•••25•••

2.9K 121 12
                                    

🥀🥀🥀

Seorang wanita tengah menikmati tidur panjangnya, tak terasa sudah seminggu Nara terlelap dalam tidur panjangnya. Tak ada perkembangan yang berarti tentang kondisinya, terkadang membaik dan terkadang kembali drop. Pihak rumah sakit sudah angkat tangan, karna hanya yang maha Kuasa lah yang tau kapan Nara akan sadar dari tidur indahnya itu.

Setiap hari Zahir bergantian dengan mamanya untuk menjaga adik tercinta, sementara sang papa mau tidak mau harus pergi menjalani tugasnya sebagai seorang abdi negara. Memang anton adalah seorang TNI Angkatan Udara di Kota Bandung, yang saat ini harus ikut bertugas di pulau Sumatera.

Suasana siang hari ini sangat sepi, tidak ada teman ataupun sahabat dari Nara ataupun Zahir dan datang berkunjung. Memang semenjak Nara di rawat di RSUD, Sahabat-sahabatnya ataupun sahabat Zahir sering berkunjung dan membantu Zahir dalam menjaga Nara.

Dan sudah seminggu jugalah mereka semua tak memberi tahu Beno tentang apa yang terjadi dengan Nara, saat di warung engkong pun tak ada yang membahas kecelakaan Nara, Zahir memang sudah mewanti-wanti sahabat-sahabatnya ataupun Nara agar tak memberi tahu siapapun, cukup mereka saja yang tau kejadian itu.

Bulir air mata kembali jatuh dari kedua mata Zahir, entah sudah berapa banyak air mata yang ia habiskan semenjak Nara kecelakaan. Ia memang tak menangis di depan orang tua atau sahabat-sahabatnya, tapi saat seperti ini ia tak mampu menahan sesak yang ada di dadanya.

"Dek, lo tau gak sih kalau kemaren gue di peluk Kaila. "

Zahir menggusap salah satu tangan Nara yang tak di infus, tangan Nara terasa hangat dan sedikit pucat, dokter bilang itu efek dari tangan Nara yang tidak pernah di gerakan.

"Gue awalnya kaget, tapi lama-kelamaan kok gue nyaman yah? "

Tetap tak ada respon dari Nara, hanya bunyi mesin EKG yang seolah merespon ucapan Zahir. Mata indah yang selalu bersinar saat bercerita dan selalu sayu saat bersedih itu masih betah tertutup.

"Gue masih inget banget gimana marahnya lo dulu saat lo tau kalau gue di peluk Livia, lo masih inget kan? Livia itu temen SD kita waktu di Jakarta. Lo ngamuk karena takut kalau Livia akan ngerebut gue dari lo, lo takut kalau nanti gue lebih sayang ke Livia ketimbang lo."

"Dan itu yang bikin gue sampai saat ini gak mau punya pacar dulu, karna gue takut adek gue yang manja ini, merasa terebut atau terabaikan karna gue punya pacar. "

Zahir menghirup udara sebanyak-banyaknya saat rasa sesak itu kembali menyelimuti hatinya. Tangan zahir beralih mengusap kepala Nara yang di perban, ia sangat menyayangi adiknya ini, ia tak bisa kehilangan Nara, tidak bisa.

"Apa kalau gue bawa Beno kesini lo akan sadar? " Tiba-tiba pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulut Zahir. Sebenarnya ia sudah memikirkan itu dari kemaren, tap belum ia bicarakan dengan siapapun saja.

Untuk saat ini hanya Zahir dan sahabat-sahabatnya berserta Sahabat Nara lah yang tau jika Nara tengah kritis dan dirawat di rumah sakit. Selama di warung engkong pun tak ada yang membicarakan tentang Nara, Beno juga jarang datang ke warung engkong karna sibuk dengan Zoya.

"Gue keluar dulu, cepetan sadar princess. " Zahir mengecup dahi Nara kemudian beranjak pergi.

Saat Zahir membuka ruang rawat Nara, ternyata disana ada Kaila, Agam, Davie, dan Sherly yang duduk di bangku tunggu. Zahir mengusap air matanya karna tak mau jika sahabat-sahabatnya kembali melihat ia yang tengah menangis.

"Kalian, udah lama? " Tanya Zahir menutup kamar rawat Nara kembali.

"Baru aja dateng, gimana kondisi Nara, ada perubahan? " Tanya Agam yang kebetulan memang tidak duduk.

Tak Tepat WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang