15. Diam

2.8K 529 78
                                    

Belum sempat Bima mengetuk pintu, pintu kamar sudah terbuka. Lara menatap Bima dengan bingung kemudian beralih menatap Rehan.

"Bim! Lo gila!?" tanya Lara tak terima atas sikap Bima.

"Mana Arkan?" tanya Rehan dingin. Lara memberikan jalan dan Rehan pun langsung masuk. Ia mendapati Arkan tengah berada diatas kasur dengan keadaan bertelanjang dada.

"Lo! Jalang sialan! Arkan--"

Lara tersenyum tipis. "Gue suka panggilan itu, temen lo muntah. Bajunya kotor, tuh disana udah gue bersihin." Lara pergi diseret oleh Bima yang kelihatannya tengah marah.

"Arkan! Woy! Bangun!"

Sepeninggal Lara dan Bima, Gilang masuk menghampiri mereka dengan mimik panik.

"Duh! Nih anak mabuk! Gimana bilangnya sama bunda?" tanya Gilang bingung.

"Lo juga minum," kesal Rehan yang mencium aroma alkohol dari Gilang.

"Sedikit," balas Gilang cengengesan.

"Kita bopong Arkan kemobil!" ucap Rehan lalu memakai kan kaos milik Arkan dan Gilang yang memungut jaket pemuda itu. Mereka membawa Arkan keluar dari kamar. Rehan menatap sofa kosong yang tadinya tempat Bima dan kawan-kawan duduk.

"Naura..." gumam Arkan saat Gilang selesai memasangkan sabuk pengaman.

"Kita nitip motor disini aja, gue bilang sama satpam dulu," ucap Rehan diangguki Gilang yang duduk dikursi kemudi mobil Arkan.

Mobil pun tancap gas, meninggalkan tempat tersebut membawa Arkan pulang menuju rumah. Selama di perjalanan, Arkan tak henti-hentinya menyembutkan nama Naura dan hal itu semakin membuat Rehan kesal bukan main.

"Ayah!" panggil Gilang sambil mengetuk-ngetuk pintu istana kediaman Arkan.

Alan membukakan pintu. "Astaga! Sut! Jangan berisik, nanti bunda bangun! Bawa Alan kekamar, pakai lift aja! Ayo! Ayah bantu!" ucap Alan memelankan suaranya. Gilang dan Rehan dapat bernapas lega, setidaknya mereka tidak akan mendapat omelan dari Alin.

Arkan sudah berada diatas kasur. Alan pun menaruh jaket anaknya itu kekamar mandi. Ia menatap Rehan dan Gilang yang nampak masih tidak tenang.

"Kalian pulang bawa mobil, Ayah nggak bakal perbesar masalah ini. Makasih udah bawa Arkan pulang," ucap Alan mengusap pucuk kepala Rehan dan Gilang bergantian.

"Jangan marahin Arkan ya," ucap Rehan sebelum keluar dari kamar. Alan mengacungkan jari jempolnya dengan senyum lebar.

Hari kembali pagi. Arkan terbangun dari tidurnya dengan penampilan yang terlihat berantakan.

"Ayah... Bunda..." panggil Arkan menggeliat diatas kasur. Matanya menatap jam dinding yang menunjukkan pukul delapan pagi.

Arkan mencoba mengingat kejadian tadi malam, apakah ia terlalu banyak minum
hingga membuatnya tidak ingat apapun.

"Gawat! Ayah pasti marah!" ucap Arkan lalu bergegas menuju kamar mandi. Beberapa menit kemudian pemuda itu menuruni tangga dengan seragam sekolah yang acak-acakan.

"Ayah! Bund---"

"Den, ayo sekolah. Tuan ngajak Nyonya ke kantor." Pak Aryo tersenyum sumringah membuat Arkan bingung.

"Oke," ucap Arkan canggung.

Mobil pun tancap gas, di mobil Arkan hanya diam dan setibanya disekolah gerbang masih terbuka. Setelah mobilnya masuk, barulah ditutup. Arkan melangkah menuju kelas dengan hati-hati sambil merapikan penampilannya.

"Duh... Bu Rik," gumam pemuda itu pelan. "Apa gue bolos aja ya?" tanya Arkan pada dirinya sendiri.

"Tapi nanti ayah bakal tambah marah." Arkan memutuskan untuk memasuki kelas dengan langkah santai.

Arkan X NauraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang