13. Salah Teman

2.7K 482 68
                                    

"Arkan!!! Woy! Bangun!"

"Udah malam nih, mau nginap di kantor?"

"Arkan..."

"Anak pungut! Woy! Bangun! Bangun!"

Arkan mengucek matanya perlahan, yang pertama kali ia lihat adalah sosok sang ayah yang tengah berkacak pinggang. Di panggil anak pungut baru bangun.

"Kenapa?" tanya Arkan dengan wajah lemas.

"Ayo pulang," ajak Alan lalu menutup laptop dan mematikan komputernya.

Tanpa memakai sepatu, Arkan pun berjalan bersama sang ayah. Sepatu ia biarkan menggantung di tas mahalnya. Beberapa pegawai yang bekerja lembur tersenyum hormat pada Alan dan Arkan.

Arkan duduk dibelakang, sementara sang ayah menyetir. Arkan kembali menyenderkan kepalanya dikaca mobil seolah tak ingin bergurau seperti biasanya. Setibanya dirumah, Arkan turun lebih dulu dan lagi-lagi ekspresinya terlihat begitu murung.

"Arkan!!!" panggil Alin berlari menuruni tangga.

"Arkan kok nggak ngajak bunda ke kantor ayah!?" tanya Alin berkacak pinggang. "Bunda 'kan juga mau ikut! Huft! Bunda kesel!" Alin menggembulkan pipinya kepada sang anak. Alan yang melihat hal tersebut langsung mencubit hidung sang isteri hingga rengekan kekesalan terdengar jelas.

Tanpa Alan dan Alin sadari, Arkan sudah pergi meninggalkan mereka menuju kamarnya yang berada dilantai tiga.

"Biarin aja, dari tadi emang cuma diam." Alan melonggarkan dasinya dan satu tangan lainnya merangkul bahu sang isteri menuju dapur.

"Siapa?" tanya Alin mendongakkan kepalanya.

"Arkan," jawab Alan santai.

"Arkan udah jalan kekamar, nggak diam aja. Gimana sih? Huh!!!" Alin melangkah lebih dulu menuju kulkas lalu meraih sebungkus es krim kemudian memakannya dengan duduk santai disalah satu kursi. Alan tak ingin berkata-kata lagi.

Kembali lagi pada Arkan yang sudah membersihkan dirinya. Pemuda itu duduk dikasur dengan layar laptop yang terbuka. Ia memainkan sebuah game yang terlihat sangat membosankan. Matanya melirik jam dinding yang menunjukkan pukul delapan malam.

Arkan menutup laptopnya lalu berlari menuju lemari guna mengambil jaket lalu meraih ponsel kemudian keluar dari kamar.

"Bun... Kucingnya Gilang lahiran! Arkan mau jenguk, dah Bunda! Dan Ayah!" teriakan Arkan terdengar menggema dipenjuru istana tersebut. Tanpa mendapat jawaban, Arkan langsung berlari menuju garasi mobil dan memilih mobil putih yang memang menjadi mobil kesukaannya.

Sepeninggal Arkan, Alan dan Alin masih berada didapur dan menghabiskan beberapa bungkus es krim bersama-sama, dasar.

Oh tentu saja Arkan tidak pergi menjeguk lahirannya kucing Gilang, ada-ada saja. Pemuda itu hanya berhenti di depan supermarket tempat dulu ia berbelanja bersama Naura. Saat ia hendak turun tiba-tiba saja beberapa anak muda yang terlihat brandalan duduk di kap mobilnya.

"Bro, anak mana?" sapa salah satu dari mereka yang Arkan yakini sebagai ketua dari geng tersebut.

"Deket, Saranaya," jawab Arkan santai mulai berbaur dengan mereka.

"Keren juga mobil, lo." Puji yang lain.

"Thanks," jawab Arkan tersenyum.

"BTW, kalau lo gabut. Ikut kita aja," ucap pemuda yang pertama kali menyapa Arkan. "Oh gue lupa, kenalin nama gue Bima. Itu Abdi, Riki, Surya, Galih, Adit, itu Arga, Eko sama Noah," ucap pemuda bernama Bima memperkenalkan teman-temannya yang tersenyum ramah pada Arkan.

Arkan X NauraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang