31. Alter Ego

2.5K 469 87
                                    

Arkan tiba dirumah, ia menghampiri sang ibu yang tengah bermain bersama kucing. Wajahnya terlihat kesal dengan bibir yang dimanyunkan.

"Bundaaa..."

"Gara-gara Bunda! Arkan jadi muntah, gara-gara susu kucing pagi tadi..." adu Arkan namun nampaknya Alin hanya fokus mengusap bulu kucing kesayangannya dengan lembut.

"Bundaaa..." Arkan kembali merengek lalu menarik tangan Alin agar berada dikepalanya.

"Ya ampun, Arkan! Kamu ribut sama kucing tetangga? Kok muka imut kamu jadi penyok kayak mobilnya Spongebob!?" tanya Alin memekik kaget menatap penampilan sang anak.

"Bunda nggak mau tau! Mana kucing tetangga yang udah ngeroyok kamu! Mana?" Alin berlagak jagoan sambil melipat tangan bajunya. Hal itu semakin membuat Arkan kesal saja.

"Arkan berantem sama Rehan." Alan yang baru datang langsung menjelaskan. "Ribut, gitu lah pokoknya." Sambung pria itu pada sang isteri.

"Rehan? Punya kucing?" tanya Alin bengong.

"Tau ah! Arkan kesel sama Bunda!" Arkan menghentak-hentakkan kakinya beberapa kali sebelum pergi meninggalkan orang tuanya.

"Ayah! Tangan Ayah kenapa!? Kucing mana yang udah bikin tangan ayah luka!?" tanya Alin panik memegang tangan Alan yang diperban.

"Kucingnya Bunda." Arkan pergi meninggalkan Alin yang sudah berkacak pinggang menatap kucingnya.

Arkan tiba dikamar, ia langsung membersihkan diri kemudian mengobati luka diwajahnya berhadapan dengan cermin besar dikamar. Sesekali ia mendesis kesakitan saat cairan alkohol menyentuh titik luka memarnya.

"Eh! Naura!" kaget Arkan yang baru saja teringat akan gadis itu. Ia langsung meraih ponsel yang tersimpan didalam laci dan untungnya baterainya masih ada.

"Cemen banget kalau gue minta maaf lewat telepon." Arkan mengurungkan niatnya kemudian menaruh kembali ponselnya.

Pemuda itu menghembuskan napas gusar sambil menatap wajahnya yang dipenuhi luka lebam.

"Sebenernya gue kenapa?" gumam Arkan menatap pantulan wajahnya. Jemarinya terangkat untuk menyentuh cermin itu dan seketika telinganya berdengung.

"Awww!"

"Siapa pun elo!"

"Stop!"

"Pergi dari kepala gue!"

"Awww!"

Arkan mencoba tenang namun tak bisa, tubuhnya bergerak terombang-ambing hingga membuatnya menabrak beberapa lemari dan tembok.

"Aw!!!"

"Ayah!"

"Ayah!!!"

Alan datang dengan panik kemudian mendekati Arkan. Ia langsung menyuruh Arkan untuk meminum obat yang tadi diberikan oleh dokter dan kurang dalam waktu satu menit, Arkan tertidur disofa dengan tenang.

Alan meraih ponselnya kemudian menghubungi seseorang yang tiada lain adalah Pak Irham, temannya. Alan juga membenarkan posisi Arkan kemudian menyelimuti pemuda itu.

Berpuluh-puluh menit menunggu, akhirnya Pak Irham datang bersama Kenzie dan juga Aldy. Mereka langsung masuk kekamar Arkan dan nampaknya Arkan masih lelap dalam pengaruh obat penenangnya.

"Tadi, dokter bilang kalau Arkan punya kepribadian lain." Alan menjelaskan pada teman-temannya.

"Alter ego?" tanya Aldy dan Kenzie berbarengan. Alan mengangguk dengan ragu.

"Ini pasti karena pengaruh Arkan yang sendirian dikamar waktu lalu. Mentalnya sedikit terganggu, hal itu menyebabkan seseorang merasa punya dunia lain yang bertolak-belakang dari sifat aslinya." Pak Irham menjelaskan sambil mengusap keringat pada wajah Arkan.

"Kok serem!?" Kenzie bergidik ngeri. "Lo bikin Arkan pakai bismillah nggak?" tanya Kenzie yang langsung mendapat tabokan dari Aldy. Alan hanya menampilkan tatapan datar pada dua sahabat karibnya itu.

"Begini saja, Arkan akan melakukan terapi satu minggu sekali--"

"Arkan bisa sembuh?" tanya Alan cepat.

Pak Irham menatap mereka bertiga bergantian. "Semoga saja, kalau Arkan dapat mengontrol dirinya sendiri, itu akan memudahkan dia agar kembali normal dengan cepat." Tutur Pak Irham menjelaskan. Ketiganya mengangguk paham.

"Kalau Arkan sudah sadar, ajak dia bicara. Ngomongin yang santai-santai gitu," ucap Pak Irham lagi.

"Dan... Saya mau tau sama cewek yang namanya Naura." Pak Irham kembali menatap Arkan. "Sepertinya Arkan suka banget sama dia, soalnya dia pernah cerita kesaya dipertemuan pertama kami dulu," sambung Pak Irham.

"Perlu kami panggilin Naura?" tanya Aldy diangguki Alan.

"Oh nanti saja, mungkin dipertemuan selanjutnya dan menurut saya, Naura itu penting dalam proses penyembuhan Arkan." Pak Irham pun pergi setelah perbincangan singkat dengan Alan dan dua temannya.

Beberapa saat kemudian, Arkan terbangun sambil memegang kepalanya yang masih terasa pusing. Matanya melirik jam dinding yang menunjukkan pukul delapan malam.

"Gue harus nemuin Naura buat minta maaf!" tekad Arkan berjalan menuju kamar mandi untuk mencuci wajah dan berganti pakaian.

Saat ia menuruni tangga, ternyata sang ayah tengah bersama dua temannya. Arkan melangkah menghampiri mereka kemudian mengajak Kenzie tos seperti biasanya.

"Ayah, Arkan mau keluar---"

"Enggak. Kondisi kamu masih belum baik, mending dirumah aja, nonton TV sama kita," potong Kenzie atas ucapan Arkan.

"Yaelah, Arkan mau ketemu Naura. Masa nggak boleh?" tanya Arkan menatap Alan dan Kenzie bergantian.

"Naura aja yang disuruh kesini," jawab Aldy yang mendapat anggukan dan acungan jempol dari Alan dan Kenzie.

"Tapikan--"

"Pak Aryo! Tolong jemput Naura ya, ceweknya Arkan. Bapak tau 'kan alamat Naura?" panggil Alan pada Pak Aryo yang kebetulan lewat didekat mereka.

"Kalau Naura nggak mau gimana, Ayah... Arkan cuma mau ketemu Naura, mau ngomong sama dia, boleh ya?" rengek Arkan lagi. Pak Aryo menggaruk kepalanya kebingungan.

"Naura aja yang kesini," ucap Kenzie malas.

"Tapi maunya Arkan! Arkan yang nemuin dia! Kalian gimana sih!?" Arkan meninggikan suaranya kemudian pergi menaiki tangga dengan tergesa-gesa dan langkah beratnya.

Alan, Aldy dan Kenzie terdiam.

"Jadi gimana, Tuan?" tanya Pak Aryo bingung.

"Arkan! Hey! Oke! Oke! Kamu boleh pergi!" Alan berteriak dan dengan kecepatan kilat, Arkan kembali menuruni tangga.

"Ayo, Pak!" ajak Arkan dengan senyum lebar. Pak Aryo pun pamit, ia mengemudikan mobil hitam meninggalkan kediaman sang majikan.

"Kok di ijinin?" tanya Aldy pada Alan.

"Kayak lu pada nggak pernah muda aja," gerutu Alan malas dan kembali fokus pada layar televisi.

"Wah! Ada sugar daddy!" Alin memekik kegirangan lalu mendekat kearah tiga pria itu.

"Ya ampun, Alin. Kucingnya kok dipakain baju?" tanya Aldy menatap tak percaya pada kucing berkostum merah muda itu.

"Suka-suka, Alin! Kucing aja nggak protes! Iya 'kan kucing?"

"Meow!"

"Yeay!" Alin duduk disofa paling dekat dengan televisi kemudian mengambil alih remote agar channel televisi menampilkan film kartun.

"Ya ampun..." gumam Kenzie dan Aldy berbarengan menatap Alan yang nampak menikmati dengan keadaan sekarang.










TBC
Hai guys! Maaf ya akhir-akhir ini update nggak teratur. Kalau tembus 70 komen, malam aku up lagi 😎

Arkan X NauraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang