R A H M A
“Lo bener-bener gak ada clue sama sekali sampai harus nanya itu ke gue?”
“Karena gue gak tau makanya gue tanya. Lagian memangnya itu bakal nyakitin gue sampe lo gak mau kasih tau alasannya?”
Niat awal gue ke kamar Nayla adalah untuk memastikan keadaan salah satu teman dekat gue itu. Apakah sudah membaik atau justru—amit-amit—masih gak baik, sayangnya gue malah harus mendengar hal yang sepertinya gak boleh gue dengar. Walau gak sengaja, jatuhnya pembicaraan Nayla dengan seseorang laki-laki tetap ketahuan oleh gue.
“You’re unbelieveable ....”
“Apaan sih, Nay? Lo gak jelas banget tau gak.”
Demi Tuhan. Gue gak bisa bayangin gimana sakitnya hati Nayla dengar itu.
“Gua mana paham maksud omongan lo kalo lo gak jelasin, lo kira gua dukun?”
“Gak usah. Lo gak perlu melakukan itu.” Dari balik pintu yang gak terlalu rapat tertutup ini, gue bahkan bisa menduga bahwa sebentar lagi atau saat itu tangis pasti menemani setiap frasa yang keluar dari bibir Nayla. “Karena lo gak akan pernah bisa memahami maksud gue. Lo hanya akan paham kalau itu soal orang yang lo sayang, dan sayangnya ... gue gak termasuk di dalam daftar itu.”
Gak. Gue gak sanggup mendengar apa-apa lagi. Terlalu banyak yang gue dengar dan itu berdampak buruk untuk suasana hati gue. Gak memungkinkan juga gue masuk ke dalam sekarang atau nanti, Nayla lebih butuh waktunya sendiri ketimbang ditemani siapa pun.
Kaki gue terlalu lemas melangkah, tapi harus dipaksa. Obrolan Nayla dan laki-laki asing tadi bikin gue gak fokus sampai gak melihat ada troli makanan datang dari arah samping hampir menabrak tubuh limbung gue.
Hampir, karena gue gak jadi tertabrak troli itu.
“Aduh, Ra. Hati-hati dong, untung aja gak ketubruk.”
“Maaf ya, Mas, Mbak.”
“Iya gak apa-apa, Pak.”
Kak Pandu, berdiri di samping gue sembari memegangi bahu juga lengan gue dengan lembut tetapi penuh kesan menjaga.
“Kak?” Akhirnya gue bisa bertanya setelah cukup sadar dari kekagetan. “Kak Pandu ngapain di sini?”
“Ya ampun, emang gak boleh apa ke sini? Gini-gini Saga temen Kakak juga kali, Ra. Tapi, kalo kamu gak seneng yaudah deh. Kakak balik aja ke Jakarta.”
“Eh-eh, gak gitu!”
Kak Pandu tertawa melihat kepanikan gue. “Bercanda, takut amat nih.”
“Bukan gitu, aku gak enak.”
“Yaiyalah kamu gak enak, kan kamu bukan makanan, Rahma.”
“Kaak, ih!”
“Apaa, Rahma Nabillaah? Manggil-manggil mulu nih ya, kangen apa gimana?”
KAMU SEDANG MEMBACA
S E N A N D I K A 2.0 | ✔
RomanceSegala hal di dunia hanya sekali, setidaknya. Sekali hidup, sekali mati. Namun, ada juga hal yang terjadi beberapa kali seperti banjir di ibu kota atau demo akibat pendapat yang selalu diajukan tak kunjung menjadi nyata. Perihal perasaan, misal. Ba...