My Mom

5.2K 660 21
                                    

Saran: kalau mau baca semua keluarga Ahsan, ini urutannya

1. Story of Divya

2. IWAY ke-1

3. IWAY ke-2

4. Meet You Again (OTW) ... Tentang Tiara - Nick - Genta

Thanks. Jangan lupa Vote, Komen yang banyak, dan Follow akun ini ya...

...

Berhari-hari aku tidak bisa tidur karena terus memikirkan yang belakangan terjadi padaku. Hingga malam ini akhinya aku tidak bisa menahan diri lagi, aku ingin memberitahukan apa yang sudah terjadi belakangan ini pada ibuku. Mungkin ini adalah curhat pertamaku pada Mama. Ya, setelah sekian lama akhirnya aku menceritakan masalah asmaraku pada Mama dan bukan kepada orang lain atau sahabatku sendiri.

Kali ini aku lebih percaya pada Mama. Sekaligus ingin mendengar pendapat Mama, sudut pandang orangtua biasanya lebih bijak, apalagi dalam menyikapi masalah percintaan pelik seperti ini.

Setelah berbasa-basi dan menanyakan kabar Papa di rumah, akhirnya aku bisa bebas bercerita soal Alex dan Temi. Dua cowok itu diam-diam terlibat cinta sepihak denganku. Aku mengeluhkan hal itu karena merasa sedikit bersalah, mereka semua temanku, tapi secara tidak langsung aku malah membuat mereka sakit hati.

Mama justru tertawa saat mendengar ceritaku. "Mama dulu juga gitu kalau temenan sama anak-anak cowok."

"Tapi, Ma... masalahnya kita semua satu kantor dan ini bikin Hanin nggak nyaman nantinya."

"Katanya sudah beres, sudah kalian omongin satu persatu?" tanya Mama.

Aku menghela napas pelan. "Iya, sih. Tapi Hanin sedih, Ma."

"Sedih apa lagi? Kamu naksir orang lain memangnya?" meski asal bicara, tapi apa yang Mama tanyakan adalah sebuah kebenaran. "Hanin?"

"Ma..." aku sempat berpikir untuk mengatakan semuanya, termasuk tentang Kalky. Namun karena aku takut Mama cemas dibuatnya, akhirnya kuurungkan niat untuk menyebut nama duda satu anak itu. "Iya, Hanin lagi suka sama yang lain tapi dia belum tentu suka sama Hanin." Kataku setengah jujur.

Terdengar Mama agak kecewa. "Mama sedih anak Mama cintanya belum terbalas sampai sekarang."

"Mama!"

Mama tertawa lagi. "Mama masih ingat soal Vino, Hanin. Kamu sedih waktu itu karena ternyata Vino nggak peka sama kamu. Sekarang kamu suka sama cowok lain yang belum tentu juga bisa balas perasaan kamu. Gimana Mama nggak ikut sedih coba?" walau bilang sedih, tapi nada Mama seperti orang lagi bercanda.

"Ah, Mama..."

Kami diam agak lama.

"Hanin," panggil Mama lembut.

"Iya, Ma."

"Mama boleh kasih saran sama kamu?"

"Saran?" aku mengerutkan alis. "Apa, Ma?"

"Dengar Mama baik-baik ya, Nak..."

Aku pun mulai memasang telinga dan berusaha konsentrasi.

"Yang kamu alami pernah juga dialami orang lain, setiap orang punya jalan dan caranya masing-masing dalam menyelesaikan masalah. Mama harap kamu bisa menyelesaikan ini semua dengan pikiran dan hati yang sejalan, biar nggak bingung dan pusing."

Aku mengangguk walau belum benar-benar paham.

"Mama dulu juga pernah gitu pas masih muda. Mama disukai sama teman Mama sendiri dan akhirnya kami jadi berjarak. Mama pikir perasaan itu sementara, jadi akhirnya kami bisa berteman lagi setelah lama menjaga hubungan. Ada beberapa orang yang sekadar suka-suka aja, nggak ada niat lebih. Hanya penasaran, rasa ingin memiliki, sebentar..."

Aku masih mendengarkan cerita Mama dalam diam.

"Lalu, suatu saat ada teman Mama lagi yang naksir terang-terangan ke Mama," lanjut Mama.

Aku tersenyum-senyum sendiri.

"Dia terus deketin Mama sampai Mama rasanya nggak bisa kemana-mana, nggak bisa lari lagi karena dia terlalu apa ya...? Lebay mungkin ya?" Mama tertawa sebentar sebelum melanjutkan kisahnya, aku pun tersenyum. Sering mendengar kisah ini namun selalu saja dibuat penasaran kalau Mama yang menceritakan. "Dia adalah laki-laki yang terlalu giat berjuang dan ingin membuktikan pada Mama bahwa dia sungguh serius dengan ucapannya. Bikin Mama sering jantungan karena bisa tiba-tiba nongol di depan gerbang rumah. Kakek kamu sampai marahin Mama gara-gara nggak ngizinin Mama dijemput cowok asing."

"Ha ha ha. Iya, terus, Ma."

"Sabar." Tukas Mama. "Hanin, kamu tahu kenapa Mama akhirnya memutuskan untuk berhenti lari? Itu karena Mama ingin kasih dia kesempatan, lama-kelamaan Mama jadi kasihan lihat dia terus-terusan berjuang. Mama pikir, mungkin rasa cinta yang sesungguhnya bisa hadir kalau kita mengizinkan orang itu masuk. Memang butuh waktu, tapi Mama mau mencoba dan mau sabar melihat tingkahnya yang awalnya nggak banget. Dan seiring berjalannya waktu Mama malah naksir berat sama dia, Mama nggak mau kehilangan dia sampai-sampai Mama yang minta kita nikah setelah lulus kuliah."

Aku mengangguk. "Mama nggak pernah cerita ke Hanin kalau Mama minta nikah duluan."

Mama tertawa sebentar. "Iya. Karena takut Papa kamu ge-er nantinya."

Aku mengembuskan napas panjang.

"Kalau kamu capek ngejar orang, berhenti sebentar dan coba kasih kesempatan seseorang yang kayaknya lagi mau deketin kamu. Nggak ada yang salah dengan kasih kesempatan ke orang yang suka sama kamu, Hanin. Cinta itu bisa tumbuh kalau kamu terbiasa ada di samping seseorang, itu kata Nenek kamu yang nikahnya hasil perjodohan. Ya, meskipun nggak semua perjodohan itu berakhir dengan indah."

"Ma..." Dadaku berdebar saat ini. "Makasih ya atas nasihat dan cerita Mama tadi, bikin aku terharu dan mikir lagi sih, Ma."

"Iya, Mama tetap doain kamu dan saudara-saudara kamu. Mama juga berharap kamu nggak pernah kecewa lagi sama yang namanya laki-laki. Hati kamu cuma satu, jangan sering-sering dibuat tersiksa ya."

"Tapi, Ma, kalau Hanin belum bisa lepasin cowok ini gimana? Hanin sudah terlanjur sukaaa... sama dia." Akuku dengan dada semakin berdebar. Aku sendiri juga bingung kenapa Kalky bisa membuat aku jadi melankolis begini.

"Semua keputusan ada sama kamu, Sayang. Mama juga dukung kamu kalau kamu masih mau mencoba, mau berjuang buat mendapatkan dia. Tapi... kalau nanti hasilnya mengecewakan, Mama harap kamu nggak berlarut-larut dalam kesedihan. Harus sewajarnya saja."

Aku mengangguk meski Mama tidak melihatku.

Malam ini aku merasa sangat lega karena sudah mendapat wejangan dari Mama, orang yang akan selalu ada di sampingku meski aku jatuh, orang yang doa-doanya selalu menemani langkahku, orang yang menerima segala kurang dan lebihku tanpa protes.

Aku memikirkankata-kata Mama untuk membuka diri dan memberikan kesempatan pada orang yang sesungguhnya tulus mengejarku. Aku belum menemukan orang seperti itu karena Alex maupun Temi rasanya tidak benar-benar serius. Mungkin perasaan mereka hanya sementara, yang akan hilang begitu disapu badai besar.

***

Siapa nih yang bakal Hanin kasih kesempatan?

It Was Always You (1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang