Alex's Feelings

5.5K 745 30
                                    

Di tempatku jam 4:39 PM alias sore
Hanin juga kayaknya baru balik kondangan,
Yuk, simak aja kisahnya sore ini bareng cowok keren lainnya

Komenin yg banyak dung, suka nih baca-baca komen kalian. Xixixi

Tengkyuhhh

...

Masih dengan senyumnya yang memikat, Alex pun berkata. "Iya. Secara nggak langsung gue teman Arya, pernah seminar bareng dan yah kita tukar nomor." Jelasnya dengan senang hati. Ia terlihat selalu ramah dan tetap buaya.

Aku dan Tiara bertukar pandang, mendengar jawaban Alex rasanya aneh. Ganjil.

"Tukar nomor tuh biasanya sama cewek, kan. Lo kok sama Arya sih?" Tanyaku menahan tawa. Geli sendiri.

"Nyari koneksi ya?" celetuk Tiara, tertawa.

Alex menyengir seraya mengangkat bahunya yang lebar, dia terlihat tampan dengan batik biru yang dikenakannya, kalau tidak salah ingat... dia juga pernah pakai batik ini di hari Jumat, tapi entahlah. "Siapa tahu kan bisa gebet sepupunya. Lo masih single, kan?" tanyanya langsung.

Aku dan Tiara melempar pandang untuk kedua kali, tak lama tawa pun pecah seketika.

"Jangan deh, Tiara sudah tahu banget soal lo, Lex." Aku tak setuju.

Alex mengangguk dan wajahnya tetap bersahabat, tidak tersinggung sama sekali. Memang, sepak terjangnya di dunia percintaan sudah dikenal dimana-mana. Alex membuatku teringat Genta, salah satu sepupuku yang lumayan player.

"Lo kerja di mana, Ra?" Alex memulai obrolan ringan.

"Masih tempat lama, ulah nepotisme nih. So, gue nggak bisa ke perusahaan lain deh." Aku Tiara, sejak lama dia ingin bekerja di kantor lain, tempat yang tidak ada hubungannya dengan keluarga besar Ahsan. Namun langkahnya selalu dicegat oleh para sepupu yang terus menahan dan membutuhkannya. Hingga akhirnya Tiara pun pasrah dan merekalan diri menjadi budak di perusahaan keluarganya sendiri.

Ketika Tiara dan Alex sedang seru-serunya membahas akal-akalan keluarga agar Tiara tetap bertahan sampai tua di perusahaan milik kakeknya, kulihat Harris berjalan ke arah kami. Laki-laki dengan setelan jas hitam itu menatap kami nyaris tanpa kedip. Aku meneguk ludah sesaat sebelum dia benar-benar bergabung dengan kami.

Tiaralah yang tanpa sungkan mengenalkan Alex pada sepupunya itu. Terlihat dua pria dewasa saling tatap dan berjabat tangan layaknya seorang gentleman. Aku sendiri mulai tidak nyaman dan merapat pada Tiara. Aku merasa ada aura negatif yang merambat sejak Harris bergabung dengan kami.

"Eh ya, lo sudah nyicip hidangan belum, Nin?" Tiara tahu aku sudah ingin pergi dari lingkaran ini, dia pun bertanya basa-basi.

"Belum."

"Kebetulan, gue juga sibuk dari tadi dan belum makan apa-apa." Tiara lalu menggandengku. "Kalian kita tinggal ya. Nggak apa-apa kan, Lex?"

Alex mengangguk. "Gue juga belum ke Arya, santai saja, Ra."

"Oke."

Sementara aku dan Tiara hendak pergi, Harris justru menatap bola mataku dengan tajam. Aku nyaris tidak bisa bernapas sama sekali.

"Ayo, Ra. Buruan..." aku menggamit lengan Tiara dan mengajaknya menuju tempat hidangan. Kami mengambil makanan dalam porsi kecil dan minuman dingin, lalu duduk di meja yang sudah kosong. Aku sudah tidak melihat keberadaan Harris yang sempat kuhindari. Entah kenapa aku ingin sedikit menjaga jarak dengannya, aku khawatir Helen melihat kami sedang bersama dan membuat gadis itu kembali menanyakan hal yang sulit kujawab.

It Was Always You (1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang