Gossip Cucunya Konglo

12K 1.1K 9
                                    

Makasih dah pada baca
Ada yang baca ulang nggak?
Khusus kamu yang ikutin story ini dari awal lagi dijamin nggak bakal nyesel!!
Why, Mbak Author?

Karena aku sudah siapin IWAY SERI 2
Janji upload after semua bab di sini selesai
Untuk infonya bisa ikutin ig aku aja
Kalau lupa bisa kalian tagih ya bebs...
Happy reading😘😘😘

...

Di Jakarta ini sebenarnya aku tidak sendiri, masih ada keluarga dari pihak Mama yaitu Tante Pinkan, dia adik bungsu Mama. Sebelum aku pindah ke apartemen sepupuku, aku memang tinggal bersama keluarga Tante dan merasa kurang bebas, juga tidak bisa mandiri seperti beberapa bulan belakangan. Setiap weekend Tante Pinkan memintaku datang ke rumah, namanya juga saudara, beliau ingin ditengok, sementara aku baru punya jadwal weekend kosong di bulan ini. Sejak satu jam lalu, aku sudah berada di dapur membantu Tante Pinkan membuat kue-kue kering, mamang sejak dulu hobinya membuat makanan seperti ini dan memasak. Obrolan kami tadinya seputar pekerjaan kantorku yang ya... itu-itu saja dan melelahkan, lalu tentang dua sepupuku yang lucu-lucu, Adit dan Bella, tapi tiba-tiba aku nyeletuk untuk membuat candaan.

"Nama anak Tante lucu ya, dari A ke B, kalau Tante punya anak lagi bisa awalan C dong? Bisa tuh dinamain Cherry... atau Charlie kalau cowok!" tanyaku sambil nyengir kuda. Tante sudah mau menggetok kepalaku dengan cetakan nastar di tangannya, aku berhasil menghindar. "Kan, nanya Tan..." lanjutku dengan tampang sok imut.

"Kamu kepikiran nikah nggak sih, Nin?" bukannya menjawab, si Tante ini malah balik tanya dan pertanyaannya pasti nggak jauh dari masalah pacar, kencan, terus nikah. Aduh, capek deh. Jenis pertanyaan yang mendadak bikin aku stres ringan. "Jangan terlalu sibuk kerja lho... Kamu ini sudah seperempat abad, perempuan kalau mendekati usia tiga puluh belum ada pasangan juga bisa makin turun pamornya, ibarat bunga mau layu jatuhnya, Nin." Jelasnya dengan nada khas menasihati.

Siapa bilang aku nggak kepikiran nikah kalau setiap pekan Mama atau Papa menelepon yang ditanya juga perihal calon. Mana calonnya? Sudah ada yang deketin belum, Nin? Kak Hanin pulang bawa pacar ya...? Dan setumpuk pertanyaan lain yang sangat memilukan. Sekali-kali aku pengin bilang, "ya cariin dong, Ma, Pa, Om, Tante dan sepupu-sepupu yang sudah pada nikah". Kutelan semua itu bulat-bulat, belum saatnya lah.

"Ditanya malah ngelamun." Tante Pinkan menuju oven untuk mengecek kue keringnya. "Mikirin apa sih? Mantan?" Tante melirikku sebentar, cekikikan sendiri.

Mikirin jawaban untuk semua pertanyaan yang kalian lontarkan. Aku menahan diri untuk tidak tersinggungan, bukankah harusnya bisa tegar ya, karena pertanyaan seperti itu pun intensitasnya bakal makin sering dan padat. Sudah akan mengalahkan kemacetan ibukota Jakarta saja!

Jadi ingat perkataan Tiara bulan lalu, semakin kita bertambah usia dan masih menyandang status lajang sejati, maka akan semakin banyak pertanyaan sensitif berseliweran, sudah ngalahin debu jalanan. Iya, memang betul.

Aku tersenyum, agak dipaksakan. Lebih baik aku membahas topik lain. "Adit kemana, Tante?" sejak aku datang memang belum melihat anak sembilan tahun itu.

"Lagi ikut sama papanya. Mancing di pemancingan biasa, katanya sambil ketemu teman lama yang baru pindahan." Tante berhenti sejenak, berpikir. "Terus katanya mereka mau mampir ke saung mana gitu, ada urusan bisnis."

"Oh..." Jawabku sambil mengangguk. "Weekend si Om tetap on kerja ya, Tante?"

"Iya, sama kayak kamu, Nin. Makanya kapan coba kamu punya waktu nyari cowok kalau weekend saja dipenjara sama kerjaan terus!" Tante Pinkan melirikku sinis.

It Was Always You (1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang