Bab 19

120 43 49
                                    

Gimana kabarnya? Aku alhamdulillah baik. Krik-krik, wkwk. Nggak ada yang nanya.

Yang mampir kesini, mampir juga ya ke Catatan Kusam, baru banget aku up.

Oke, selamat membaca

Semoga naskah ini bermanfaat

Typo, vote, komen, plot hole laporin

*

Dea mengambil tempat duduk disebelah Aira. "Salah nggak sih menurut lo kalau gue suka Farid?"

Dam!

Mengapa pertanyaan ini lagi? Tidak adakah selain ini pertanyaan yang keluar dari mulut Dea? Mengapa rasanya sangat kesal saat mendengar penuturan jujur dari Dea?

"Menurut lo, salah nggak sih, Ai?" tanya Dea sembari mengguncang bahu Aira.

"Eh-eh, nggak-nggak!" jawab Aira sedikit meninggi.

"Enggak apa?" perjelas Dea.

"Nggak salah," sahut Aira.

"Good!" Dea tersenyum manis. "Sebenarnya bukan itu yang gue mau ceritain."

Aira menyeringit dahi. "Lalu?"

"Gue mau ikut karantina di Banjarmasin, sebulan," tutur Dea sedih.

"Ngapain?" tanya Aira. "Gimana sekolah kamu, nanti?"

Dea menunduk. "Mau ikut muslimah sejati yang diselenggarakan disana. Rencananya sih mau minta izin ke Kepsek, gue mau perbaiki agama gue, Ai. Lo kan tau sendiri gue orangnya kayak apa. Udah jilbaban, masih aja bar-bar dan nggak jelas," jawabnya panjang lebar.

" 'Kan ini udah mau kelas tiga, Kak. Apa nggak keganggu?" tanya Aira lagi.

Dea menghela napas. "Iya sih, tapi mau gimana lagi, Ayah aku aja dukung. Malahan dia bilang mondok aja sekalian."

Aira tersenyum getir, bibirnya bergetar saat diingatkan dengan kata Ayah. "Ya, yaa bagus dong, Kak. Artinya, Ayah Kakak mau Kakak lebih mengenal agama."

"Tapi gimana nasib FBD gue? Masa gue ngundurin diri? Gimana kalau yang gantiin gue itu perempuan yang kecentilan sama Farid? Kan gue marah! Kalau sebulan kan masih bisa setelahnya gabung lagi."

"Iya juga sih," jawab Aira singkat. Sepertinya Dea tidak rela berjauhan dengan Farid, lihat saja mimik wajahnya yang sendu, apa Dea bener-benar serius suka kepada Farid? Atau hanya pelarian karena Dailami meninggalkannya? Aira menggeleng pelan, Dea tidak mungkin seperti itu.

"Bingung, Ai. Satu sisi gue mau ikut, sisi lain gue nggak tau nasib pangkat gamers abal-abalan gue bakal kayak apa nanti. Disana juga nggak boleh pegang hape, dan semuanya dibatasi, Ai. Apa kabar game-game kesayangan gue kalau nggak gue mainin sebulan lamanya?!"

"Berubah menjadi lebih baik itu perlu pengorbanan, Kak. Setelah sebulan kan bisa main lagi," tutur Aira memberikan energi positif.

"Main sih bisa, Ai. Tapi skin gue nggak naik-naik kalau ditinggal sebulan. Mahal lagi harganya." Dea membuang tatapannya ke depan. Sepertinya usaha menjadi anak gamers yang shaliha akan sulit.

"Memang berapa harga satu skinnya, Kak?" tanya Aira.

"Kisaran 3 juta, Ai. Kan lumayan kalau nggak di tinggal, bisa ningkatin skinnya."

Garis Waktu (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang