"Rahma belum sadar, Elang juga."
Nayla dan Ashita tiba di rumah sakit setengah jam kemudian untuk mendengar penjelasan pedih dari mulut Paduka. Wajah tampan lelaki akhir dua puluhan itu terlihat kalut, jelas. Motor yang digunakan Elang dan Rahma adalah motornya. Selain itu, harusnya hari ini jadi hari yang bersejarah sekaligus membahagiakan untuk Elang bukan malah membawa petaka.
"Dokter bilang, luka yang dialami Elang cukup serius tapi gak memakan waktu pemulihan yang lama." Diliriknya Nayla yang terduduk di bangku tunggu koridor rumah sakit bersama Brian. "Kalo Rahma ...."
"Rahma gimana? Dia gak parah 'kan?" cecar Ashita panik. "Kata lo dia pake helm, Elang enggak. Harusnya dia gak lebih parah dari Elang."
"Dari yang dokter bilang selesai urus Rahma, katanya keadaannya gak bagus. Kepalanya terbentur karena pas jatuh dia terpental cukup jauh dari motor, walau pakai helm dokter gak jamin gak ada kerusakan di kepalanya ditambah lagi respon yang ada ... gak bagus."
"Paduka, jangan bercanda."
"Ck," decaknya menahan emosi. Baik itu kesal, kecewa, atau sedih. Dia kemudian menarik Ashita, membawa gadis itu dalam rengkuhan penuh kekhawatiran. "Yang takut bukan cuma lo, Shita. Nyokapnya Rahma aja sampe pingsan tadi."
Ashita yang sedari di apartemen Nayla berusaha untuk tidak menangis akhirnya luluh lantak jua. Tangisnya pecah seiras tepukan lembut Paduka di kepala juga Punggungnya.
Berbeda dengan Ashita dan Paduka, Nayla di kursi tunggu hanya duduk dalam diam. Pandangannya kosong, pikirannya penuh berisi berbagai kemungkinan buruk yang mungkin terjadi kapan saja. Tangannya terkepal kuat-kuat.
Brian yang menyaksikan tiga orang di depannya dalam suasana panik dan takut juga sebenarnya sama. Apalagi waktu tau yang kecelakaan itu Rahma dan Elang. Ada yang retak di hatinya, tidak banyak tidak juga sedikit. Walau baru sebentar mengenal keduanya, Brian rasa mereka bukan orang yang pantas mengalami kejadian seperti ini.
"Nay?" panggil Brian pelan, tersodor sebungkus yupi andalannya dari saku jaket. "Mau?"
Nayla diam saja waktu melihat Brian lalu berganti melihat yupi di tangannya. Jadilah Brian berinisiatif membukakan bungkus yupi dan menyuapi Nayla. Tidak apa-apa harusnya, tujuannya melakukan itu semata-mata demi menghibur Nayla. Tidak ada maksud lain.
"Gimana? Manis gak?"
"... Manis, kaya permen."
"Kalo lo?"
"Ha?"
"Kalo lo gimana? Manis atau pahit sekarang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
S E N A N D I K A 2.0 | ✔
RomanceSegala hal di dunia hanya sekali, setidaknya. Sekali hidup, sekali mati. Namun, ada juga hal yang terjadi beberapa kali seperti banjir di ibu kota atau demo akibat pendapat yang selalu diajukan tak kunjung menjadi nyata. Perihal perasaan, misal. Ba...