Bab 62. Itu sudah cukup

47 13 6
                                    

"Amara, bisa bantu ibu nggak?" tiba-tiba Bu Fira, sang penjaga perpustakaan muncul dari balik lemari buku yang setengah terbuka. Saat itu matanya sedang mencari sosok Panji di sana.

"Iya bisa, Bu." segera Amara menoleh dan melihat beberapa map yang berisi data beberapa siswa yang menumpuk di dalam lemari tersebut, sepertinya Bu Fira ingin dia membantunya membawa semua map tersebut untuk dipindahkan ke lemari yang lain.

Bu Fira mengambil setumpuk map tersebut dan menyerahkannya pada Amara. Kemudian menatapnya sambil tersenyum ramah.

"Tolong bawakan map ini ke ruang sekretariat OSIS, maaf yah ibu udah ngerepotin kamu."

"Nggak, nggak ngerepotin kok, Bu. Apa ada yang lain lagi atau cuma ini saja, Bu?"

"Iya itu saja, terimakasih yah sebelumnya," angguk Bu Fira masih tersenyum merasa sudah terbantu oleh Amara.

"Iya sama-sama, Bu. Kalau gitu saya pergi dulu, Bu."

Segera Amara membawa setumpuk map tersebut ke ruang OSIS. Namun saat ia keluar dari perpustakaan mendadak langkahnya terhenti sejenak, seketika mengingat ucapan Bu Fira tadi, ia harus ke ruang OSIS dan itu artinya ia akan bertemu dengan Riki di sana. Cowok yang paling dihindarinya dan selalu membuat suasana hati buruknya muncul secara tiba-tiba.

Duh!! moga aja, tuh cowok lagi nggak ada di sana. Malas banget lihatnya... Amara terlihat menahan kesal ketika teringat Riki lagi.

Meskipun begitu, akhirnya ia pergi juga ke ruangan OSIS seperti yang diperintahkan Bu Fira. Dengan memangku semua map yang ada, ia berjalan dengan hati-hati supaya tidak menjatuhkan mapnya.

Brakk...

Tanpa sengaja seorang cowok yang berlari dari arah belakang menyenggol lengannya, sehingga Amara kehilangan keseimbangan dan hasilnya semua map yang ada dipangkuannya jatuh berserakan di atas lantai.

"Wah, sorry banget, aku buru-buru nggak bisa bantu nih," cowok tersebut berhenti di depannya dengan menangkupkan kedua telapak tangan di dadanya, meski sudah meminta maaf dengan tulus, tapi pada akhirnya berlari kembali menjauhi Amara tanpa sempat membantunya.

"Huh... dasar nambah kerjaan saja," Amara menggerutu sendirian, menatap sebentar map-map yang jatuh berserakan kemudian berjongkok memungutinya satu persatu.

"Lagian ngapain coba lari-lari kayak dikejar setan aja," memungut map yang terakhir dan matanya tiba -tiba terkunci pada sepatu yang tepat menginjak map yang akan diambilnya.

"Kasihan banget... harus mungutin ck... ck... kalau gue sih jijik banget ieww..." setelahnya terdengar suara-suara cewek tertawa mengejek dirinya.

Amara sangat mengenal dengan jelas suara tersebut, perlahan ia mendongakkan kepalanya menoleh pada Audra yang berdiri dengan angkuhnya sambil menginjakkan sepatunya di atas map yang tergeletak di lantai.

Amara mengerutkan bibirnya, merasa jengkel dengan tingkah cewek itu. Tak cukup buruk sampai di situ saja, Audra kemudian menumpahkan sisa milkshake yang dibawanya ke atas map tersebut, hingga terlihat kotor. Dan dua cewek di sisi kanan kirinya terlihat tertawa cekikikan melihatnya.

Amara berdiri sambil menatap geram, berjalan selangkah lebih maju ke depan wajah cewek yang masih menatap angkuh padanya, tapi ia masih berusaha menahan emosinya. Dulu ia juga pernah menumpahkan jus jeruk ke seragam cewek itu, dan jika diingat-ingat lagi rasanya menjijikan sekali melakukan perbuatan tersebut, meskipun awalnya hanya sebagai pembelaan diri.

Semua tindakan Audra harus segera diakhiri, itu sudah cukup, yang pasti cukup mengganggunya. Ia tak mau Audra masih salah mengira jika dirinya dan Riki masih punya hubungan, ia harus jelaskan semuanya dari sekarang. Matanya kembali menuju map yang sudah hancur, dengan sekali tarikan nafas ia mulai berkata dengan penuh ketenangan.

RAHASIA AMARA [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang