Bab 23

100 39 38
                                    

Hay, kembali lagi dung. Entahlah, aku pen nyelesein ini dulu baru CK.

Typo laporin
Vote, komen, krisar

Semoga bermanfaat terus ya

Selamat membaca.

*

Dikelas 2 IPS sedang terjadi ulangan mendadak. Bu Lala langsung kena semprot oleh anak-anak yang tidak terima dengan sistem pengajarannya.

"Yah, Ibu. Nggak asik Bu, baru juga masuk, langsung otak disuruh mikir!"

"Iyanih, Bu. Mendadak banget! Aku belum belajar kali!"

"Boleh buka buku ya Bu, kali ini aja!"

"Ibu cantik, nomor satu apa jawabannya?"

"Putra, kerjain dulu yang mudah," suruh Ibu Lala lembut.

"Bu, soalnya kok beranak gini. Suruh Matematika aja ngerjain!"

"Bener tuh! Fisika kan sama, sama-sama beranak kek matematika. Sepupuan kali ya?"

"ANAK-ANAK TERSANTUY DI SEKOLAH! KERJAKAN. JANGAN BANYAK NGELUH! MAU IBU TAMBAHIN?!"

"IYA-IYA, BU!"

"IYA, APA? IYA DITAMBAHIN?"

"J-JANGAN BU! IYA, BIAR KAMI NGERJAIN!"

Ibu Lala memijit pelipisnya yang tiba-tiba dibuat sakit kepala oleh anak-anak muridnya sendiri. Saat mengajar di kelas IPS memang butuh tenaga lebih, terlebih lagi dengan murid-murid yang suka menawar. Sabar saja tidak cukup.

Lain halnya dengan Maya, ia sedang tenang-tenangnya mengerjakan. Soal Fisika memang bukan kegemarannya, tapi untuk hitung-menghitung, dia jagonya.

"Stttt...," bisik Gina dari belakang.

Maya masih bergeming ditempat.

"Udahlah, Gin. Kerjain yang bisa, kalau nyontek terus kapan pinternya otak kita," sahut Aira.

"Ya, tapikan gue kagak bisa, Ai. Palingan di remed lagi pisika gue kali ini."

"Seenggaknya berusaha, Gin. Daripada ketahuan nyontek."

"AIRA, GINA, KERJAKAN. JANGAN BICARA!" semprot Ibu Lala.

Aira dan Gina langsung menundukkan pandangannya.

"Ahahahaha!"

Gina cemberut. "Kenapa sih harus pake rumus, kenapa harus pisika. Cukup matematika aja yang punya anak banyak, pisika jangan!"

"Mana bisa, Gin. Udah takdir," jawab Maya.

"Ya, ya dirubahlah. Masa gini amat soalnya." Gina memerhatikan nanar lembaran soal yang belum ia jawab. "Matematika bukan sih?"

"Coba dikerjakan dulu, siapa tau berhasil," ujar Aira lagi.

"Ngapain, Ai?" Gina memerhatikan Aira yang sibuk dengan penghapus kotaknya. "Jangan bilang lo juga nggak tau?"

"Aku mau nyoba keberuntungan, Gin. Kali aja bener." Aira nyengir lebar.

"Setengah jam lagi, kertasnya dikumpulkan. Ibu mau ke kantor dulu. Ketua kelasnya, tolong bilangin jangan ribut."

Garis Waktu (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang