Epilog

298 42 24
                                    

Cinta dan persahabatan tidak bisa dipisahkan. Semuanya bisa mengalir dengan berbeda cerita. Ada yang sahabatnya dikorbankan demi orang ketiga. Ada pula orang ketiga yang tau diri untuk tidak mengorbankan persahabatan mereka.

Itulah kisah Aira, ia tidak ingin merusak persahabatan Farid dan Dea. Ia sangat sadar diri akan posisinya yang tidak mempunyai apa-apa diantara keduanya.

Ia hanya orang baru yang masuk dan berhasil menarik perhatian Farid. Sedangkan Dea ingin memperbaiki diri untuk memantaskannya bersanding dengan Farid.

Tapi ternyata, alur berbicara lain.

Kisah mereka mengalir hingga batas garis telah memeluk waktu. Garis waktu yang selama ini berputar, terus berjalan mengiringi kemanapun mereka pergi.

Disisi lain, Farid mencoba meredam amarahnya. Hatinya dipatahkan oleh orang baru, tapi sayangnya orang baru itu tidak bisa disalahkan. Karena dia sendiri yang ingin melabuh rasa di dermaga yang sama.

Jika Aira mengetahui kesalah pahaman itu. Tentu tidak begini jadinya. Apa Aira tidak tau? Dan tidak berhak tau?

Sayangnya, tidak semua pemilik cerita harus mengetahui yang sebenarnya. Ia larut dalam dimensi berbeda.

Sedangkan sahabatnya, Dea. Ia tampak bahagia setelah ijab kabul yang terucap dari mulut mantannya.

Miris sekali. Setelah berucap suka dan Farid menolaknya. Ia tampak bahagia? Tidak adil 'kah Tuhan?

Ada cerita yang hanya bisa dikenang lewat nestapa. Karena cerita dulu, tidak bisa diulang dan tidak akan pernah terulang.

"Kenapa?" tanyanya.

Farid menggeleng pelan dan tersenyum bahagia. "Sayang kamu," jawabnya dan kembali fokus ke HP miringnya.

"Sayang-sayang. Yang dipegang masih hape!"

Farid mengalihkan pandangannya sebentar. "Ternyata masih cemburuan sama hape, yaudah sini biar hape yang cemburu." Farid menggenggam erat tangannya sembari masih memainkan permainan kesukaannya. Free Fire.

Dia, meletakkan dagunya ke atas bahu Farid dan memandangi suami tercintanya lamat-lamat.

"Udahlah, kagak ada yang dicurigai. Mereka hanya cerita lama, dan kamu cerita dan masa depanku."

"Perlu dikenang, sayang. Perjuangannya itu loh."

"Yayayaya. Asalkan kamu nggak salah paham lagi."

Dia mencubit keras pinggang Farid. "Jangan bahas itu lagi!"

"Ahahaha, sayang kamu."

Berbahagialah atas segala yang kau dapatkan setelah masa sulit yang kau lewati. Karena satu kesulitan menghadang, ada seribu jalan kemudahan yang datang.

Jangan pernah berputus asa terhadap apa yang sekarang bukan milikmu. Karena yang milikmu, tidak akan pernah menjadi milik orang lain. Dan yang milik orang lain, tidak akan sampai kepadamu.










Sampai disini saja kisah ini, dan resmi aku tamatkan cerita ini.





*

Kesan & pesan setelah baca Garis Waktu. (Wajib no debat!) :v

*

Cuap-cuap Author

Halo, gimana dua partnya? Nggak nge feel, ya pasti.
Males mikir mah.

Eh iya, coba tebak siapa yang bersama Farid. Hayoooooo

Kita rahasiain dulu ya.

Doain menang, hari ini deadline.
Tapi kalau nggak menang, aku revisi lagi lah nanti, biar layak baca :v

Serang lapak sebelah (Catatan Kusam) ya. Karena ini udah terakhir Updet!

Kalau menang, jangan lupa nabung :v, kali aja PO Garis Waktunya, wkwk.

Nggak yakin sih, tapi diyakin-yakinin aja.

Banjarbaru, Kalimantan Selatan
Jum'at, 08, Januari, 2021

Menulis 45 hari bersama Terasastra_cakrawala sudah selesai!!
Alhamdulillahirobbil 'alamin

Wassalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh.

Garis Waktu (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang