#Rasa 001 : Leaving and Healing

301 27 10
                                    

N A Y L A

“Ci, Rahma kenapa ya? Kok gue Whatsapp gak dibales, ditelpon juga gak diangkat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Ci, Rahma kenapa ya? Kok gue Whatsapp gak dibales, ditelpon juga gak diangkat. Ig nya malahan ilang.”

“Ooh, iya.”

“Kok lo cuman oh si? Ini Rahma loh, temen lo dari SMP!

“Dia gak kenapa-kenapa, Nay.”

“Yakin banget, lo tau dari mana?”

“Seminggu lalu gue nganter dia ke Gambir. Rahma mau liburan dan gak tau kapan balik lagi ke Jakarta, Nay.”

Nayla, percakapan tiga pagi.


Gue dapet kabar dari Ashita—hampir dua atau tiga bulan yang lalu, katanya Rahma pergi ke suatu tempat yang bisa jadi di mana saja. Lalu gue tanya, kok gitu? Iya, karena Rahma gak punya objek pasti yang dia jadikan patokan hanya tujuannya untuk melakukan perjalanan panjang.

Gak mudah buatnya—yang selalu dikelilingi kasih dan cinta orang sekitarnya—menerima perbuatan menyakitkan Mas Dean, mantan pacarnya. Diselingkuhi, dibohongi, sampai dinomorduakan. Pasti dia merasa sangat gak layak buat Mas Dean setelah tau kenyataan sebenarnya. Walau gue yakin Rahma awalnya memaksa diri menerima Mas Dean kembali, keputusan dia sekarang sangat … melegakan dan gak terduga.

Sedikit banyak gue memahami perasaan Rahma. Sebaik dan sebesar apapun hati seseorang, luka yang menyakiti hatinya sampai hancur pasti ikut menghancurleburkan diri sendiri. Kemudian setelahnya apa yang terjadi? Penyembuhan.

She wants to heal herself, like I did.

Meski konteks permasalahan gue dan Rahma berbeda jauh. Rahma sakit hati karena Mas Dean, sedang gue … sakit hati karena keluarga gue sendiri.

Tau kenapa gue mati-matian ikut pageant dan menabung uang hadiahnya di rekening pribadi memakai nomor Divya demi punya tempat tinggal sendiri? Yap, gue mau pergi dari rumah secara terhormat. Pakai uang hasil keringat dan usaha gue sendiri, tanpa diselipi uang pemberian orang tua atau kakak-kakak gue.

Banyak dari kalian yang mengira gue anak yang susah diatur, mau bebas, gak suka dikekang atau diberi perhatian berlebih sama keluarga khususnya orang tua ya ‘kan? Gak apa-apa, gue ngerti. Kondisi keluarga tiap orang berbeda, wajar aja pola pikir ikut beda.

Sedikit penjelasan, gue adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Dua kakak gue sudah menikah dan pindah bersama keluarga mereka, menyisakan gue dan Kala—adik laki-laki gue. Harusnya enak karena jatah semuanya berkurang dan otomatis orang tua gue hanya akan memihak pada gue juga Kala. Memberi yang terbaik untuk kami, anak-anaknya dalam menggapai cita-cita.

Tapi gue salah, sangat salah.

Orang tua gue … gak pernah menyukai apapun yang gue dan Kala lakukan. Alasannya adalah kegiatan dan cita-cita gue juga Kala gak sesuai rencana mereka. Orang tua gue menginginkan gue sama Kala kuliah di bidang sains atau pendidikan supaya memudahkan jenjang karier kami nanti. Sewaktu gue memberi tahu kalau akhirnya berhasil lolos SNMPTN ke Sastra Indonesia di Jayendra, mama-papa memarahi gue habis-habisan terus mendiamkan juga menolak memberi gue apa-apa selama sebulan.

S E N A N D I K A  2.0 | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang