37. Bandung

29 3 0
                                    

Aku seharusnya tidak mencintaimu.

***

Sambil mengancingkan kemeja yang dikenakan, Soomin menatap dirinya di pantulan cermin. Dia mengasihani diri sendiri yang nampak seperti zombie(?).

Wajah pucat dengan bibir kering membiru, hidung merah, dan mata sembap, juga kantung di bawahnya yang menghitam membuatnya terlihat menyedihkan.

Tadi malam Soomin kembali menangis tanpa henti hingga membuatnya tidak tidur sampai pagi ini. Setiap kali ia menutup mata, kenangan bersama Jimin selalu melintas di pikirannya. Itu membuat dirinya terus menangis dan tak bisa tidur.

Bagi Soomin--Bagi semua orang--Bagi sebagian orang, melupakan adalah hal yang sangat sulit. Apalagi jika dipaksa melupakan seseorang yang kita cintai--Sungguh itu hal yang menyakitkan hati.

Namun dia harus menerima kenyataan bahwa yang dicintai adalah milik orang lain. Mau tak mau dia dituntut mengikhlaskan dan melupakannya walau sulit.

Gadis itu menunjuk dirinya yang ada di pantulan cermin. "Udah ya Soomin! Jangan mewek lagi! Semaleman nangis harusnya udah cukup!"

"Gue harus ikhlas, gue harus rela, gue harus terima, dan yang terpenting gue harus bisa move on!!" tegasnya dengan nafas berat.

Soomin menangkup kedua pipi, dan jarak wajahnya dengan cermin hanya satu jengkal. "Wah bakalan diledekin si Jaehyun ini mah," gumamnya yakin ketika melihat wajah sendiri.

Setelah cukup lama memperhatikan wajah di cermin besar itu, Soomin berbalik hendak keluar Kamar untuk membuat sarapan. Tapi langkahnya terhenti ketika kakinya tak sengaja menginjak sesuatu di lantai.

Ia lantas mengambil benda itu. "Eh ini kan hoodie Kak Eunwoo?" Soomin mengingat ketika kemarin masuk Kamar, ia melepaskan hoodie itu dari tubuh dan melemparnya asal.

Tiba-tiba senyuman muncul di bibir Soomin ketika ingat bagaimana Eunwoo menenangkannya. Senyuman pun semakin melebar seiring ia memikirkan perlakuan dan perhatian lelaki itu.

Tapi ketika dirinya sadar akan sesuatu, ia menggelengkan kepala cepat. "Mikir apa sih gue! Inget jangan baper! Bisa jadikan dia bersikap gitu karena gue ade sahabatnya. Jangan terlalu berharap lagi ahh!" Soomin coba memperingati diri sendiri, lalu menaruh hoodie itu di keranjang cucian.

***

Dengan ditemani secangkir kopi hitam yang masih mengeluarkan uap, Papah Soomin duduk di meja makan sambil memainkan ipad-nya.

Awalnya ia sangat fokus pada pekerjaan yang dilakukan, hingga suara nyaring mengejutkannya.

"PAPAHHHH."

Tanpa menoleh pada Soomin, Papahnya mendengus. "Heh ini masih pagi! Jangan teriak-teriak!" bentaknya pada anak perempuan yang sekarang duduk di samping dirinya itu.

Tanpa merasa bersalah, Soomin tersenyum lebar. "Hehe selamat pagi Pah ..." sapanya ceria, menampilkan deretan gigi rapinya.

"Pagi juga anak Papah tercan--Kamu ngapain pake begituan?" tanya Papahnya heran ketika melihat sang anak memakai kacamata hitam.

"Biasa Pah, biar gaya," ucapnya alibi.

Sebenarnya Soomin sudah turun daritadi. Tapi ketika melihat Papahnya tengah duduk di meja makan, Soomin langsung kembali ke Kamar.

Ia memakai sedikit bedak dan memoleskan liptin berwarna peach pada bibir, kemudian menggunakan kacamata hitam untuk menutupi mata bengkaknya.

Bagaimanapun juga, Papah tidak boleh melihat wajah kacau putrinya karena menangisi seorang lelaki.

Journey of Love : LDMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang