41

1.9K 89 37
                                    


Happy reading

-

"Nih pakek." Azka menyerahkan jaketnya pada Nara yang tampak kedinginan, karna keterusan bercengkrama, mereka sampai lupa jika sudah malam, bahkan sekarang waktu telah menunjukkan pukul sembilan malam.

"Gak usah, gak papa ko." Tolak Nara.

Sebenarnya Nara merasa kedinginan sekarang, dan cuaca juga sedang tidak bersahabat.

"Pakek aja sih, gue tau lo kedinginan." Ujar Azka sembari memasangkan langsung pada tubuh Nara , Nara hanya bisa pasrah menerima jaket itu.

"Inikan jaket genk Lo, emang gak papa kalau gue pakek?" Tanya Nara memastikan.

Kenapa Nara bertanya seperti itu, karna dulu saat bersama Beno, Beno sama sekali tidak mampu meminjamkan jaketnya, bahkan disaat hujan sedang deras-derasnya dan tidak ada tempat berhenti, Beno sama sekali tidak mau meminjamkan jaketnya untuk Nara.

"Pakai aja sih,  lagian gue gak setega itu biarin lu kedinginan."  Jawab Azka sembari mengacak rambut Nara.

Kalian pernah dengar teori, yang di acak rambut, tapi yang berantakan hati, nampaknya teori itu kini tengah Nara rasakan. Tiba-tiba saja jantungnya berdetak sangat kencang saat Azka mengacak rambutnya.

"Bisa pakai helem kan?" Tanya Azka menyerahkan helem berwarna merah yang selalu ia bawa saat jalan bersama Nara.

"Bisa."

Azka dengan sengaja mengulurkan tanganya agar Nara bisa lebih mudah untuk naik ke motor tingginya. Nara hanya bisa tersenyum karna bagaimanapun juga, saat bersama Beno jarang sekali mereka menggunakan motor seperti ini, karna Beno lebih suka menggunakan mobil yang katanya lebih aman untuk dikendarai.

_

"Nara angkat telvon gue Ra, angkat!!!"  

  Agam, Daffa, Adnan, Davie, dan Beno hanya bisa diam  melihat Zahir yang sedari tadi muter-muter di depan mereka.  Sudah beberapa kali juga mereka inggatkan untuk tetap tenang dan menunggu Nara pulang saja. Walaupun jujur sebenarnya mereka juga khawatir karna mengigat ada ancaman juga dari Dragon kemaren.

"Duduk dulu, tenangin diri lo dulu, mungkin Nara udah di jalan." Ujar Adnan berusaha berfikir positif.

"Anjing ini salah gue! Harusnya tadi gue gak biarin Nara pergi! Sialan!" Bukanya tenang Zahir malah menyalahkan dirinya.

"Salah sendiri sibuk sama game!." Ujar Agam sinis.

"Begok, kerahin anak-anak Black Wolf buruan, gue gak mau Nara kenapa-napa." Ujar Zahir  kesal sendiri, karena keempat temannya terlihat santai saja.

"Ntar jaga pulang, Jagan panik gitulah, selow, selow." Ujar Daffa memancing emosi Zahir.

"Tunggu 10 menit lagi, kalau Nara gak pulang juga, baru kita kerahin anggota." Ujar Beno dengan bijak.

Kalau boleh jujur sih, bukan hanya Zahir yang panik, mereka berlima juga panik, cuman hanya tetap bersikap tenang dan berfikir posisi saja.

  Beberapa menit berlalu, mereka semua sibuk dengan pikiran masing-masing, Bahkan Beno sudah bersiap-siap mengetikan pesan di grup Black Wolf, guna mencari Nara.

Tapi bunyi motor Vespa memecah keheningan yang terjadi diantara mereka, motor Vespa keluaaran tahun 90an yang sudah sangat jarang digunakan, itu membuat perhatian mereka berenam teralihkan.

"Siapa tuh?"

"Gak taulah, kan kita sama disini." Balas Daffa sinis.

Zahir yang tau siapa pemilik Vespa itupun, langsung beranjak dari tempatnya duduk dan menghampirinya.

Tak Tepat WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang