“I've loved, laughed and cried
I've had my fill, my share of losingAnd now, as tears subside, I find it all so amusing
To think I did all thatAnd may I say, not in a shy way
Oh, no, oh, no, not me, I did it my way.”— Frank Sinatra, remake by Seth McFlarne on “Sing”.
Rahma dan Brian sampai di terminal Tirtonadi pukul sebelas kurang lima belas menit. Keduanya sempat tertahan dulu dalam bis. Bukannya gak mau turun, lebih tepatnya Brian gak bisa turun dikarenakan Rahma ketiduran dan memakai bahunya sebagai sandaran.
Kernet bis yang melihat sempat ketawa sambil siul-siul cicicuwit meledek Brian. Tapi laki-laki itu melotot galak, bikin sang kernet ngacir.
Usai menunggu lima belas menit, Rahma terbangun akhirnya.
“Loh ... udah sampai?” Suaranya serak, khas orang baru bangun tidur. Matanya menatap sekeliling kursi penumpang yang sudah kosong. Cuma ada Brian di sampingnya yang terpejam Alhasil Rahma tepuk-tepuk pundak lelaki itu supaya bangun. “Kak, Kak Brian. Udah sampe.”
Brian yang merasa ditepuk langsung membuka matanya pelan-pelan terus berlagak menguap, biar kelihatan kaya orang baru bangun juga. “Hoahm, udah sampe?”
“Iya, turun yuk, Kak.”
Brian mengangguk lalu berdiri dan memeriksa bagian atas kursinya, kemudian tersadar. Dia gak bawa apa-apa, cuma baju dan segala yang ada di dalam pakaiannya.
Brian, how stupid you are, batinnya.
“Ra, barang kamu udah diperiksa semua?”
“Ud—aduh!” Gadis itu meringis, bikin Brian mau gak mau mendekat buat melihat apa gerangan penyebabnya. Oh, ternyata rambut Rahma nyangkut besi pengait gorden.
“Bentar, Ra.” Dengan sigap, Brian melepas benda hitam di tangannya. Jika dilihat sekilas tidak akan tahu jika benda tipis yang terlingjar di tangan lelaki itu adalah kumpulan ikat rambut. Namun spesial, ikat rambut tersebut memiliki manik bunga matahari di tengahnya. “Jangan gerak ya, nanti berantakan.”
Demi seluruh nama Dewa di muka Bumi, Rahma nge-freeze di tempat saat itu juga. Dia kaget dan ... gak menduga Brian bakal mengikat rambutnya dengan posisi hampir meluk seperti sekarang. Bohong jika jantungnya gak lari marathon.
“Udah selesai,” ucap Brian lega. Dia memundurkan badannya lalu menepuk pundak Rahma beberapa kali sebelum melanjutkan, “Yuk, turun.”
Perlu beberapa detik bagi Rahma untuk menetralkan diri baru bisa menanggapi Brian yang setia menunggunya. “A-ayo, Kak.”
“Lah, kenapa gagap gitu hahaha!”
“Baru bangun, jadi gak fokus aku hehe hehe.” Tertawa saja, Ra, guna menutupi malumu. “Yuk.”
KAMU SEDANG MEMBACA
S E N A N D I K A 2.0 | ✔
RomanceSegala hal di dunia hanya sekali, setidaknya. Sekali hidup, sekali mati. Namun, ada juga hal yang terjadi beberapa kali seperti banjir di ibu kota atau demo akibat pendapat yang selalu diajukan tak kunjung menjadi nyata. Perihal perasaan, misal. Ba...