"Kalian bisa kerjakan tugasnya secara berkelompok dan harus selesai dalam waktu tiga hari dari sekarang, tidak ada waktu untuk susulan," dengan lantang suara Pak Danu mengultimatum seisi kelas, tampang killernya bercampur dengan logat batak yang kental membuat semua murid tak ada yang berani lagi untuk bisa membantah atau membuat alasan supaya terbebas dari tugasnya.
"Baik pa!" Serempak semuanya menjawab walau dengan wajah yang terlihat lesu.
"Baguslah, jangan sampai ada yang tidak mengumpulkan, kalau tidak mau nilai kalian kurang dari kkm nantinya," setelahnya Pak Danu tidak mengatakan apa -apa lagi karena seluruh jam pelajaran memang sudah habis, setelah mengakhiri pelajarannya dan menutup dengan salam ia keluar dari kelas.
"Kita harus cepet -cepet beresin tugasnya nih," Imel terlihat panik karena memang ia paling takut kalau nilainya di rapot nanti ada yang bolong -bolong.
"Ya sudah, gimana kalau kita ngerjain tugasnya di rumah gue aja, kita sudah lama kan nggak ngumpul bareng," usul Maya sambil memasukkan semua buku -bukunya ke dalam tas ranselnya.
"Oke... gue setuju," sahut Luna melirik satu persatu ketiga sahabatnya.
Imel terlihat mengangguk senang sambil tersenyum lebar, ia langsung menggendong tasnya dan menggandeng tangan Amara yang hanya terlihat diam saja.
"Lo kenapa, Ra? Kok diam saja sih dari tadi," tanyanya sambil mengamati wajah Amara.Amara dengan refleks menggelengkan kepalanya dan langsung menoleh, "nggak kenapa - napa." sahutnya kemudian.
Padahal saat ini, hatinya sedang tidak karuan antara senang dan sedikit takut, tentu saja ia senang bisa bertemu Panji jika mereka pergi ke rumah Maya, akan tetapi ia juga menjadi agak takut jika nantinya Panji benar - benar sangat marah padanya karena masalah kemarin. Meski begitu, dicobanya untuk tetap bersikap setenang mungkin, apalagi di depan ketiga sahabatnya.
"Oke, kita ngerjain tugasnya di rumah Maya," akhirnya Amara mengangguk pertanda setuju.
"Jadi kita deal ke rumah gue kan," Maya terlihat senang sekali.
Akhirnya mereka sepakat pergi ke rumah Maya, mereka berempat bergegas menuju parkiran, dimana Hans telah menunggu seperti biasanya.
"Hans, tolong anterin ke rumah Maya, hari ini kita mau ngerjain tugas kelompok di sana," Amara menyuruh Hans untuk mengantarnya dan ketiga sahabatnya.
"Baik, nona Amara," tanpa bertanya apapun lagi dan seperti kebiasaannya sejak awal Hans langsung melajukan mobil menuju rumah Maya sesuai yang diinginkan Amara.
Sepanjang perjalanan Maya dan Imel yang paling terlihat senang, karena keduanya terus saja berbicara tanpa henti, membuat Luna tampak jengah dengan tingkah keduanya yang mana menurutnya memang tidak beda jauh dengan tingkah polah anak SD saja.
Setelah tiba di rumah Maya, Amara langsung menyuruh Hans pulang dan tidak usah menungguinya, berhubung rumahnya dan rumah Maya yang dekat jaraknya, kemungkinan ia bisa pulang sendiri dan tidak memerlukan Hans lagi.
Ketika mereka memasuki rumah, suasana sangat sepi, karena menurut Maya kedua orangtuanya masih berada di rumah sakit tempat mereka bertugas. Kemungkinan hanya ada Panji yang menurutnya sedang beristirahat di kamarnya.
"Jadi kak Panji lagi sakit," ucap Imel dan Luna bersamaan ketika mereka sampai di ruang tengah.
"Iya..." Maya meletakkan tasnya di atas meja, lalu membuka lemari dekat kulkas dan mengeluarkan beberapa toples kue. "Jadi kita di sini saja ngerjain tugasnya, kalau di lantai atas takutnya nanti ganggu kakak gue," jelasnya lagi.
"Lagian di sini lebih nyaman kok, May. Kan dekat ke dapur, jadi kalau lapar kita tinggal masak mie atau ngambil makanan di dapur," canda Luna sambil tertawa lebar, tangannya meraih toples yang berisikan stik keju.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAHASIA AMARA [Tamat]
Teen FictionAmara, hanya cewek enam belas tahun dengan segudang permasalahan di sekitar kehidupannya, tapi ternyata selama ini ia punya beberapa rahasia yang mulai terkuak satu persatu, mulai dari kenyataan bahwa dirinya ternyata putri dari seorang aktris terke...