Bab 1 (Revisi)

682 125 207
                                    

Komen setiap pragrafnya ya ^^

Selamat membaca kisah para gamers!!!

*

"Elah sia boy-boy! Masih asik sama hape."

Teguran halus dari pintu kamar membuat sang empu menoleh sebentar lalu nyengir tak berdosa. Ia tetap pada aktivitas awalnya, menyentuh-nyentuh layar pipih pribadinya.

"Nungguin fajar sih nungguin, tapi dengan ibadah dong. Masa di atas sejadah masih main hape. Emangnya malaikat bisa di ajak mabar?" cibir Fadli---Ayah Farid.

"Nanggung Pah," jawabnya singkat.

"Udah baca Qur'an, belum? Salawat juga jangan ketinggalan. Papa nggak mau ya kamu cuma sukses di dunia game. Ingat, dunia kita bukan hanya di dunia." Fadli bersedekap dada.

"Iya-iya, Papa, bawel," sahutnya.

"Nanti sajadahnya di rapiin. Pecinya Juga di letakin di tempatnya. Masa peci ada di lutut kamu sih. Itu kepala kamu atau lutut?!"

"Ada apa sih, Pa? Pagi-pagi udah ngedumel di depan kamar anak?" Sang ibu datang sembari menenteng handuk putih besar. "Nah, Pa. Mandi dulu, Mama mau ke teras belakang sebentar."

Mereka berdua bersalaman dan Fadli mengecup singkat dahi Fiki, ciuman tanda kasih sayang seorang laki-laki kepada istrinya.

Fadli menyambut lalu menyampirkannya ke bahu. "Tuh, Rid. Ikut Mama sana, olahraga. Jangan jari mulu olahraga, badan enggak. Lama-lama jari kamu yang berotot."

"Rid, kurang-kurangin dong main hapenya. Masa di atas sejadah main hape?" tegur Fiki---Mamanya Farid.

Sang anak berdiri dari duduknya kemudian duduk lagi di atas kasur, tetapi tetap dengan tangan yang tak berhenti bergerak di atas HP. Ayah dan ibunya yang melihat hal demikian hanya bisa menghela napas pelan.

"Yaudah gih, Ma, olahraga. Biar makin cuantik!" Fadli mencubit keras pipi kanan Fiki.

"Apasih, Pa. Sakit tau!" Fiki menghempas kasar tangan suaminya. Lain halnya dengan Fadli, ia langsung meluncurkan ciuman bertubi-tubi untuk pipi sebelah kiri istrinya.

"Emmmuuuaaah!"
"Muah!"

"Paaapaaaaa!" telak Fiki.

"Muaaaah!"
"Muah!"

"Ih! Papa!"

"Tapi sayangkan?"

"Mulai deh. Ya sayanglah, masa enggak. Papa kan suami aku satu-satunya."

"Kamu juga istri Papa salah satunya."

"Ih, Papa!" Fiki mencubit pinggang Fadli keras, tak terima dengan penuturan sang suami.

"Becanda sayang. Peluk dulu."

Farid menengok jengah dengan adegan orangtuanya yang mulai seperti anak ABG, ia berjalan malas ke arah pintu. "Di larang keras romantis di depan anak!"

Brak!

"Lah?" beo Fiki dan Fadli bersamaan, mata mereka berdua terarah pada pintu sulung Hanawi yang sudah tertutup rapat. Fadli tersenyum jahil lagi.

Garis Waktu (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang