Ayo Vote, Komen, & Follow aku di Wattpad dan ig @rah.id
Terimakasih banyaaak sudah baca tulisanku di sini. Baca juga di KaryaKarsa, nikmati voucher yang ada. Buruan serbu sebelum habis!
Dengan suasana hati yang gelisah dan rusuh begini aku masih harus kerja dan berpikir keras membuat report di kantor klien yang berlokasi di Ciputra. Sudah dua jam aku duduk, rasanya mulai bosan, ditambah otakku mulai buntu.
Aku menyandarkan punggung ke kursi, mbak-mbak di sebelahku yang seorang akunting menyetel MP3 dari laptopnya agak kencang, selera musiknya menurutku unik dan aneh. Kurasa dia berdarah campuran, Jawa-Sunda-Padang, ini kalau dilihat dari fitur wajahnya dan juga sejak tadi dia rajin memutar lagu-lagu dari daerah Jawa-Sunda. Aku hanya mengerti bahasa jawanya saja, kulihat dia masih lumayan muda, di bawah 25 tahunan.
Masa bodo dengan lagu daerah yang dia pilih, aku terlanjur ikut menikmati alunan lagu keroncongnya Didi Kempot yang sedang dia putar. Tanpa sadar aku ikut bersenandung, mengikuti alunan lagu Sewu Kuto ini.
"Mbak, HP-nya getar." Dia menyadarkanku.
Aku langsung meraih ponsel di atas meja, tepat di samping laptop. Tiara mengirim pesan.
Mutiara : Gue mau ke Penang nih, nitip apa?
Hanindya : Serius mau lo bawain?
Aku mengetik sambil terkekeh sendiri. Sudah pengin usil dengannya. Dan tiba-tiba saja aku terhibur dengan pesan darinya, seperti angin segar yang datang disaat aku butuh.
Mutiara : Iya, kalau bawaan gue nggak berat ya tp...
Hanindya : Bungkusin cowok ganteng aja satu. Tp yang sehat, jangan yg besok mau mati!
Mutiara : Semua orang bakal mati, Hanin, Sayang...
Mutiara : Nggak ada cogan! Gue aja nyari belum dapet2.
Aku sedang mengetik balasan kepada Tiara, mendadak layar ponselnya memunculkan satu nama, Harris, dia meneleponku. Sompret! Segera kuletakkan ponsel di atas meja, malas menjawab.
"Nggak diangkat, Mbak?" tanya orang di sebelahku. Kelihatannya dia peduli sekali dengan apa yang aku lakukan di sini, saat aku sibuk mengerjakan tugas pun dia banyak bertanya ini dan itu.
"Nggak penting." Jawabku sambil melempar sedikit senyuman.
Saat nama Harris sudah tidak muncul lagi, aku buru-buru mengetik pesan yang tertunda untuk Tiara dan ternyata kali ini Tiara menelepon. Langsung kuangkat dengan semangat.
"Kamu kenapa nggak pernah angkat telepon saya, Hanindya?" suara di ujung sana sedikit menyentak dan membuatku kaget.
Mati! Ini suara Harris. Aku menepuk kening dan bersandar lemah di kursi. Mulutku terkunci.
"Saya lihat kamu bisa chatting-an sama Tiara, kok telepon saya nggak bisa kamu angkat?" tanyanya lagi, memojokkan. Terdengar suara Tiara hendak merebut ponselnya dari kekuasaan sepupu menyebalkannya ini. "Saya cuma pengin tahu kabar kamu gimana? Sehat?"
"Eh, iya... sehat kok," jawabku kikuk. Aku ingin balik bertanya, kenapa dia bisa bersama dengan Tiara? Kuurungkan niatku itu, lebih baik Tiara saja yang menjelaskan.
"Ya sudah, kamu lagi kerja, kan? Jangan sering online." Tanpa sadar aku mengangguk. "Jangan suka korupsi waktu kerja. Kamu, kan, dibayar untuk kerja bukan untuk ngomongin... apa tadi, Ra?" Dia bertanya pada Tiara. Terdengar Tiara memberi sumpah serapah padanya.
Aku menahan tawa, pasti kesal sekali ya bertengkar dengan orang macam Harris. Sudah menyebalkan, sok berkuasa lagi. Plus, dia cerewet sekali macam kakek-kakek.
KAMU SEDANG MEMBACA
It Was Always You (1)
RomanceTamat Romance. Comedy. Realistic Fiction Seri #AhsanFamily 2 Hanindya, a functional engineer. Kenalan dengannya akan membuatmu tahu tentang betapa hectic & riwehnya hidup di usia seperempat abad (25++) ini. Karir lumayan oke, simple, cerdas dan pemi...