52. Berbunga-bunga

2.1K 399 28
                                    

"Bunda, ikut jenguk Arkan yuk?" ajak Alan saat setelan hoodie hitam dan celana panjang sudah terpasang ditubuhnya.

"Enggak!" jawab Alin yang asik bermain bersama kucing diatas kasur.

"Bunda nggak sayang lagi sama Arkan imut! Ayah aja yang urus, Bunda sibuk ngurusin kucing!" celoteh Alin mengangkat kedua tangan si kucing keatas seolah menyuruh kucing untuk menari.

"Bunda, jangan kayak gitu. Kasian Arkan, nanyain kenapa Bunda nggak jenguk--"

"Bilang aja bunda lagi sibuk, repot amat!" gerutu Alin enggan menatap Alan.

"Buset, bini gue gini amat." Alan berucap pelan berharap Alin tidak mendegar.

"Bunda mau apa?" tanya Alan mendekati sang isteri.

"Beliin kucing lagi satu," jawab Alin melepaskan sang kucing dan beralih menatap Alan yang berdiri dihadapannya.

"Cuma kucing? Tapi maafin Arkan ya--"

"Kucingnya punya bulu warna pink!" potong Alin hingga Alan terdiam.

Loading.

"Anak ayam aja gimana? Biar bulunya warna pink. Kucing mana ada bulunya warna pink, Bunda kalau ngomong suka ngada-ngada," kekeh Alan lalu duduk disamping sang isteri.

"Ada!" tegas Alin dengan pipi digembulkan sambil mengusap perutnya yang mulai terlihat menonjol.

"Kucing apa namanya?" tanya Alan mencoba sabar.

Alin meraih ponsel mahal yang tergelak di lantai, Alan saja sampai meneguk salivanya karena tahu ponsel mahal tersebut dengan santainya berada dilantai.

"Ini." Alin menunjukkan layar ponselnya pada Alan.

"Hello kitty?" tanya Alan bingung.

"Iya! Warna pink 'kan? Bunda mau, beliin ya!" ucap Alin penuh harap. Alan menggaruk kepalanya yang tidak gatal kemudian mengangguk saja.

"Bunda bakalan maafin Arkan 'kan?" tanya Alan memastikan.

"Maafin nggak ya..." gumam Alin menatap sekitar.

"Bunda tau nggak, kalau sampai tiga hari nggak maaf-maafan. Nanti masuk neraka, ih serem!"

Alin membuka mulutnya dengan mata melotot. "Ayah serius!? Ayo kita jenguk Arkan!" Alin bergegas menghampiri lemari pakaian.

"Kaga dari kemarin gua bilang begitu," ucap Alan lega.

"Ayah, nanti dijalan beli odading ya?" pinta Alin saat berjalan menuju kamar ganti.

"Iya, iya..." jawab Alan santai.

"Odadingnya rasa buah naga, oke? Sip!" pintu kamar ganti tertutup, membuat Alan kembali loading dengan lamunan pada tembok didepannya.

Sementara itu di ruangan Arkan. Naura duduk disofa bersama Rehan dan Gilang. Selvi dan Lara sudah pulang dan nampaknya, Lara sudah melupakan masalah kemarin tentang bagaimana sikap Arkan.

"Hallo, Bu Dokter," sapa Gilang spontan membuat Rehan dan Naura menoleh pada seorang dokter perempuan yang masuk ditemani oleh dua suster.

"Arkan, kondisi kamu sudah membaik. Besok sudah bisa pulang, tapi tetap jaga pola makan dan tidur tepat waktu ya," ucap dokter tersebut.

Arkan mengangguk patuh seperti anak kecil hingga membuat Naura terkekeh.

"Bu, periksa hati saya dong. Kenapa jedag-jedug pas liat Ibu," rayu Gilang. Dasar! Sepertinya gen Aldy dan Kenzie tertukar.

"Tanda-tanda itu, mau bertemu sang kuasa," jawab Pak Irham yang tiba-tiba masuk.

Gilang langsung mengalihkan pandangannya dari semua orang.

"Nau, mau periksa kadar kemanisan nggak?" goda Arkan yang baru sadar kalau Naura tengah tersenyum padanya.

"Hah? Enggak." Naura gelagap dengan pipi memerah.

"Pak, mari bicara ke ruangan saya," ajak dokter tersebut pada Pak Irham.

"Saya diajak nggak?" tanya Gilang.

"Kamu mau ikut? Yuk. Kami ada urusan di kamar mayat," timbrung salah seorang suster hingga tawa renyah kembali terdengar diruangan.

Menyisakan Naura dan Arkan setelah Rehan dan Gilang memutuskan pergi keluar untuk mencari makan.

"Cantik, sttt! Sini dong!" panggil Arkan memastikan pintu sudah tertutup.

Naura bangkit kemudian menghampiri Arkan lalu duduk dikursi.

"Apa?" tanya Naura menatap Arkan.

"Udah makan? Kalau belum, di laci ada pizza. Sengaja aku simpan, nanti ketahuan Gilang sama Rehan." Ucap Arkan. Naura memeriksa laci dan benar saja, ada sekotak pizza disana.

"Kok?" tanya Naura bingung.

"Tadi aku minta beliin sama Pak Irham, makan buruan." Tutur Arkan dan Naura pun membuka kotak pizza tersebut.

"Sini aku suapin," ucap Naura pada Arkan.

"Enggak deh, kamu aja. Masa orang sakit makannya pizza," kekeh Arkan garing.

Naura tersenyum menanggapi kemudian memakan pizza tersebut.

"Udah temenan ya, sama Lara?" tanya Arkan mengusap sudut bibir Naura.

"Hm, emang baiknya temenan 'kan?" ucap Naura yang langsung mendapat anggukan dari Arkan.

"Kenyang?" tanya Arkan. "Abisin dong," ucap pemuda itu lagi.

"Yakali ngehabisin sekotak, dua potong aja udah kenyang banget." Naura menaruh sisa pizza diatas meja kemudian membersihkan tangannya.

"Jangan lupa minum," tegur Arkan. Naura terkekeh kemudian mengambil sebotol air mineral dan kembali duduk di dekat Arkan seperti semula.

Hening, tak ada lagi pembicaraan. Sampai Arkan turun dari brankar kemudian berdiri dengan satu tangan terulur pada Naura.

Naura menerimanya. Seolah ada alunan musik, mereka berdansa dengan tawa kecil dan senyuman yang tak pernah luntur.

"Aw!" ringis Arkan saat infusnya nampak tersendat.

Naura tertawa dengan kekonyolan Arkan kemudian mendudukkan pemuda itu di brankar. Kedua tangannya mengalung pada leher Arkan, kepala pemuda itu terangkat menatap wajahnya dengan senyum tipis begitu pun sebaliknya.

"Mau nyium ya?" tanya Arkan hingga senyuman Naura luntur seketika.

"Arkan! Ih, apa-apaan sih!" Naura hendak menjauh namun tangan Arkan menarik tangannya dan sebuah kecupan dari Arkan mendarat sempurna di bibir Naura.

"Gimana?" tanya Arkan berucap dengan santainya tanpa memikirkan jantung Naura yang terasa ingin keluar dari rongga tubuhnya.

"Kalau mau lebih lama, habis kata 'sah' nanti ya, sayang. Cantik, cintaku," ucap Arkan lagi namun Naura masih diam tak berkutik.

"Arkan..." Naura memalingkan wajahnya menghadap tembok dengan pipi memerah. Lagi-lagi ia terpanah dengan kalimat manis Arkan.

"Ekhem!"

Naura dan Arkan menoleh kearah pintu, rupa-rupanya sepasang suami isteri yang cetar membahana badai menggelora berada disana. Si wanita yang memegang kresek, mungkin berisi odading rasa buah naga, si pria yang melipat tangannya didada.

Naura ingin menghilang dari muka bumi saat ini juga. Ia menatap tangannya yang masih digenggam oleh Arkan, pemuda itu tersenyum pada kedua orang tuanya.

"Arkan!" tegur Naura berharap Arkan melepaskan genggamannya.

"Apaan, Yah? Kamar sebelah kosong noh," ucap Arkan santai.









TBC
Mood banget kenapa ya, mungkin karena faktor kemarin partnya konflik Rakan mulu.

Arkan X NauraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang