•••6•••

2.3K 130 1
                                    

Zoya dan Beno telah pergi, kini hanya tinggal Nara yang masih setia melihat pemandangan ke luar. Tak terasa air mata yang sedari tadi ditahannya jatuh dan membentuk sungai kecil di kedua pipinya. Nara tak tahu apa masih ada harapan untuk tetap mempertahankan Beno, karna ucapan Zoya tadi masih berputar-putar di dalam kepalanya.

Tiba-tiba saja ada sapu tangan yang melintas di depan matanya, Nara langsung menatap si pemberi sapu tangan. Nara menatap orang itu heran, orang itu langsung duduk di depan Nara, tepat di bangku dimana Beno duduk tadi.

"Hapus air matanya," ujar cowok itu kembali menyerahkan sapu tangannya.

"Bersih kok, baru dibeli."

Nara mengambil sapu tangga cowok itu dan menghapus air matanya, tapi semakin di hapus air mata Nara malah semakin tak berhenti, dada Nara malah semakin sesak karna air matanya tak kunjung berhenti.

"Nangis aja, jangan di tahan tahan."

Nara semakin menjadi-jadi menangis..., Nara tipikal cewek yang susah buat nangis, tapi sekali nangis bakalan lama untuk berhenti.

Nara sudah selesai dengan tangisannya, tapi masih ada sesegukan yang ia rasakan karna terlalu lama menangis. Cowok itupun masih setia duduk di sana menemani Nara yang tampaknya sangat terluka.

"Udah nangisnya?"

Nara mengangguk dan sedikit tersenyum, Nara merasa kedua matanya membengkak karna kelamaan menangis.

"Makasih " ujar Nara tulus.

Cowok itu mengangguk, kemudian mengulurkan tangannya guna berkenalan.

"Gue Azka."

"Na ... Na ... Nara" balas Nara sedikit sesegukan.

"Berhubung lo udah tenang gue cabut dulu, btw lo pulangnya naik apa?" tanya Azka penasaran.

"Di jemput," jawab Nara seadanya.

"Owhh oke, gue cabut dulu."

Azka meninggalkan Nara sendirian, Nara langsung pergi karna Zahir sudah menunggunya di parkiran.

"Siap cewek tadi?" tanya temen Azka.

"Nara."

"Nara? Nara pacarnya Beno?"

"Hmmb"

"Kenalin ke gue dong, cakep juga."

"Si Haikal emang gak bisa liat cewek cakep," jawab temen Azka yang satunya lagi.

"Syrik aja lu yan, tapi serius dah gue kayak pernah liat tapi dimana?" ujar Haikal membuat Ryan yang di panggil yan tadi ikutan mikir juga.

"Dia adeknya Zahir."

"Serius?" tanya Ryan dan Haikal berbarengan.

"Hmmm, buat apa bohong," jawab Azka cuekk.

"Gue baru tau kalau Zahir punya adek."

"Yee emang lo siapanya harus di kasih tau, lagian kita ngga deket sama mereka," jawab Ryan mengigatkan kedua temanya , kalau mereka hanya sekedar kenal, tidak dekat. Kayak gue sama dia, kenal doang tapi ngga jadian.

"Trus kok lo bisa kenal?" tanya Haikal pada Azka, dengan cuek Azka menjawab.

"Tadi kenalan."

"Trus kok lo tau kalau dia adeknya Zahir?" tanya Ryan penasaran.

"Kepo lo berdua, mending gue pulang." Azka langsung pamit untuk pulang.

"Ehh kal, kan kita satu sekolah sama mereka, kok kita ngga tau yaaa," tanya Ryan polos.

Tak Tepat WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang