21. Kesalahan

2.4K 446 64
                                    

Rehan dan Gilang tertidur di kursi tunggu. Alan masih berada di dalam ruangan kepala polisi, Arkan diam di pojok ruangan sel dan tidak memakan makanan yang dibelikan oleh Pak Aryo tadi.

Fajar sudat terbit. Beberapa teman Bima tertidur, Bima menghampiri Arkan yang nampak hilang akal.

"Aden... Aden mau Bapak belikan--"

"Diam, Pak!" bentak Arkan seketika membuat Bima kaget. Pak Aryo memilih menjauh menghampiri Rehan dan Gilang yang masih tertidur. Arkan sangat jarang membentaknya bahkan mungkin tak pernah.

"Kenapa Ayah nggak keluar-keluar sih!" gerutu Arkan kesal.

"Tenangin diri lo," ucap Bima mengulurkan tangannya menyentuh bahu Arkan namun Arkan menepisnya.

Beberapa menit kemudian, Alan keluar dari ruangan kepala polisi begitu pun polisi tersebut yang nampak menampilkan tatapan tak suka.

"Ayah! Ayah!" panggil Arkan namun tak dihiraukan, Alan menghampiri Pak Aryo yang duduk bersama Rehan dan Gilang.

"Ayo pulang," ajak Alan tanpa menatap Arkan.

"Tapi Tuan--"

"Bentar lagi, isteri saya bangun. Pasti dia bingung kalau kita nggak ada dirumah," ucap Alan yang mendapat anggukan dari Pak Aryo.

"Ayah! Dengerin Arkan!"

"Pak Aryo!"

"Pak Aryo!!!"

Alan pergi di kawal oleh beberapa bodyguard dan beberapa yang lain memilih berdiam di kantor polisi takutnya ada media yang menyorot Arkan.

"Ayah!!!" teriak Arkan saat Alan sudah tak terlihat lagi. Rehan dan Gilang terbangun dengan kaget. Ia menatap Arkan yang tengah berontak di dalam sel besi itu.

Kepala polisi mengajak bicara salah satu anak buahnya. "Dasar Pak Alan, saya sudah saranin buat nebus anaknya malah nggak mau. Kita perpanjang aja kasus anaknya biar kalau dia mau nebus, tebusannya lebih besar."

"Tapi Pak. Bapak tau sendiri gimana Pak Alan. Dia pasti udah nebak kalau Bapak mau ngelakuin hal itu," balas anak buahnya.

"Ck!" kepala polisi berdecak dan memilih pergi.

"Pak Fadli! Panggilin Ayah, Arkan mau ngomong! Suruh Ayah kesini lagi, Pak!" panggil Arkan pada salah satu bodyguard yang Alan perintahkan untuk tetap bersamanya.

Lelaki bernama Fadli itu mendekat pada Alan. "Maaf, Den. Nggak bisa, Aden tunggu aja keputusan selanjutnya dari--"

"Argh!" Arkan menendang besi sel cukup kuat dan kembali duduk dipojok ruangan bersama Bima.

"Lo nggak salah! Lo cuma salah faham waktu Lara minta bantuan sama lo! Lara--"

"Gara-gara adik sialan lo itu! Gue--"

Arkan menghentikan kalimatnya dengan wajah gusar. "Maksud gue, argh! Brengsek lo semua!" Arkan bangkit menjauh dari Bima dan memilih duduk di dekat besi sel dengan kepala tersender.

"Arkan," panggil Gilang bejongkok. Rehan masih berdiri menatap tajam pada Bima dan yang lainnya.

"Disini ada yang jualan oreo nggak ya?" tanya Gilang murung.

Arkan tak mampu menahan tawanya renyahnya dan langsung memukul lengan Gilang dari dalam. Gilang ikut tertawa kemudian menarik Rehan untuk duduk bersama mereka.

"Gimana gue jelasin ke Bunda?" tanya Arkan pilu.

"Elo 'kan nggak salah." Rehan mengajak pemuda itu tos yang langsung dibalas olehnya.

"Pasti Bunda kecewa, marah, jewer gue kayak gin." Arkan menjewer Gilang membuat Rehan terkekeh dan Gilang meringis.

"Lebih parahnya lagi kalau Ayah beneran pindahin gue ke luar negeri, ah! Gue nggak mau jauh sama kalian, sama Mbak Sari, sama Saranaya, sama Nau--"

"Naura..." ucap Arkan menatap seorang gadis yang baru memasuki kantor polisi. Rehan dan Gilang menoleh begitu pun Bima dan kawan-kawan yang sedari tadi mendengar ocehan Arkan.

Naura datang lengkap dengan seragam Saranaya dan tas hitam yang berada di punggungnya. Bima terpesona, begitu pun yang lain.

"Nau. Gue... Percaya sama gue, gue cuma akting doang ada disini, serius nggak bohong!" Arkan merapikan tatanan rambut dan juga mengusap wajahnya dengan cepat saat Naura tiba dihadapannya.

Naura diam lalu mengeluarkan sebuah hoddie abu-abu dari tasnya. "Ganti baju lo," ucap Naura singkat.

Arkan melongo dan menerima hoddie tersebut kemudian melepaskan seragam putih SMA Saranaya lalu memasang hoddie pemberian Naura.

"Di luar banyak reporter, berita kalau siswa SMA Saraya kena kasus udah sampai media televisi--"

"Tapi elo percaya 'kan kalau gue nggak salah!?" Arkan menggenggam tangan Naura penuh harap, Gilang dan Rehan hanya diam.

Naura mengangguk dengan senyuman. "Liat aja nanti," ucap Naura lalu melepaskan genggaman Arkan. "Sini seragam lo," pinta gadis itu lalu Arkan menyerahkannya. "Gue mau sekolah dulu." Naura pergi setelah mengusap rambut Arkan.

"Cewek gue," bangga Arkan pada Bima dan yang lain.

"Pak Salim! Pak! Pak! Cewek saya tuh." Arkan tersenyum memamerkan hoddie abu-abu yang sudah berada di tubuhnya pada Pak Salim, salah satu polisi yang berjaga.

Pak Salim hanya memutar bola matanya malas. Tiba-tiba kepala polisi datang membuat semua anak buahnya sigap berdiri.

"Diberitahukan, pertemuan dengan para reporter pukul delapan pagi. Giring mereka kedepan menggunakan baju tahanan kecuali anak Pak Alan. Pihak petugas kesehatan sudah datang dan bersiap untuk mengetes urine mereka. Tanpa terkecuali anak Pak Alan. Mengerti?"

"Siap! Mengerti!" jawab para polisi serentak. Gilang dengan polos juga mengucapkan kalimat tersebut sementara Rehan hanya mengangguk-anggukan kepala.

"Kita percaya sama lo," ucap Rehan diangguki Gilang.

"Mari, ikut saya! Cepat!" perintah Pak Salim.

Arkan dan yang lain dituntun memasuki sebuah ruangan dimana para petugas medis sudah berada disana.

Beberapa jam berlalu, Arkan sendiri duduk di dalam sel menunggu hasil tes yang ia lakukan bersama Bima dan yang lain lewat laboratorium. Rehan dan Gilang masih setia menemani dan duduk di kursi yang tak jauh dari sel Arkan.

Bima dan yang lain tengah melakukan pertemuan dengan para reporter televisi. Mengapa Arkan tidak di ikut sertakan? Itu Karena Alan yang tahu kalau Arkan tidak mungkin melakukan hal tersebut. Alan berani menjamin hal tersebut. Alan juga meminta agar kepala polisi tidak mengumbar kalau salah satu siswa Saranaya tersandung kasus fatal seperti yang terjadi sekarang ini.

Arkan masih menunggu, duduk sendiri terdiam menatap Rehan yang tengah ngopi bersama salah satu polisi dan Gilang yang memakan oreo setelah dibelikan oleh salah satu bodyguard.

Arkan merutuki dirinya sendiri. Gilang dan Rehan sudah cukup berada disampingnya, hidupnya sudah lebih dari kata sempurna. Mempunyai orang tua yang sangat menyayanginya, mempunyai orang tua dari dua sahabatnya yang juga sangat mencintainya.

Arkan tak habis pikir mengapa ia sempat-sempatnya kenal dengan Bima yang membawa pengaruh buruk dalam hidupnya sampai ia tersandung kasus yang seperti ini.

Bagaimana hidupnya sekarang, apakah sang ayah akan benar-benar menjauhkannya dari Rehan dan Gilang. Apakah sang ayah akan memaafkannya, apakah Pak Aryo akan tetap bersikap sama kepadanya.

Dan apakah Naura akan membuka hati untuknya setelah kejadian yang benar-benar menjadi mimpi buruk ini, entahlah. Arkan tertidur tersender pada tembok.

•••











Ini cuma cerita ya. Jangan dianggap serius 😌 TBC!!! Vote komen juga!

Arkan X NauraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang