27. Berdua

2.6K 470 44
                                    

Arkan menampar Salman secara tiba-tiba hingga pemuda itu tersungkur. Perhatian seisi cafe tertuju pada mereka terutama pada Naura yang berada ditengah-tengah antara Arkan dan Salman.

"Arkan!" bentak Naura hendak membantu Salman bangkit namun Arkan langsung menariknya secara kasar meninggalkan teman-temannya menuju mobil.

Sudah pasti Naura menolak saat Arkan memasukkannya secara paksa kedalam mobil. Arkan menatap teman-temannya sekilas kemudian melanjutkan langkahnya masuk kekursi kemudi. Mobil hitam itu pergi meninggalkan cafe membawa Naura yang terus-menerus memukuli Arkan didalam mobil.

"Arkan!"

"Berhenti!"

"Gue mau turun!"

"Kalau lo nggak mau berhenti, gue bakal loncat dari mobil!"

Arkan menekan tombol otomatis agar pintu terkunci. Naura semakin kesal sekaligus takut. Pasalnya Arkan mulai melajukan mobil dalam kecepatan tinggi dan saat ini mereka berada di jalan raya.

"Arkan!!!"

Arkan masih tak peduli dan terus fokus menyetir meski dengan lengan yang terasa nyeri akibat pukulan Naura.

"Argh!" Naura beralih memukul-mukul kaca mobil hitam itu dengan sikunya. Beberapa kali ia berteriak meminta pertolongan namun nampaknya tak ada yang mendengar.

"Arkan! Kita mau kemana!?" tanya Naura saat mobil mulai memasuki jalur tol.

"Arkan jawab!"

"Jangan aneh-aneh!"

"Arkan!!!"

Naura pasrah dan memilih diam saat merasa tenaganya hampir habis. Beberapa puluh menit perjalanan, Arkan menghentikan mobilnya ditepi sebuah tebing tinggi yang diberi pembatas sebuah besi besar. Di depan mata mereka terpampang indahnya gemerlap malam kota.

Arkan menoleh kearah Naura, mata gadis itu memerah menahan tangis sekaligus amarah. Arkan mengangkat tangan menyentuh wajah Naura dan Naura malah memalingkan wajahnya. Kedua tangannya melipat didada dengan ekspresi dingin yang tak dapat disembunyikan.

"Naura."

Arkan melepaskan sabuk pengamannya dan juga milik Naura. Ia memencet tombol agar kuncian pintu mobil terbuka.

"Nau..."

Arkan kembali memanggil namun tak ada respon. Naura langsung turun dari mobil kemudian duduk ditanah tak jauh dari mobil sambil menangis dalam lekukan lututnya.

"Gue nyakitin lo?" tanya Arkan pelan lalu duduk disamping gadis itu.

"Nau," panggil Arkan masih tak ada jawaban. Kedua bahu Naura naik turun menandakan kalau ia tengah terisak dalam tangisnya. Arkan melepaskan jaketnya kemdian menyampirkannya pada punggung Naura.

Arkan menyenderkan kepalanya ke bahu Naura. Matanya terpejam merasakan semilir angin malam tebing yang hanya ditemani oleh lampu sorot dari mobil hitamnya.

"Maaf ya..."

"Soalnya gue bukan Arkan yang cuma bisa diam liat lo sama cowok lain."

Naura mengangkat wajahnya, sontak saja Arkan menjauhkan kepalanya dengan tatapan tertuju pada Naura begitu pun sebaliknya.

"Arkan?"

"Arkan jawab gue!"

"Ada apa sama lo!"

"Lo kenapa?"

Arkan tersenyum kemudian tertawa. Naura menggeleng lalu menjauhkan posisi duduknya.

"Arkan jangan bikin gue takut!"

Naura berdiri dan ingin pergi namun Arkan menarik tangannya untuk tetap duduk disampingnya. Arkan meraih kembali jaket yang tersampir dipunggung Naura kemudian melemparnya kearah mobil.

"Arkan. Lo nggak bakal macam-macam 'kan?" tanya Naura was-was.

"Dalam mimpi pun gue nggak pernah kepikiran buat macam-macam sama lo," tukar Arkan jujur.

"Terus maksud ucapan lo tadi apa?" tanya Naura lagi.

Arkan menggeleng. "Gue ngarang aja," jawab pemuda itu lalu fokus kedepan memandang gemerlap keindaham lampu kota.

"Naura."

"Arkan."

Keduanya terdiam beberapa saat setelah saling memanggil. Arkan meraih tangan Naura kemudian menggenggamnya dengan lembut.

"Tadi gue kasar ya?" tanya Arkan. Naura mengangguk dalam diam.

"Lo ingat apa yang dibilang Arkan?" tanya pemuda itu berhasil membuat Naura berpikir keras.

"Kalau gue ada nyakitin lo, gue nggak ada niat sama sekali."

Naura menarik tangannya melepaskan genggaman Arkan secara paksa. Lagi-lagi pikirannya melayang kemana-mana, ada apa dengan Arkan.

"Arkan, please jangan kayak gini. Lo bikin gue bingung tau nggak. Sama tingkah lo, ucapan lo, gue mau elo kayak dulu."

Arkan menoleh pada Naura. "Kayak dulu yang diam aja pas elo nolak gue? Nggak Nau, nggak lagi. Biarin gue cinta sama lo dengan cara gue sendiri." Tutur Arkan masih menatap Naura lekat. Rambut gadis itu berterbangan kemana-mana.

"Tapi bukan kayak gini, gue ngerasa asing sama lo. Lo bukan Arkan yang gue kenal, gue nggak nemuin lagi tingkah konyol lo, tingkah rese dan nyebelin lo. Lo berubah dan mungkin elo nggak sadar sama perubahan itu. Kenapa sama lo?" Naura balas menatap Arkan yang nampak terdiam.

Satu tangan Arkan merapikan anak rambut Naura dengan posisi wajah yang semakin mendekat. Naura diam tak berkutik, saat beberapa senti lagi bibir Arkan menyentuh bibirnya.

"Karena gue bukan Arkan."

Kilatan cahaya di iris mata Arkan membuat Naura gemetar hebat. Hawa dingin semakin menusuk kulitnya masih dengan posisi wajah yang berjarak sangat dekat.

Naura memeluk Arkan dengan erat hingga membuat perhatian Arkan teralihkan pada sorot lampu mobil yang menerangi mereka.

"Naura?" panggil Arkan ragu untuk membalas pelukan gadis itu.

"Nau---"

"Diam Arkan, gue lagi ngelawan rasa takut gue." Naura berdecak dengan memejamkan matanya bahu Arkan.

"Nau! Lo percaya 'kan sama gue kalau ada yang suara yang ngomong dikepala gue! Kita kok disini? Ngapain? Astaga, mobil gue kok lampunya nyala." Arkan mengoceh tak henti-hentinya sedangkan Naura enggan melepas pelukan pada pemuda itu.











TBC
Maaf baru update, tugas sekolah numpuk🤩
Vote komen dulu yuk! Aku udah siapin beberapa part, tinggal di up aja. Semakin banyak vote+komen, semakin cepat aku up👌 Part tentang ada apa sama Arkan menanti kalian loh🤩

Arkan X NauraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang