Bab 29

145 37 34
                                    

Satu bab lagi menuju deadline

Okgey, udah pada mandi apa beloooooom?

Authornya masih bau tempe, ehehe.

Typo, kbbi, laporin ya
Plot hole juga

Vote, komen, krisar.

Mudahan naskah ngini diampayakan Allah ke bubuhannya supaya buhannya menerbitkan :v, aamiin. (Semoga naskah ini terbit, gratis wkwk, aamiin) :v
Nggak papa ngarep mah :v yekan.


Selamat membacaaa!

*

"Langsung saja, aku panggil Ahmad Farid Hanawi!"

Farid menatap tak percaya ke arah Dea. Mengapa namanya yang disebut? "Bener nih, Dai? Bukannya, elu yah?" tanya Farid memastikan.

Dailami menggidikkan bahu acuh. Dan sebenarnya dia tau sejak lama tentang Dea menyukai Farid. Karena ia sempat beberapa kali menghack HP mantannya itu.

"Eh, kok malah pergi?" ujar Badali bergumam saat melihat Aira meninggalkan kursinya.

Farid menatap sebentar kepada punggung Aira yang menjauh. Apa dia? batin Farid menggantung. Detik selanjutnya senyum bahagia tercetak di kedua bibirnya.

"Fariiid? Apa anda mendengar saya?" tanya Dea masih menggunakan pengeras suara.

Air muka Farid kembali datar. "Kenapa nggak lo aja, Dai?" tanyanya lagi.

Lagi-lagi Dailami hanya menggidikkan kedua bahunya. Merasa tidak dijawab, Farid beranjak pergi untuk menyusul Aira.

Dailami menarik tangan Farid yang melaluinya. "Mau kemana lo?!"

Dea masih menatap harap kepada Farid. Berharap Farid benar-benar mendatanginya. Ada kegelisahan saat Farid ingin beranjak meninggalkannya. Tapi semua itu ia tepis, dia tidak boleh berpikiran negativ dulu.

Farid tersenyum sumringah.
"Nggak jelas banget hidup lo, Far. Sebentar-sebentar murung, sebentar-sebentar bahagia!" hardik Badali.

"Temuin Dea dulu, Far. Dia butuh kejelasan lo. Kalau lo keberatan, oper ke gue. Dengan senang hati gue jadi pasangannya, hehehe."

Farid masih mencari-cari alasan untuk menolak secara halus sahabatnya itu. Biar bagaimanapun, antara mereka sudah terjalin kasih sayang walaupun tidak lebih dari kata sahabat.

Badali berdesis pelan. Sepertinya setelah ditinggal Fina, Dailami kembali menyukai Dea, sahabat sekaligus mantan pacarnya.

"Oke, gue titip Dea yah. Karena hati gue nggak bisa dipaksa, gue serahin Dea ke elu. Lu jaga baik-baik, jangan seperti dulu lagi. Dan jaga juga nama persahabatan kita," ujar Farid sembari menepuk-nepuk bahu Dailami.

Farid berjalan mendekati Dea. Sang empu menyambutnya dengan penuh kebahagian. Bersamaan hal itu, sorak tepuk tangan kembali bergema. Laki-laki ini muncul dihadapannya. Ada harapan besar acara malam ini akan sangat berkesan dihatinya. Semoga dia bersedia, batin Dea.

Farid berdiri di sebelah Dea. Sesaat, Dea mencuri-curi pandang kepada Farid yang masih diam. Jujur saja, ia sangat gugup untuk hal ini. Padahal mereka sering ngobrol, sering bertukar cerita dan sering mabar. Tapu kenapa saat ini hawa kecanggungan menyapa relung hati Dea?

Farid menatap Dea dan berjongkok sedikit kepada kupingnya. "De, gue udah mau tunangan sama orang. Gue harap lo nggak macem-macem. Bukannya gue nggak mau sama lo, dan bukannya gue mau ngehancurin acara lo ini. Gue udah punya orang. Disana ada Dailami, nungguin lo. Gue harap lo dan Dailami bisa jadi pasangan. Dan jangan bertingkah kekanak-kanakan, jangan ngehancurin acara lo sendiri. Dan bilang aja ke mereka kalau lo salah nyebut orang. Jangan menampilkan wajah sedih lo disini, karena gue nggak bisa bantu apa-apa tentang hati lo. Ngerti? Kita nggak berjodoh, De. Kita hanya sebatas sahabat. Makasih atas perasaan lo. Tapi gue nggak bisa. Kalqu gue paksa. Lo yang akan hancur. Ngerti 'kan?" Farid kembali berdiri tegak dan menatap wajah Dea yang sedikit masam.

Garis Waktu (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang