•••19•••

2K 104 2
                                    

Beno membawa mobilnya dengan kecepatan maksimal, bahkan tak menghiraukan kendaraan lain, yang sudah memprotes dengan membunyikan klakson mereka. Ia bingung kenapa ia bisa semarah ini melihat kedekatan Nara dengan Gibran, ditambah lagi ucapan Gibran yang mengatakan akan merebut Nara dari dirinya.

"Al kita mau kemana?" tanya Nara setenang mungkin, padahal didalam hatinya ia sangat takut melihat Al ya g seperti ini.

"Al jawab aku dulu!" desak Nara membuat Beno semakin menginjak pedal gas lebih dalam.

Nara sontak saja langsung berpegangan pegangan yang ada di sisi mobil sebelah kiri. Nara menutup matanya karna merasa akan terbang, saking ngebutnya Beno membawa mobilnya.

"Al pelanin bawa mobilnya..." Ujar Nara, namun tak di dengarkan oleh Beno.

"BENO BERHENTI ATAU AKU LOMPAT!"

Ucapan Nara membuat Beno yang tengah emosi langsung tersadar dan perlahan mulai menurunkan kecepatan mobilnya, perlahan tapi pasti mobil Beno mulai berjalan dengan normal dan stabil.

"Kamu kalau mau mati jangan ngajak-ngajak aku," lirih Nara.

Beno tetap diam mendengar ucapan Nara yang terdengar lirih, ia hanya menatap Nara sebentar lalu kembali fokus pada kegiatanya.

"Turunin aku di depan aja, aku bisa pulang sendiri". Ujar Nara tiba-tiba.

Karna jujur ia sudah tak tahan satu mobil dengan Beno yang gak jelas seperti ini, Beno hanya diam tak mengindahkan ucapan Nara.

"Aku mau turun! kamu denger gak sih hah." Sekali lagi Nara membentak Beno, yang masih diam tidak mau mendengarkan ucapan Nara.

Saat telah sampai di halte yang tidak jauh dari rumah Nara,  Beno mengentikan mobilnya dan bersandar pada sandaran kursi, ia mengusap kepalanya kemudian memukul stir dengan kuat.

Nara pun melakukan hal yang sama, ia juga bersandar pada sandaran kursinya, tanpa menoleh pada Beno yang telah meremas rambutnya prustasi.

"Gak ngerti aku sama jalan pikirian kamu..."

Beno tetap diam dengan tatapan dinginnya, merasa tak ada respon, Nara langsung saja membuka pintu mobil guna pergi dari sana, namun sayang Beno lebih cepat dan mengunci pintunya otomatis.

"Bukak pintunya."

"Aku bilang bukak pintunya Beno, aku biasa pulang sendiri."

" Lo pulang sama gue."

Beno kembali melanjutkan mobilnya dengan kecepatan normal, keheningan terjadi diantara mereka, Nara hanya menatap keluar jendela yang menampilkan pemandangan malam Kota Bandung.

Tak lama mereka sampai didepan rumah Nara, Beno membuka kunci mobil agar Nara dapat keluar. Nara menatap Beno yang masih terlihat marah, Nara dibuat bingung dengan kondisi Beno kali ini, ingin sekali rasanya mengeluarkan pertanyaan- pertanyaan, yang saat ini bersemayam di kepalanya.

"Kita udah sampe, lo biasa keluar." Dingin dan penuh intimidasi.

"Kamu tenanggin dulu hati kamu, besok kita bicara lagi." ujar Nara pelan.

"Gak ada yang perlu di bicarakan." Jawab Beno tanpa menoleh sedikitpun.

"Itu menurut kamu, tapi gak menurut aku." jawab Nara menatap Beno sedikit terluka.

"Karna emang gak ada! mending lo turun. gue capek mau pulang! " Bentak Beno tanpa sadar.

Nara terkejut dengan bentakan itu, ia tak pernah menyangka jika Beno akan membentaknya seperti ini, karna sudah sangat lama rasanya, Beno tidak  membentaknya seperti ini.

Tak Tepat WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang