"Lo yakin Mel?"
"Iya lah seratus persen yakin, karena waktu itu gue ngikutin mereka sampai mereka beli gantungan yang couple-an terus si Audranya manggil sayang segala, Ra."
"Kalau gitu benar berarti mereka udah jadian. Kok mau yah Riki sama si Audra?" gumam Amara pelan hampir tak kedengaran.
Ih... bisa-bisanya Riki mau sama cewek model Audra. Harusnya dia itu milih cewek yang pendiam, pinter, anggun, setidaknya gue nggak terlalu sakit hati lihatnya, ingin rasanya Amara berteiak sekencang-kencangnya, pagi-pagi begini sudah mendengar gosip yang tak enak di telinga.
Memang tak bisa dipungkiri Audra itu sangat cantik, rambut lurusnya yang sebahu selalu terlihat indah, kulitnya putih, warna mata coklatnya yang katanya mirip mamanya yang indo Bali-Australi bisa memikat setiap cowok yang memandangnya, apalagi Audra adalah anggota tim cheerleader. Makanya dia ada diantara deretan cewek terpopuler di mata para cowok. Sampai Cangga, ketua tim basket bisa takluk sama Audra, tapi entah kenapa tiba-tiba Audra mutusin Cangga secara sepihak mungkin saja alasannya Riki. Bisa jadi sih!!!
"Lo kenapa, Ra?" tiba-tiba Imel menatap Amara dan mendekatkan wajahnya.
"Lo sakit yah? kok wajah lo merah gitu?" ia lalu menyentuh pipi Amara lembut.
"Nggak, gue nggak kenapa-napa," Amara tersenyum lebar. Ia berusaha menyembunyikan perasaannya. Ia tak mau kalau Imel sampai tahu bahwa selama ini ia naksir berat sama Riki.
Apalagi sekarang ini ia begitu cemburu mendengar Audra sama Riki, meskipun Imel sahabatnya, ia tak mau ada yang tahu soal perasaanya selama ini. Biarlah jadi rahasia sampai kapanpun, itupun kalau tidak keceplosan karena kalau ada yang tahu--apalagi Imel--pasti bakalan malu banget.
Tet... Tettt !!!
Suara bel tanda pelajaran ketiga akan dimulai sudah terdengar di telinga Amara. Ia menarik nafas lega karena Imel sudah tidak bertanya lagi. Ia sibuk mengeluarkan catatan IPAnya. Beberapa menit berikutnya Bu Ratih sudah masuk, dan seperti biasanya langsung menjelaskan materi pelajaran hari ini, dengan rincinya menjelaskan tentang klasifikasi makhluk hidup, lima kingdom, dan macam-macam tingkatannya, tapi Amara sudah tak memperhatikan lagi, karena di kepalanya malah ada bayangan Audra dan Riki yang lagi jalan bareng. Cewek itu benar-benar sudah terbakar rasa cemburunya sendiri.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAHASIA AMARA [Tamat]
Teen FictionAmara, hanya cewek enam belas tahun dengan segudang permasalahan di sekitar kehidupannya, tapi ternyata selama ini ia punya beberapa rahasia yang mulai terkuak satu persatu, mulai dari kenyataan bahwa dirinya ternyata putri dari seorang aktris terke...