"Hei, lo di sini?" sapa Kalky pada laki-laki yang baru datang.
Aku ikut menoleh, seketika tubuhku terasa dingin bagai disiram es balok yang baru saja mencair. Harris yang tadinya tersenyum pada Kalky ekspresi wajahnya mendadak berubah ketika menatapku, seperti kaget dan entahlah. Aku memaksakan senyum yang tak kalah kagetnya. Baru puluhan menit lalu dia mengajakku pergi dan aku beralasan ingin istirahat, lalu dia memergokiku jalan di mal sebesar ini. Kan, kacau!
"Kamu di sini, Ris?" sapaku gugup.
"Eh, kalian sudah kenal?" Kalky bertanya pada kami. Aku diam, Harris yang menajawab. "Iya," katanya datar. Ia kelihatan agak jengkel saat menatapku, tentu saja aku bisa membaca raut wajahnya yang sungkan.
Tiba-tiba dadaku sesak, sulit bernapas. Harris pasti marah karena merasa telah dibohongi, tapi kalau mau dirunut aku kan tidak salah, mendadak saja ada kejadian Salma tantrum di lobi kantor. Aku masih berdiri kaku, takut menatap wajah Harris yang sangat berusaha menyembunyikan amukannya. Dan saat ini perasaanku pun sedang bertarung dalam diam, antara getir, cemas dan takut. Rasanya seperti diriku telah melakukan dosa besar, tertangkap tengah selingkuh! Kenapa ya? Bukankah harusnya aku bersikap biasa saja, aku tidak ada hubungan apa-apa dengan Harris. Aku hanya teman jalan dan makan siangnya, itu pun karena dia yang meminta. Aku menarik napas perlahan-lahan, butuh oksigen lebih banyak lagi. Berusahalah bersikap tenang, Hanindya...
"Mau makan juga?" pertanyaan Kalky menyadarkan ketegangan antara aku dan Harris. Sepertinya dia tidak sadar bahwa Harris sedang berusaha menahan diri.
"Iya, Ky." Harris masih menatapku dengan tatapan yang mengerikan, aku menunduk, melihat Salma yang menarik-narik tanganku.
"Bareng saja yuk! Tadi gue dari kantor niatnya mau beresin kerjaan, ada kejadian Salma tantrum dan malah ketemu Hanin juga."
"Gue boleh gabung nih?" tanya Harris pada Kalky, seharusnya kan padaku juga ya? Rusuh!
"Iya dong! Masa ketemu di sini mau makan sendiri-sendiri?" Kalky terlihat akrab dengan Harris, ia menepuk pundak temannya dan mengajak mengambil meja di salah satu restoran yang mulai ramai. Aku dan Salma yang masih bergandengan mengikuti jejak mereka berdua.
Aku duduk di sebelah Salma dan berhadapan dengan Harris, rasanya sulit sekali menerjemahkan tatapannya sejak tadi berpapasan. Aku juga mendadak canggung dan bingung, untunglah ada Salma yang mampu mencairkan kekakuanku. Dia sekarang minta aku suapi, Kalky melarang karena tidak enak mengganggu makanku, aku justru merasa senang dan bahagia bisa bertemu anak selucu Salma. Saat kami duduk menunggu sajian datang, aku sempat mendengar Harris dan Kalky membicarakan masa lalu mereka yang ternyata pernah satu kampus. Pantas saja mereka seumuran, atau jangan-jangan mereka dulu juga berada dalam satu lingkaran sosial. Entahlah, yang jelas apa yang sedang aku saksikan di depan mata memang terlihat alami, mereka seperti teman lama yang akhirnya bertemu kembali.
"Ky..." Harris menyumpit udangnya, "kemarin gue lihat lo jalan sama Mara."
Deg. Tanganku mendadak berhenti menyuapi Salma saat mendengar nama perempuan lain disebut oleh Harris.
Mara, siapa? Calon mamanya Salma sekaligus calon istri baru Kalky? Rasanya hatiku teriris sebiji!
"Tante... mam!" Salma menatapku penuh permohonan.
"Oh... iya, Sayang..." aku menyuapkan porsi kecil ke mulut Salma, Kalky tersenyum melihat tingkah anaknya yang lucu ini.
"Oh, waktu itu Mara baru balik dari Australia dan minta dijemput. Dia baru selesai ambil master di sana." Jelas Kalky dengan suara yang terdengar bahagia.
Jangan-jangan dia jatuh cinta dengan Mara itu!
Hatiku sudah terpotong-potong. Ini menyakitkan.
"Kalian temenan aja?" Harris bertanya lancar.
Sebelum menjawabnya, Kalky sempat melihat wajah mungil anaknya dan tersenyum entahlah. "Hmmm... apa ya? Nggak juga sih. Lihat nanti."
Aku memaksakan diri melihat wajah Kalky lagi, detik itu rasanya aku ingin menangis. Aku ingin lari ke kamar mandi atau pulang sekalian. Kalky terlihat beanr-benar bahagia sekali, aura itu terpancar keluar dan mampu disaksikan oleh mata manapun. Jangan-jangan dugaanku benar! Perempuan bermana Mara itu adalah calon ibunya Salma. Aku terlambat.
"Iya, setahu gue empat tahunan lalu dia batal nikah setelah dengar kabar duka dari keluarga lo, Ky." Harris juga aneh, ia berbicara pada Kalky tapi tatapan matanya selalu mengarah kepadaku. Membuat aku ingin melempari wajahnya dengan piring makanku sendiri. "Gue pikir... kalian bisa bareng kayak dulu zaman kuliah. Lagian dia itu berharapnya sama lo, bukan sama mantannya." Dan kali ini Harris menepuk punggung Kalky sebagai seorang sahabat yang nasehatnya wajib dipenuhi.
"Rencananya sih gue mau ngomong serius sama dia, Ris. Doain saja ya, semoga lancar." Kalky tersenyum sangat manis.
Mataku sudah berkaca-kaca, aku menunduk, tanganku tetap menyuapi Salma. Aku menyembunyikan semua ini sendiri, dan rasanya amaaat berat. Sangat berat sekali. Ya Tuhan... kenapa semua ini harus terjadi ya? Aku sudah terlambat.
Setelah Salma selesai menghabiskan makannya, aku pun buru-buru menghabiskan makanku, susah payah aku berusaha menelan semuanya. Dua orang dewasa di depanku masih bercakap-cakap, aku tidak peduli lagi mereka membicarakan apa. Sampai akhirnya aku memutuskan untuk pulang duluan dengan alasan ada urusan di rumah saudara, kali ini aku tidak sedang berbohong karena memang ingin pergi ke rumah Tante Pinkan untuk curhat sekaligus melampiaskan semuanya.
Harris menatapku dengan tajam. "Weekend enaknya langsung balik ke rumah dan istirahat lho," sindirnya saat aku izin pamit dan menjelaskan alasannya.
Aku hanya tersenyum, getir rasanya. Lalu kualihkan tatapan kepada Kalky dengan berat hati, "terimakasih ajakan makan siangnya, Mas. Salma sangat lucu. Oh ya, saya pamit dulu ya." Aku beralih pada Salma setelah Kalky menjawab, terlihat sekali aku sedang terburu-buru ingin segera pergi dari sini. "Salma, Tante pulang dulu ya. Kapan-kapan kita ketemu lagi. Oke?" kataku basa-basi. Kalaupun ketemu, pastinya dia sudah dengan ibunya yang baru, yang dicintai dan disayangi oleh ayahnya.
Lalu kepada Harris aku hanya mengangguk singkat, tak sanggup mulut ini berbicara lebih banyak. Lagipula aku sedang berusaha menahan desakan air mata yang siap meluber ketika aku berada dalam situasi aman dan tertutup.
Di sinilah aku, sesenggukan sendiri di dalam taksi menuju rumah Tante Pinkan. Perasaanku sudah tidak terkendali. Aku kalap...
***
Udah pada Follow aku di sini belum?
Follow juga ya di KaryaKarsa dan ig @rah.idTerimakasih banyaaak sudah baca tulisanku di sini. Semoga menghibur...
KAMU SEDANG MEMBACA
It Was Always You (1)
RomanceTamat Romance. Comedy. Realistic Fiction Seri #AhsanFamily 2 Hanindya, a functional engineer. Kenalan dengannya akan membuatmu tahu tentang betapa hectic & riwehnya hidup di usia seperempat abad (25++) ini. Karir lumayan oke, simple, cerdas dan pemi...