11. Tanya Hati

3.1K 491 47
                                    

Naura gemetar, saat mobil Arkan berhenti di depan rumahnya, terlihatlah Laila yang sudah menunggu di ambang pintu dengan tangan melipat didada.

"Ada gue," ucap Arkan singkat.

Naura turun dari mobil hitam tersebut kemudian melangkah menghampiri sang ibu yang juga menghampirinya.

"Kamu ya!" bentak Laila menjambak kasar rambut Naura.

"Habis dari mana!? Pulang sekolah ngelont---"

Arkan datang, menahan tangan Laila yang hendak menampar pipi mulus Naura yang sudah basah akibat air mata.

"Kamu lagi!?" tantang Laila pada Arkan.

"Iya! Kenapa!?" jawab Arkan lalu menghempaskan tangan Laila hingga wanita itu meringis.

"Kenapa!? Anda mau ngusir saya lagi!?" tanya Arkan melangkah maju hingga membuat Laila terpojok.

"Jadi kamu yang berani bawa Naura per--"

"Iya! Saya!" potong Arkan lantang.

"Dasar ya! Anak jaman sekarang kalau--"

"Kenapa!? Kenapa anak jaman sekarang!?" potong Arkan semakin membuat Laila terpojok tak bisa berkata-kata.

"Saya! Arkana Putra Samdrick! Sekali lagi saya ngeliat anda nyakitin Naura! Saya nggak segan-segan laporin kasus ini ke pihak berwajib! Ngerti!?"

Laila mengangguk pelan dengan tangan terkepal, matanya melirik Naura yang hanya diam di tempat. "Naura! Masuk!" titah Laila dan Naura langsung beranjak masuk kerumah.

"Camkan itu!" ucap Arkan tegas lalu kembali masuk kemobilnya.

Laila berdecak sebal dan memilih pergi dari rumah menggunakan taksi meninggalkan Naura sendiri yang mungkin tengah menangis.

"Dasar, berani-beraninya nyakitin pocari sweet gua," omel Arkan saat diperjalanan pulang.

Waktu berganti menjadi pagi lagi, Arkan sudah berada dimobil Alphard hitamnya menunggu Pak Aryo yang mungkin sedang bersiap. Beberapa menit kemudian, mobil pun beranjak dari istana nan megah itu.

"Oi," sapa Rehan mensejajarkan langkahnya dengan Arkan.

"Gilang mana?" tanya Arkan menatap sahabatnya itu sekilas.

"Masih diwarung Mbak Sari," jawab Rehan santai.

"Bolos aja lah, gimana? Gue butuh ketenangan nih, ada yang mau gue ceritain juga ke kalian," ucap Arkan yang langsung mendapat anggukan girang dari Rehan.

Kedua pemuda itu berbelok menuju taman belakang sekolah yang dibatasi tembok besar, tembok yang langsung terhubung dengan warung Mbak Sari. Arkan lebih dulu naik diikuti Rehan.

"Eh! Elo pada," sapa Gilang pada Arkan dan Rehan.

"Enak sendiri nih anak," cibir Arkan lalu menaruh tasnya didekat tas Gilang begitu pun Rehan.

"Mbak, kopi deh," ucap Rehan pada Mbak Sari.

"Arkan, mau pesan apa?" tanya wanita tersebut setelah mengangguk pada ucapan Rehan.

"Kopi susu, enak kayaknya sambil sebats," jawab Arkan terkekeh. Mbak Sari pun mulai menyiapkan pesanan dua pemuda itu.

"Lo mau cerita apa, ngab?" tanya Rehan. Gilang yang mendengar hal itu langsung mendekatkan duduknya dengan Arkan.

"Soal Naura," ucap Arkan mulai menyalakan sebatang rokok yang sudah terselip dibibirnya.

"Kenapa? Kenapa? Dia nerima cinta lo?" tanya Gilang antusias penuh semangat.

Arkan menghembuskan asap rokoknya dengan mata terpejam seolah menikmati setiap detik dari moment tersebut.

"Soal keluarganya," ucap Arkan singkat.

"Buset! Ceritanya jangan nanggung dong!" gerutu Rehan kesal lalu meraih pematrik guna menyalakan rokok miliknya.

"Jangan bilang siapa-siapa termasuk nyokap bokap kita," pinta Arkan sebelum bercerita. Dua sahabatnya langsung mengangguk dan mulai serius menanggapi ucapan Arkan.

"Wait! Wait! Elo sering nangkring dibalkonnya Naura? Serius?" potong Rehan geleng-geleng kepala.

"Gue nggak tega liat dia nangis sebelum tidur, orang lain baca doa, dia malah nangis. Sumpah, nyokapnya tuh beneran bikin gue emosi, kalau laki udah gue hajar!" tukas Arkan dengan nada bicara yang mulai terpancing emosi.

"Jadi, lo yakin kalau Naura cuma anak adopsi?" tanya Gilang bingung.

"Enggak terlalu yakin," jawab Arkan.

Mbak Sari menyelah pembicaraan mereka dengan dua gelas minuman yang ia buatkan tadi. Memastikan wanita itu kembali dengan pekerjaannya, Arkan pun melanjutkan kalimatnya.

"Gue bingung. Kalau gue minta bantuan ayah buat kasus ini, pasti Naura ngerasa nggak enak, pasti dia juga ngerasa nggak nyaman, mungkin malu. Tapi kalau gue nggak minta bantuan ayah, gue cuma duduk doang dong sambil sebats nungguin takdir Tuhan yang bilang siapa orang tua kandung Naura," jelas Arkan panjang lebar.

"Emang... Spesialnya tuh cewek dimata lo apa sih?" tanya Rehan serius.

Gilang tertawa namun secepat mungkin ia hentikan saat raut wajah Arkan berubah.

"Naura beda!" tukas Arkan dingin.

"Gue cuma mau bilang, jangan dimasukin hati, masukin perut aja biar kenyang," kekeh Rehan sebelum melanjutkan kalimatnya. "Dari awal masuk sekolah, lo ngejar-ngejar dia sampai kita kelas 12, yang elo dapat apa? Cuma makian dari dia. Jangan marah, gue cerita sesuai fakta, iya nggak Gil?" tanya Rehan pada Gilang. Gilang mengangguk dengan ekspresi serius.

"Makanya itu! Sebelum gue dapatin dia! Gue nggak bakal berhenti!" tekad Arkan mengajak Gilang tos dan Gilang membalasnya.

Rehan geleng-geleng kepala. "Terus, kalau Naura udah nerima cinta lo, lo udah dapatin dia, mau lo apain?" tanya Rehan lagi.

Arkan diam menimang-nimang jawaban atas pertanyaan Rehan barusan. "Gue nikahin! Gimana!?"

"Mantap!" jawab Gilang cepat kembali ber tos ria dengan Arkan.

"Stress!!!" kesal Rehan memilih meneguk kopinya dengan kening berkerut.

"Lo cinta apa obsesi, sih?" tanya Rehan lagi.

"Candu," jawab Arkan dengan smirk.

"Stress!" kini Gilang yang bersuara.

Hingga tanpa sadar pembicaraan mereka terus berlanjut selama jam pelajaran pertama. Bel istirahat berbunyi, Arkan mengeluarkan uang berwarna biru lalu menyerahkannya pada Mbak Sari, seperti biasa ia mengucapkan tanpa kembalian.

Tiga pemuda itu bergegas memanjat tembok sekolah yang cukup tinggi itu. Setelah berhasil, dengan santai mereka memasuki kelas yang hanya terdapat beberapa siswa, mungkin yang lain sedang beristirahat kekantin.

"Naura nggak masuk," ucap Selvi pada Arkan.

"Loh!? Kok nggak bilang sama gue!?" tanya Arkan tak sabaran.

"Elo nya nggak ada," jawab Selvi seadanya. "Lagian gue udah ngirim pesan di Whatsapp nggak dibaca-baca," tutur Selvi menjelaskan.

Gilang tertawa begitu pun Rehan, namun lain halnya dengan Arkan yang ngacir meninggalkan kelas.

"Nih ya! Arkan tuh nggak tahu cara gunain Whatsapp, dia ngetik aja sering typo. Nomer lu aja nggak mungkin di save sama tuh anak," ucap Rehan diangguki Gilang.

"Gue mah bodo amat!" ketus Selvi lalu keluar dari kelas.

"Yaelah! Sensian amat lu! Titisan Annabel! Kayak Bu Rika!" teriak Gilang keras.

"Gilang!!!" balas seorang wanita yang kebetulan berada diluar kelas dan mendengar teriakan pemuda itu.

"Mampus Bu Rik!" panik Gilang begitu pun Rehan.

•••










TBC...
Vote + komen janga lupa!!!

Arkan X NauraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang