Clearly Seen

7.5K 807 6
                                    

Tidak perlu heran mengapa aku terlihat bersemangat sekali di hari Senin ini, wajahku pun berseri-seri sejak subuh tadi. Alasannya adalah karena aku ingin memburu gosip tentang Kalky, aku harus cari tahu tentang dia sampai tuntas.

Ini adalah Senin terniat yang pernah aku lalui, aku berangkat pagi-pagi sekali untuk sarapan bersama mbak-mbak dari departemen akunting dan finance yang kebanyakan suka bergosip. Aku memilih duduk di tengah, supaya leluasa dan bisa mendapat banyak informasi dari sana-sini. Selama satu tahun kerja di sini, aku jarang sekali mengobrol dengan mbak-mbak ini, selain tidak ada urusan pekerjaan, aku juga sibuk dengan teman-teman di timku sendiri yang kalau ajang makan siang omongannya suka kreatif dan hancur seperti mobil tanpa rem menabrak trotoar.

"Ehem." Aku berdeham, mengaduk bubur ayam. Kedengarannya mereka sedang membicarakan gosip terbaru aktris yang gagal menikah, entah karena apa. Aku melirik mbak-mbak di sebelahku yang sibuk memainkan ponselnya. Merasa diperhatikan dia menatapku balik, aku tersenyum manis.

"Eh, tumben sarapan di sini, biasanya sudah di meja kerja, Nin." Kata Mbak itu.

Cengiranku makin lebar, ada maunya. "Bosen. Cowok-cowok ngomonginnya resek!"

"Hahaha... iya sih ya. Namanya juga cowok." Dia kelihatan ramah, boleh langsung tembak nih ke topik sasaran. "Otaknya juga suka ngeres tahu," tambahnya.

"Mbak, sudah lama kan kerja di sini?" tanyaku sebelum menyendok bubur ayam.

Dia mengangguk, "lumayan lah, sekitar... lima tahunan ada. Kenapa?"

Wah, bagus nih, dia sudah memancingku. Aku tersenyum malu, "kenal sama Kalky tim Tiger?"

"Farah, woi... ada yang nanyain Kalky nih!" Mbak itu memanggil temannya yang duduk di seberang. Aku menunduk malu. Gawat. Perempuan yang bernama Farah itu mendekati meja kami dan duduk di depanku, dia sempat menatapku dengan senyuman innocent. "Ini dia yang tahu banyak soal Kalky, kalau gue sih sudah punya suami ya, malas bahas duda!" katanya datar.

Mataku mendelik, kaget. Dia bilang apa? Duda? Jadi... memang ada kemungkinan dia divorce?

"Lo suka sama Kalky ya?" tembak Farah langsung, aku berusaha tenang agar tidak terlihat bahwa sebenarnya aku memang tertarik dengan bapak satu anak itu. "Gue dulu juga suka tuh sama dia. Sayangnya dia, kan, agak dingin dan cuek orangnya, terus juga kayaknya sangat pemilih buat cari ibu baru untuk anaknya yang lucu itu," jelas Farah dengan ramah.

Setuju, anaknya memang lucu dan cantik. Aku penasaran lalu bertanya, "dia sama istrinya kenapa ya, Far?"

Farah terlihat agak kaget. "Lo enggak tahu? Padahal kalian sama-sama di departeman IT project lho."

Aku menggeleng, seolah kabar tentang Kalky ini sudah sewajarnya aku tahu. Mungkin kalau aku satu tim dengannya ada kesempatan untuk tahu berita ini lebih awal. "Kenapa?" tanyaku lagi, degan rasa penasaran yang makin mencuat.

"Istrinya meninggal, Nin." Ucap Farah pelan, aku meletakkan sendok di mangkuk dan tidak selera menghabiskan bubur ayamku lagi. "Nggak lama setelah lahiran istinya meninggal, masih muda lho katanya."

Mendengar istri Kalky sudah lama meninggal perasaanku hancur. Bukankah harusnya bahagia karena aku punya kesempatan? Tidak, karena saat ini aku memposisikan diri sebagai putri kecil Kalky yang tak bisa melihat wajah ibunya sendiri. Sungguh, aku benar-benar kasihan karena Salma sudah ditinggal oleh ibunya sejak masih bayi. Rasanya sekarang mataku panas, ingin menangis.

Karena tidak selera makan lagi, aku pamit pada mereka untuk kembali ke kantor lebih dulu. Membawa mangkuk berisi bubur ayam ke penjualnya lagi untuk meminta maaf, aku bilang kalau mulutku sedang terasa pahit sehingga bukan salah bubur ayamnya. Aku berjalan lunglai menuju lift, memencet tombolnya saja serasa tak ada tenaga.

It Was Always You (1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang