#Rasa 31 : Pergi

132 22 4
                                    

Mati, katanya pasti. Aduh, bukan katanya lagi melainkan memang pasti terjadi. Ada banyak cara dan waktu untuk mati. Mati kala tertidur di siang atau malam hari, mati ketika melakukan upacara di hari Senin juga apel saban pagi bagi ASN, atau bisa juga mati dengan skenario tak terduga di masa yang tak terduga pula.

Pandu baru tau kalau rasanya menghadapi kematian semenegangkan ini. Duduk bertemankan pasien yang berlumur darah hingga sebagian besar sisi bajunya penuh oleh darahnya sendiri. Ngeri juga menyedihkan.

Awalnya dia berniat menghampiri Elysia guna meminta penjelasan yang lebih masuk akal dan berterima atas pemutusan kontrak secara sepihak. Mana tahu kalau ternyata ia harus menjalani sisa hari di dalam ambulans dan rumah sakit.

“Sumpah ya untung ada lo, kalo enggak ada duh ... mati aja deh.” Libra yang terlihat seperti korban begal—dikarenakan banyak bekas darah di badannya—mengusap sisa-sia darah sembari menampilkan ekspresi lega bukan main. “Bisa-bisa dikira abis melakukan percobaan pembunuhan.”

Pandu gak sanggup tertawa menanggapi lelucon sarkas Libra barusan. Otaknya terlalu sibuk dan terpecah belah ke mana-mana. Wajahnya pucat walau tetap berusaha mempertahankan raut tenang.

“Btw, lo ada urusan apa ke tempatnya Kanjeng Ratu?”

“Kanjeng Ratu?”

“Si Elysia gue panggil Kanjeng Ratu abis kelakuannya 11-12 sama Nyi Blorong,” sahut Libra menampilkan senyum tak berdosa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Si Elysia gue panggil Kanjeng Ratu abis kelakuannya 11-12 sama Nyi Blorong,” sahut Libra menampilkan senyum tak berdosa. “Jangan bilang-bilang tapi ya, gue belom siap mati muda kena jedor sniper sewaan orang tuanya dia.”


“Ada-ada aja lo.”

“Hehe.”

Keduanya kini duduk di taman rumah sakit—meninggalkan Elysia bersama Gaharu dan Ajun di ruang rawat inap perempuan itu—sembari menyesap pelan-pelan kopi juga susu hasil rampasan jajan kepada Ajun. Tidak usah ditanya ya siapa yang memalak Ajun. Jawabannya sudah pasti, Libra Danapati bin bapaknya.

“Gue tadi disuruh Ajun ngecek Elysia, soalnya dia tuh gak sempet ke sana. Takut sih sebenernya sama abangnya Elysia yang mukanya kaya preman Pasar Rebo.” Beberapa menit bersama Libra cukup membuat Pandu agak kaget mengetahui kaarakternya lewat cara bicara lelaki itu. “Eh, taunya disambut adegan berdarah-darah. Bagus masih ada orangnya, kalo enggak pasti gue ngira itu apartemen udah ganti fungsi jadi rumah jagal hewan.”

“Dia sendirian pas lo sampe sana?” tanya Pandu ogah menanggapi guyonan Libra.

“Ho-oh, agak kaget sih dia sendirian tapi namanya hidup gak ada yang tau bakal kaya apa ya kan.” Libra mengeluarkan sebatang rokok dari dalam kantong bajunya lalu menyodorkan ke Pandu. “Rokok?”

“Gak, makasih.”

Kekehan santai menyapa telinga Pandu. “Puasa rokok apa disuruh cewek lo?”

S E N A N D I K A  2.0 | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang