33. Isi Hati Naura

2.5K 457 145
                                    

Arkan menatap Naura yang telaten mengompres memar dikedua tangannya. Senyum tipisnya hadir, tak apa jika ia merasakan hal yang lebih perih dari sekedar memar ditangan, asalkan ia bisa bersama Naura pada akhirnya.

"Nau, lo udah maafin gue?"

Naura menghentikan aktivitasnya sejenak, ia hanya diam dan kembali mengobati luka memar pada tangan pemuda itu.

"Kalau lo diam, berarti jawabannya iya!" ucap Arkan senang dengan senyum lebar. "Buktinya sekarang, elo ngobatin luka gue. Itu artinya lo perhatian dan takut gue kenapa-napa, iya nggak?"

Naura tak dapat menahan dirinya untuk tidak mengarahkan pandangan pada Arkan. Tatapannya terlihat kesal, lain halnya dengan Arkan yang cengengesan padanya.

"Apa?" tanya Arkan bingung.

"Diam, nanti bokap gue dengar!" ucap Naura agak kesal.

"Santai aja, paling bokap lo nyuruh gue buat tanggung jawab terus kita dinikahin, bahagia deh!" Arkan tersenyum setelah menyelesaikan kalimatnya.

"Arkan! Jangan berisik!" Naura berdecak kemudian menempelkan beberapa hansaplas dibagian yang tergores pada tangan Arkan.

Arkan menghembuskan napas lelah lalu dengan santai merebahkan diri dikasur Naura. Matanya menatap langit-langit kamar sedangkan Naura membereskan peralatan P3K.

"Arkan," panggil Naura setelah duduk disofa. Arkan menoleh dengan kening berkerut.

"Soal jam tangan lo..." Naura menghentikan kalimatnya dengan tatapan canggung saat Arkan mendekat kemudian duduk disebelahnya.

"Gue rela ngasih apa pun buat lo, jam tangan itu nggak penting sama sekali." Arkan menyelipkan anak rambut Naura kemudian mengusap pucuk kepala gadis itu dengan jemari yang dibalut beberapa hansaplas.

Naura menatap Arkan dan kontak mata kembali terjadi. Arkan menarik perlahan punggung Naura dengan satu tangannya dan nampaknya Naura diam tak bergeming. Saat sedikit lagi bibirnya menyentuh bibir Naura, Arkan tersenyum menatap kedua mata Naura yang terpejam. Ia pun mengangkat wajahnya untuk mengecup pucuk kepala Naura.

Naura gelagap dan langsung membuka matanya dan Arkan masih tersenyum padanya.

"Gue nggak punya hak apapun dari tubuh lo," ucap Arkan membuat Naura terdiam dengan mata berkaca-kaca.

"Tugas gue cuma ngebuat lo jatuh cinta sama gue, bukan mau ngerusak lo, ngajak lo kejalan yang salah," jelas Arkan lagi.

"Kalau gue udah jatuh cinta sama lo?"

Senyuman Arkan luntur menatap setetes air mata Naura yang jatuh diiringi tetesan yang lain.

"Jawab, Arkan!" kedua tangan Naura terangkat mengguncangkan pelan kedua bahu Arkan.

"Lo tau!? Rasa cinta elo ke gue itu nggak lebih dari sekedar obsesi!" ucap Naura dengan telunjuk tertuju pada wajah Arkan.

"Lo cuma mau gue jatuh cinta sama lo kayak apa yang lo rasain ke gue. Tapi nanti, setelah lo dapatin apa yang lo mau. Perlahan-lahan lo bakal berubah, acuhin gue, dan mungkin beberapa tahun kedepan gue adalah orang asing dalam hidup lo!"

Chup!

Satu kecupan mendarat sempurna pada bibir Naura yang sudah bergetar akibat isakan tangisnya. Naura mendekap Arkan dan enggan melepaskan pelukan sekaligus ciumannya. Arkan bahkan terkejut dan sekarang ia yang merasa bingung dengan perasaannya.

"Gue nggak mau kehilangan lo!"

"Gue nggak mau lo berubah!"

"Gue terlalu munafik tentang perasaan gue!"

Arkan tersender pada sofa mendengar ucapan Naura yang menundukkan wajahnya masih dengan tangisan.

"Gue broken home, nggak ada rasa cinta yang gue rasain kecuali dari elo dan gue nggak mau kehilangan rasa elo ke gue!"

Arkan menarik Naura kedalam pelukannya berusaha menenangkan gadis itu.

"Gue bahkan nggak tau siapa orang tua kandung gue!"

"Dan satu lagi, jangan pernah lupa kalau derajat kita itu beda!" ucap Naura mengakhiri kalimatnya sebelum diam dalam dekapan Arkan.

"Naura?"

Arkan melepas pelukannya perlahan saat Naura terlelap dalam pelukannya. Ia mengangkat tubuh Naura kemudian merebahkannya dikasur secara perlahan. Hidung mancung gadis itu memerah dengan anak rambut yang berantakan.

Arkan menarik selimut lalu menyelimuti gadis itu hingga nampak nyaman dalam tidurnya. Arkan duduk terdiam menatap kosong kearah pintu balkon yang tertutup. Pikirannya melayang kemana-mana terutama tentang ucapan Naura yang mengatakan perasaannya tadi.

Naura tak ingin kehilangan dirinya? Benarkah? Arkan tersenyum kemudian menatap Naura. Ia mengecup lama kening gadis itu sambil mengusap pucuk kepalanya.

"Gue lebih nggak mau kehilangan segalanya tentang elo," ucap Arkan pelan.

Arkan keluar melewati balkon dan tiba di mobil. Ia pun mengetuk kaca mobil secara perlahan apakah Pak Aryo tidur atau tidak.

"Den?" panggil Pak Aryo saat pintu mobil terbuka.

"Pulang yuk, Pak." Arkan masuk kemobil sesegera mungkin sebelum hujan turun lagi.

Di pagi yang cerah, Gilang dan Rehan tengah berjalan bersama menuju kelas, Selvi terlihat menyusul dari belakang.

"Hai! Gimana kabar Arkan!?" tanya Selvi membuat keduanya terkejut.

"Pagi-pagi udah ngagetin," gerutu Gilang mensejajarkan langkahnya dengan Selvi.

"Baik," jawab Rehan datar.

"Itu mereka!" tunjuk Gilang pada koridor seberang. Nampaklah dua orang remaja berseragam sekolah berjalan bersamaan dengan tawa kecil.

"Mereka akur? Tumben," koreksi Selvi menghentikan langkahnya bersama Gilang, lain halnya dengan Rehan yang sudah tiba dikelas.

Arkan dan Naura, keduanya berjalan bersamaan menuju tempat yang tiada lain adalah kantin. Sepanjang jalan, Arkan tak henti-hentinya melontarkan rayuan kepada gadis disebelahnya itu.

Bedanya, jika dulu Naura membalas dengan cacian dan makian, kini ia membalasnya dengan tawa dan sesekali tersenyum menatap wajah Arkan seperti sekarang ini.

"Heh! Mau pesan apa?" tanya Arkan membuyarkan lamunan Naura.

"Apa ya..." gumam Naura mengedarkan pandangannya.

"Nauraaa..." panggil Arkan kembali duduk dikursi berseberangan dengan gadis itu. "Gue disini, bukan disono apalagi disono! Liatin gue aja..." rengek Arkan seperti anak kecil.

Naura tersenyum kemudian tertawa. Tangannya terangkat membenarkan dasi Arkan kemudian membersihkan noda bedak pada dahi pemuda itu. Arkan melotot malu.

"Aduh! Bisa-bisanya gue lupa ngehapus bedak yang dikasih, Bunda!" ucap Arkan membuat tawa Naura kembali hadir.

"Jadi lo ketawa karena bedak dimuka gue?" tanya Arkan kesal.

"Enggak, biasa aja. Gue cuma ketawa, ya gitu deh!" Naura kembali mengedarkan pandangannya menatap siswa-siswi yang berlalu lalang dipagi hari.

"Btw, nanti kalau mau nyium gue. Pakai aba-aba ya biar gue bisa siap-siap." Arkan berucap sebelum pergi memesan makanan. Hal itu sontak membuat wajah Naura memerah dan seolah ada kupu-kupu yang berterbangan diperutnya.

Naura, jatuh cinta?











TBC!
Kangen Arkan yang kayak gini?
Greget nggak?
100 komen up malam!
💓🦋

Arkan X NauraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang