“Sang malam tak menjawab.
Dia hanya memberikan sedikit rekaman tentangmu pada esok lusa.
Menampilkan rupamu dengan seberkas senyuman, yang seolah memberi jawaban atas segala pertanyaan sebelum terlelap.Dan aku, tetap setia memandangi setiap rekaman tentangmu.
Sekalipun dari koordinat yang jauh berbeda.”
— from the furthest but always be the dearest, thymesya.
R A H M A
Nayla berhasil ditemukan di lantai teratas sebelum rooftop hotel. Dia gak sendiri, Ditto di sisinya. Yang jujur ... cukup mengagetkan bagi gue sebab sebelum agenda healing berjalan, gak ada desas-desus atau omongan dua orang itu dekat. Malahan, dari yang gue dengar mereka gak pernah akrab.
Hari ini, siang tadi, gue melihat hal berbeda.
Ada selindung antara Nayla dan Ditto yang gue rasa ... lebih dari sekadar teman biasa. Mulai dari cowok itu berusaha menjawab pertanyaan Kak Brian alasan Nayla di sana sama dia, gesture melindungi waktu gue menatap Nayla menuntut, dan lainnya.
Banyak hal ingin gue tanyakan ke Nayla, tapi gue tau di saat begini dia gak mungkin bisa ditanya. Nayla bisa super defensif jika suasana hatinya gak baik. Persis yang terjadi beberapa bulan lalu.
Jadi, gue berusaha mengusir kebingungan dan kebosanan—Fyi, Nayla dan Thala pergi buat bicara satu sama lain tanpa gue karena katanya nanti dia akan bicara juga sama gue—gue berniat memutar video dari gawai. Gak tau mau nonton apa sebenarnya, selain karena gue gak update banget soal Korea lagi, hati gue masih mengawang.
“Telepon?” setelah menggeser ikon telepon berwarna hijau, gue menyapa si pemanggil. “Halo, sore.”
“Sore juga. Saya Gia dari toko bunga Kelana, apa benar ini nomor Rahma Nabillah?”
Hah, tau dari mana dia?
“Halo, Kak?”
“Oh, iya. Ada apa ya, Mbak?”
“Saya ingin mengonfirmasi, apakah bucket bunga atas nama anda sudah sampai tujuan ataukah belum?”
“Bucket ... bunga?”
“Iya, Kak. Bucket bunga li—”
Bel kamar menjerit beberapa kali, membuat gue mau gak mau harus mengecek siapa yang membunyikannya. “Sebentar ya, Mbak Gia. Saya cek pintu dulu.”
“Iya, gak apa-apa, Kak.”
“Oke, maaf ya, Kak. Bentar aja kok.”
Usai mengintip dari lubang kecil di pintu, gue membuka pintu dan melihat seorang bapak paruh baya. Dari pakaian dan apa yang dia bawa, kayaknya kurir. Hanya ... kenapa bunga yang dia bawa?
KAMU SEDANG MEMBACA
S E N A N D I K A 2.0 | ✔
RomanceSegala hal di dunia hanya sekali, setidaknya. Sekali hidup, sekali mati. Namun, ada juga hal yang terjadi beberapa kali seperti banjir di ibu kota atau demo akibat pendapat yang selalu diajukan tak kunjung menjadi nyata. Perihal perasaan, misal. Ba...